[SEG Event] Choice: The Great You



CHOICE: The Great You!

“Dalam kegelapan aku melihatnya, sang penguasa dunia—dia yang mengendalikan segalanya.”

Theme: Jurnalistik

Genre: Thriller, Crime, Friendship, Mystery

Starring by Kim Seokjin|| Kim Namjoon|| Kim Taehyung|| BTS member|| Other cast by OC’s Han Sunkyo| Park Jihyun| Lee Nayoung| Park Chanmi| Min Taehee| Ji Saehyun| Jung Hajin|| Actor’s Park Bogum
Rating PG16

.

.

.
Presdir Luminous.Inc, Kim Seungwoo ditemukan tewas bunuh diri.

“Sampai saat ini diketahui sudah dua tim dari pihak kepolisian yang diturunkan untuk melakukan olah TKP pada ruang direksi di lantai empat puluh satu. Setelah penemuan jasad Kim Seungwoo yang merupakan Presdir dari Luminous.Inc, aktivitas perkantoran dihentikan sementara demi kepentingan penyelidikan. Garis polisi sudah dipasang di sekitar gedung dan tim forensik akan segera melaporkan temuannya—demikian sekilas info pagi ini, dari Hannam-dong, Yongsan-gu, Han Sunkyo melaporkan.”

.

.

.
Han Sunkyo mendengus, kemudian menarik napas dalam-dalam ketika berita basi yang sudah seminggu lalu itu diputar untuk kesekian kalinya. Dia sama sekali tak habis pikir, bagaimana bisa bosnya yang perfeksionis dan prokeadilan itu bisa melakukan hal seperti ini secara tiba-tiba. Sedikit informasi, seminggu yang lalu seorang konglomerat dan pebisnis paling terkenal seantero Asia ditemukan mati bunuh diri. Kim Seungwoo—si konglomerat kaya itu—tiba-tiba saja sudah menjadi mayat ketika office boy hotel menemukannya tergeletak berlumuran darah di lantai. Dugaan sementara yang sampai saat ini masih sangat janggal adalah: dia menembak kepalanya sendiri. Pertanyaannya: untuk apa?

Dalam ingatnya masih lekat kejadian beberapa bulan lalu saat dimana ia baru saja diterima menjadi reporter KBS News, media berita terbesar di Korea Selatan. Sejak dulu juga Sunkyo tahu bahwasanya pekerjaan yang selalu dia dambakan itu bak pedang bermata dua, yang dia belum tahu adalah…betapa merepotkannya menjadi pedang bermata dua diantara kasus pembunuhan konglomerat terkaya di Korea. Gadis Han itu sama sekali tidak menduga, bahwa issue-issue yang dulu cuma ada di teks buku pelajarannya kini ada di depan matanya. Lantas dia masih duduk di sini, di toko kopi kecil yang interiornya kuno, di tempat yang sama seperti biasanya dan dengan posisi yang sama setiap dia mendapat tekanan dari pekerjaannya itu.

“Kau masih di sini?”

Suara bariton itu menyapa pendengaran Sunkyo, dia tahu betul siapa orang yang memiliki suara khas itu. Seperti biasa, mereka pasti berdua—layaknya sepasang sepatu, Jeon Jungkook dan Park Bogum.

“Bagaimana?” Jungkook melemparkan bokongnya pada sofa empuk di depan Sunkyo, kemudian menyeruput macchiato yang tinggal setengah itu.

Hening. Sama sekali tidak ada yang bisa dijawab oleh gadis bermarga Han itu. Sunkyo cuma mengangkat sedikit kepalanya yang tertelungkup lalu menatap Jungkook malas, kemudian manik cokelatnya bergeser pada Bogum dan cuma dibalas senyuman hambar.

“Ini aneh, aku sama sekali tak bisa mendeteksi orang-orang yang berhubungan langsung dengannya ketika delegasi itu berlangsung.” Bogum membuka suara, mengundang tatapan keheranan dari dua orang lainnya.

Sunkyo menarik napas, “Dan aku sama sekali tidak bisa menerbitkan berita apapun tentang penyelidikan yang kita lakukan.”

“Kepolisian kabarnya menemukan sesuatu, tapi sama sekali tidak mempublikasikannya.” Bogum menjelaskan, “Kita seperti berhadapan dengan sesuatu yang besar, berkuasa dan…menakutkan.”

“Aku tidak mengerti, bosku Tae Minhee itu pecinta keadilan sejati. Tapi bagaimana bisa dia—”

“Don’t judge the book by the cover. Kau tidak bisa menerka-nerka apakah seseorang itu baik atau buruk cuma dari penampilan luarnya. Ingat bahwa setiap orang punya alibi.” Potong Bogum cepat—terlalu cepat.

“Mayat Presdir Kim ditemukan setelah 42 jam sebelumnya meninggal. Ada pistol di tangan kanannya dan luka tembak di pelipis kanan…tapi mereka menemukan bahwa sang Presdir kidal,” Sunkyo mengingat kembali informasi yang dia dapat seminggu yang lalu, “Dari pihak keluarga sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa, mereka memakai hak diamnya untuk menolak media.”

“Pertama-tama kita harus tahu, siapa saja antagonis dan protagonisnya.” Jungkook menarik napas, “Setidaknya kita tidak bisa begini terus.”

“Lantas kalian ada di pihak mana?” Sunkyo menatap kedua pria di depannya sakartis, “Aku bahkan masih belum tahu apa motif kalian sebenarnya setelah seminggu kita bersama-sama.”

Bogum terkekeh, “Yang paling penting bukan motif utama kami, Sunkyo-ah, tapi kenyataan kalau kami dibayar oleh seseorang yang berniat mengungkap keadilan. Jadi, kau pasti sudah tahu jawabannya kan’?”

“Apa aku terlalu berlebihan?” Sunkyo memijat keningnya perlahan, “Kalian dibayar untuk menyelidiki kebenaran kasus ini, tapi aku—hidup dan matiku ada pada Tae Minhee.”

“Apa bosmu itu benar-benar menolak drafnya?” Bogum bertanya serius, “Apa biasanya dia tidak pernah menolak sesuatu seperti ini?”

“Aku tidak tahu,” gadis itu menarik napas, “Tapi yang jelas bosku bahkan mengekspos habis-habisan berita perdagangan manusia yang dilakukan JYP Grup secara diam-diam.

Jungkook tersenyum simpul, “Berarti kali ini dia terlibat.”

“Pasti ada entitas yang lebih besar, lebih kuat dan lebih berkuasa yang tengah menekannya.” Bogum mulai mengacu pada hipotesis andalannya, “Itu berarti akan ada kemungkinan bahwa kasus ini tidak akan diungkap untuk selamanya. Kematian Kim Seungwoo akan diingat sebagai kasus bunuh diri, dan kepolisian akan memasukannya sebagai X file.”

“Kasus ini sebetulnya mengacu pada satu orang,” Jungkook memajukan tubuhnya, “Menurutmu siapa orangnya?”

Bogum tersenyum miring, “Dia pasti menganggap dirinya Tuhan, karena dia yang…mengendalikan segalanya.”

.

.

.
Sepi. Cuma itu satu-satunya kata yang bisa menjelaskan kondisi terkini dari divisi forensik NIS. Ruang tengah berukuran 25 meter itu hanya diisi oleh dua dokter spesialis bedah, dan ahli otopsi. Masker biru kehijauan itu masih melekat diantara dagu dan leher, menandakan bahwa jam kerja mereka tidak akan pernah selesai—kecuali mayat-mayat itu bisa membelah tubuhnya sendiri dan membuat laporan atas apa yang sebenarnya menimpa mereka sebelum mati terbunuh. Sementara itu di ruangan lainnya yang berukuran lebih kecil, kepala International Crime tengah berbicara serius dengan Park Chanmi—dokter muda jenius yang membedah mayat Kim Seungwoo.

“Jadi—” pria bermarga Cho itu menggantung pertanyaannya, menunggu respons dari wanita muda itu.

Lantas yang ditanya justru membuang muka, mengalihkan netra hingga matanya justru dipenuhi pemandangan kota Seoul di luar jendela.

“Aku butuh jawaban, Park Chanmi.” Dia menaikan sebelah alisnya, menekankan setiap kata pada kalimatnya barusan. Orang itu Cho Kyuhyun, pimpinan International Crime yang terkenal sadis dan tidak suka main-main.

Chanmi mendengus, “Dia menembak kepalanya sendiri.”

“Tidak mungkin.”

“Ck, tentu saja mungkin.” Gadis itu menarik napas, “Posisi tangan dan luka di pelipisnya menunjukkan kalau itu bukan pembunuhan.”

Kyuhyun meremas kasar surai legamnya, “Tolong, Park Chanmi, sudah berapa lama kau bekerja di sini? Sembilan puluh persen itu adalah alibi.”

“Iya, alibi yang sempurna,” Chanmi merengut, “Sangat sempurna, pimpinan Cho!”

Kyuhyun bangkit dari duduknya, “Karena itu, Chanmi-ah!”

“Itu bukan pembunuhan.” Singkat Chanmi kemudian, “Aku sama sekali tidak menemukan apapun yang janggal pada may—”

“Bedah lagi,” potong Kyu tegas, “Cari sampai kau menemukan penyebab kematian Kim Seungwoo yang sesungguhnya. Dia kidal, jadi tidak mungkin menembak dengan tangan kanan.”

“Cho Kyu!!” ia berdiri, menarik napas dalam-dalam sambil menatap tajam orang yang merupakan atasannya itu, “Kau seharusnya lebih tahu dari pada siapa pun!”

“Justru karena itu aku minta bantuanmu, bodoh!” Kyuhyun meninggi, “Semua orang berniat menutupinya, makanya…makanya aku sangat ingin menemukan kebenarannya!”

“Tolong, Kyu, tenangkan dirimu. Ini adalah dua masalah yang berbeda…” Chanmi merendah, dia tahu betul kalau Kyu yang koleris itu tidak akan pernah mau mengalah. Wanita itu tahu…karena Kyu pernah jadi orang yang paling penting dalam hidupnya.

Hening. Tak ada satu pun dari mereka berdua yang membuka suara. Semuanya bungkam. Mungkin cuma suara klakson kendaraan di luar sana yang bisa memecah kesunyian mereka, dan Chanmi sangat benci keadaan seperti ini. Dia bukannya tidak berusaha, justru karena seorang Park Chanmi yang jenius itu tidak bisa menemukan apapun di mayat Kim Seungwoo—ditambah tekanan keluarga yang mengecam adanya autopsi…ini adalah suatu pukulan besar baginya. Dan seperti biasa, si koleris Kyuhyun sama sekali tidak akan mengerti hal itu.

“Aku harus mengungkap kasus kematian Kim Seungwoo,” pria itu melembut, “Dengan begitu kasus kematian ayahku juga akan terungkap.”

Chanmi menatap lurus, tepat pada manik pria itu, “Sudah kubilang, Kyu, ini adalah masalah yang berbeda. Kau tidak boleh mencampuradukkan masalahmu dengan kasus yang sedang kau tangani.”

“Tapi cuma ini kesempatannya…”

“Sejak dulu aku selalu percaya kalau kau akan bisa melakukannya, tapi tidak sekarang Kyu.” Chanmi menepuk pelan pundak pimpinannya itu, “Kekuasaan itu sama sekali bukan tandinganmu.”

“Aku pasti akan mengungkapkannya, Chan,” senyum miring yang khas itu terukir di bibirnya, “Kalau aku sendiri tidak dapat melawan kekuasaan itu…maka kita akan bersama-sama menyerangnya.”

Detik berikutnya tangan Kyuhyun dengan cekatan mengangkat gagang telepon yang tiba-tiba menjerit, kemudian menempelkannya di telinga sambil mendengar suara panggilan dari seberang.

“National Intellegence Service, International Crime division, Cho Kyuhyun’s speaking. Can I help you?”

.

.

.
Masih di Seoul, Hapdong Agency News, senyuman Tae Minhee di ruangan pribadinya tampak begitu intim dengan seorang pemuda tampan bertubuh tegap. Garis wajahnya yang tegas semakin maskulin ketika dipadukan dengan kacamata hitam modern dan senyuman yang khas. Mereka tampak serius membicarakan sesuatu, tapi entah apa itu. Yang jelas sebuah kontrak perjanjian baru saja ditandatangani, beriringan dengan dikeluarkannya sekoper uang seratus ribuan won.

“Anda bisa mempercayakan hal ini pada saya, Tuan muda.” Minhee masih memberikan senyum terbaiknya.

Wanita 28 tahun itu tampaknya paham betul dengan apa yang harus dia lakukan setelah menerima uang sebanyak itu, dan tentu saja posisinya sekaranglah yang memberi dia banyak jalan—terutama untuk mendapatkan uang dengan jumlah yang sangat banyak.

“Kuharap kau tidak akan menjilat ludahmu sendiri, Minhee-ssi.” Lengkung sini itu menghiasi wajah tampannya, “Sisanya akan kau terima setelah masalah ini selesai.”

“Tentu saja,” kata Minhee dengan begitu percaya diri, “Ini bukan hal yang sulit untukku. Dengan media aku bisa membuat seorang pembunuh menjadi korban…dan seorang korban menjadi tersangka utama.” Dia tertawa, “Kau akan menerima kabar secepatnya, Tuan Kim…”

“Sudah pasti, karena itu yang kau janjikan, sayang” dia mengecup sekilas bibir Minhee, dan setelahnya melenggang bebas dari sana.

Disisi lain, di dalam sebuah ruangan dengan banyak sekat kubikel berukuran tiga kali empat yang dilengkapi satu set komputer, sekelompok orang baru saja masuk. Mereka menyosor sebaris sofa empuk berbentuk leter L yang berada di tengah ruangan. Seorang pemuda dengan hoodie berkupluk telinga kelinci melangkah cepat menuju sebuah kulkas besar di sudut ruangan dan mengambil beberapa botol air mineral sekaligus.

“Oi, Kim Taehyung, bisa cepat sedikit kan’?”

Suara sopran khas perempuan itu memanggil—mungkin memerintah dengan kalimat tanya lebih tepat. Dia adalah Jung Hajin, si pemilik suara melengking yang cerewet dan untungnya dia adalah seorang penulis naskah yang baik. Tak peduli dengan air mineralnya, dua orang lainnya justru duduk di depan blower dengan mimik wajah bahagia yang konyol—menarik napas dalam-dalam sambil menikmati setiap hembusan angin yang keluar dari mesin listrik itu.

“Jungha, kau sudah berikan laporannya pada bos, kan’?” Jung Hoseok berbicara, dia pria berwajah cengengesan dengan penampilan kasual. Satu-satunya kamerawan di tim peliputan berita mereka, dan karena kebiasaan playboy-nya pemuda itu punya julukan sendiri sekarang—Jhope, panggil saja begitu.

“Ck, Jung Hajin.” Dia mendengus, “Sekali lagi panggil Jungha maka kau akan—”

“Jungha aku minta salinan laporannya, sekarang.” Suara Sunkyo tiba-tiba menggema, dia yang rupanya menelungkupkan kepala sedari tadi sudah menyadari kedatangan tim liputannya.

“Unnie!” Hajin merengut, “Jung Hajin, bukan Jungha!”

“Sun, kau di sini?” itu suara Nayoung—dia akhirnya sadar setelah blowernya dimatikan oleh Taehyung, “Kau belum minta maaf pada bos?”

Jhope berdiri mendadak, “Atau aku sudah dapat izinnya untuk meliput kasus Kim Seungwoo?”

Gadis Han itu yang mendengus kali ini. Alih-alih menjawab, Sunkyo justru kembali menelungkupkan kepalanya—kali ini ditambah sumpalan headset di kedua telinganya.

“Minta maaf saja pada bos, Sun,” Taehyung bersuara, “Tolong jangan menyusahkan dirimu sendiri.”

Hajin menarik napas, “Aku benci Taehyung, tapi kuakui kalau dia benar.”

“Jangan menentang bos.” Jhope melanjutkan, “Kembalilah ke dalam tim, kami tidak punya reporter live sebaik dirimu.”

Hening. Sunkyo masih menelungkupkan kepalanya di meja, meskipun telinganya disumpal dua headset, walaupun dia tidak bisa melihat wajah teman-temannya secara langsung, dan andaipun dia merasa bersalah pada mereka…apapun itu Han Sunkyo tidak bisa kembali. Dia sudah terlanjur digerogoti rasa penasaran, terlebih gadis itu juga sudah terlibat dengan dua detektif, Park Bogum dan Jeon Jungkook sekaligus. Yang harus Sunkyo lakukan sekarang cuma bertahan. Bertahan dan selesaikan apa yang dimulainya.

“Nayoung cukup bagus, dan dia juga cantik—sebetulnya tidak ada masalah kalaupun aku keluar dari tim.” Sunkyo akhirnya buka suara, “Ada yang tidak beres dengan bos dan kematian Kim Seungwoo.”

“Itu bukan urusan kita, Sunkyo-ah,” Jhope menarik napas, “Demi  Tuhan, kita cuma harus melaksanakan tugas, itu saja.”

“Itu berbahaya, Sun. Kau akan terluka nantinya,” Taehyung menambahkan, “Kau akan terluka kalau terlalu jauh ikut campur.”

“Yang terpenting adalah….” Nayoung terhenti, “Kim Seungwoo sama sekali tidak pernah memberikan manfaat apa-apa pada kita—kecuali kau adalah stake holder, para pemangku kepentingan yang berurusan langsung dengan uang atau perusahaannya. Kalau kau bukan salah satu dari mereka, maka hidup dan matinya dia tidak akan memberikan nilai tambah pada kita.”

“Tolong, pikirkan lagi unnie!”

Sunkyo menarik napas lagi, entah sudah yang ke berapa kali. Matanya kemudian menatap anggota timnya satu persatu. Mereka makan di satu wadah yang sama, tidur di ranjang yang sama, mengikuti pelatihan yang sama, masa percobaan yang sama, melewati masa-masa sulit dan menegangkan bersama, bersahabat dengan alam bersama…ini sudah dilakukan sejak mereka pertama kali menginjakkan kaki di kantor agensi Hapdong—termasuk dihina, dimaki, dan disumpah-serapah oleh Tae Minhee.

“Kuharap kalian belum lupa perihal tugas sebenarnya dari seorang jurnalis…” pelan Sunkyo, “Kuharap kalian masih ingat bahwa kebenaran dan keakuratan suatu berita adalah tanggung jawab jurnalis…” dia terhenti, “Kuharap kalian masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang mengantarkan kita sampai sejauh ini…” satu senyum simpul terbentuk di wajahnya, “Aku cuma berharap kalau…kalian masih menyimpan hal ini di dalam hati—mengingatnya dengan baik dan mengaplikasikannya di setiap berita yang akan kita rilis.”

“Han Sunkyo!”

Gadis itu cuma terkekeh, “Aku cuma…cuma merasa bertanggung jawab akan hal itu.”

“Sunkyo-ah….”

“Kalian tetap bebas memutuskan, dan aku sama sekali tidak keberatan kalau prinsip kita berbeda.” Dia masih tersenyum walau hambar, “Kalian tetap teman-teman terbaik yang kumiliki di sini. Kuharap kalian juga tidak akan menghalangi aku….”

Taehyung menarik napas panjang, “Seharusnya aku tahu dari awal, orang seperti apa sebenarnya Han Sunkyo itu…” dia tertawa, kemudian memeluk erat gadis itu. “Ayo kita lakukan diam-diam….”

.

.

.
Kim Namjoon, salah satu anggota dari tim terbaik International Crime baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan khusus pimpinan bersama Min Yoongi. Dua pria bertubuh tegap itu saling menatap, bertukar pandang keheranan saat melihat Kyuhyun yang sudah seminggu uring-uringan. Sudah jadi kebiasaan kalau dia selalu menggila di tengah kasus rumit yang mempertanyakan integritas dan independensinya sebagai kepala kepolisian—tapi sepertinya kali ini agak berbeda, karena Cho Kyuhyun jauh lebih garang dari pada biasanya.

“Lapor, pimpinan Cho,” Namjoon membuka suara, kemudian memberikan map berisi beberapa kertas pada pria dengan mimik kecut itu. “Dia sama sekali tidak bisa memberikan keterangan apa-apa.”

Kyuhyun mendesah lelah, “Tidak mungkin.”

“Park Mina cuma seorang utusan yang dikirim Starwhy.corp untuk menyelesaikan delegasi bisnis antara dua perusahaan raksasa itu.” Min Yoongi menambahkan, “Dia ketakutan dan gemetar, pemeriksaan selama enam belas jam dengan sepuluh pertanyaan itu tidak ada gunanya. Gadis itu sama sekali tidak bisa menjawab satu pun pertanyaan.”

“Apa saja yang kalian kerjakan sebenarnya?!”

Namjoon menarik napas, “Kami menanyakan semua yang ada di daftar, Pak.”

“Persetan!” dia itu berkacak pinggang, “Dia adalah orang terakhir yang menemui Kim Seungwoo tepat sebelum kematiannya…dan sama sekali tidak ada jawaban katamu?!”

“Maafkan kami, pimpinan Cho.” Yoongi membungkuk, kemudian menerima lemparan file berisi kertas-kertas pertanyaan, “Ini salah kami karena tidak melakukannya dengan baik.”

“Sial!” suara Kyuhyun meninggi, “Kalian tahu kalau ini bukan kasus sembarangan!” pria itu bangkit dari duduknya, “Tanyai dia lagi—tanya lagi sampai perempuan itu menjawab semua pertanyaannya!!!”

Namjoon memejamkan mata sejenak, kemudian mengalihkan atensinya pada Yoongi.

“Pimpinan, kami menemukan sesuatu!” gadis mungil dengan surai kuncir kuda itu menyela tiba-tiba, dan tanpa disuruh memberikan selembar kertas pada Kyuhyun, “Pistol yang ditemukan di TKP adalah edisi terbatas dari Chris Kyle TRP Operator 1991, tersertifikat dan dilengkapi dengan nomor identifikasi pemilik. Dan yang paling mengejutkan adalah…orang itu berada di Korea.”

Mata Kyuhyun langsung membulat sempurna, “Apa kau serius, Ji Saehyun?” dia memberikan atensi penuh pada gadis itu, “Ini bukan lelucon yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan dua orang bodoh ini.” Pria itu menekankan setiap kata-katanya.

Saehyun mendengus dan menarik napas sekaligus, “Apa menurutmu aku punya waktu untuk bercanda dengan anjing gila, Pak?”

“Sudah bosan hidup, ya?” Kyuhyun menyeringai, “Panggil Ahn Minji dan Park Jimin, minta mereka melacak keberadaan pemilik pistol ini.”

“Eh, tapi kasus ini…” Saehyun terhenti.

“Betul,” Chanmi tiba-tiba muncul, “Kasus ini tidak bisa dilanjutkan, Kyu.” Wanita itu menyela anggota lainnya, kemudian berdiri tegap di depan meja Cho Kyuhyun.

“Sudah kubilang jangan halangi aku, Chan,” Kyuhyun mendelik, mencoba mengintimidasi wanita itu. “Kepolisian memiliki hak untuk melanjutkan atau menghentikan penyelidikan.”

“Tapi keluarganya menolak—dan kita tidak bisa melanjutkan penyelidikan kalau pihak keluarga menginginkan kasus ditutup. Yang bisa kita lakukan cuma mengikuti prosedur.”

“Park Chanmi!”

“Cho Kyu!” Chanmi menarik napas, “Kalian bisa keluar, teman-teman…”

Saehyun, Yoongi dan Namjoon saling menatap. Ini bukan pertama kalinya ada perdebatan sengit diantara mereka—dan sejauh ini cuma Park Chanmi, anggota kepolisian yang berani menentang si anjing gila. Detik berikutnya mereka meninggalkan ruangan serentak, bahkan sebelum diisyaratkan keluar oleh Cho Kyuhyun yang arogan.

Masih di divisi International Crime, Namjoon kembali ke ruang interogasi sedangkan Yoongi kembali ke Yongsan-gu untuk memeriksa ulang TKP. Mana tahu ada bukti tambahan lain yang bisa dia temukan, begitu katanya. Tentu saja ini menjadi sangat menarik bagi Kim Namjoon, karena dia sendirilah yang akan menginterogasi Park Mina—yang mana ini adalah kesempatan emasnya.

Dalam satu gerakan pemuda itu sudah mematikan seluruh sistem keamanan yang ada, kamera pengawas, penyadap suara dan mengunci pintu ruangan kedap suara itu. Tak butuh waktu lama bagi seorang Kim Namjoon untuk melakukannya, dan mimik terkejut itu terpancar jelas di wajah Mina tepat setelah pemuda itu masuk ke dalam.

“T—tuan,”

“Park Mina.” Polisi tampan itu menyebut namanya, “Kerja bagus.”

“Y—ya?”

“Tetaplah seperti itu, sayang,” perlahan seringai itu menghiasi wajah Namjoon, “Kau sudah melakukannya dengan baik.”

“Tapi a—aku….”

Namjoon menarik napas, “Tolong bantu aku, Mina-ah…” dia tersenyum simpul, “Jangan katakan apapun sampai semuanya selesai.”

“Tolong!” Gadis itu menatap manik Namjoon takut-takut, “Aku tak tahan lagi.” Dia menelan salivanya, “Ini sangat menakutkan dan melelahkan.”

.

.

.
Setelahnya dua minggu terlewat begitu saja, dan kasus Kim Seungwoo masih meninggalkan misteri bagi pihak kepolisian, media dan pihak-pihak terkait yang sangat ingin mengungkapkan alasan sebenarnya di balik kematian pria kaya itu. Lantas hal itu pula yang membuat Sunkyo lagi-lagi berdiam diri di toko kopi kecil langganannya itu, menelungkupkan kepala sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dia cukup senang bahwa ternyata Taehyung peduli padanya, terutama kenyataan kalau dia berhasil membujuk tim agar bersedia membantu untuk mempublikasikan berita soal kebenaran di balik Kematian Kim Seungwoo—dan sekarang yang perlu dia lakukan cuma mencari tahu kebenarannya.

Tinggal selangkah lagi, setelah penyelidikan tanpa henti selama dua minggu berturut-turut akhirnya mereka menemukan beberapa titik terang—terutama kesimpulan yang meruncing pada kenyataan kalau Kim Seungwoo memang mati terbunuh. Semua orang yang mereka temui memberikan clue-nya tersendiri, meskipun itu memang dipancing keluar secara sengaja dan tentunya tanpa disadari para narasumber. Meskipun begitu tetap ada suatu hal yang ganjil: yaitu kenyataan bahwa Kim Seungwoo memiliki tiga putra yang semuanya tidak diketahui keberadaannya dan menolak di wawancara.

“Sun!”

Suara bass itu datang dari Jeon Jungkook. Pemuda berwajah polos dengan senyuman secerah matahari itu sudah melambaikan tangannya dari jauh. Di belakangnya ada dua orang lagi, yang satu jelas Park Bogum akan tetapi yang satunya lagi adalah…seseorang yang sangat dikenalnya, sekaligus orang yang sangat tidak ingin ditemuinya. Dia Kim Seokjin, pria kaya yang seharusnya tidak pernah ada dalam daftar riwayat hidupnya—seseorang yang memiliki hubungan paling rumit dengan Han Sunkyo, dia Kim Seokjin.

“Sudah menunggu lama?” Bogum tersenyum simpul, kemudian duduk tepat di hadapan Sunkyo.

Tapi yang ditanya justru bungkam, yang dilakukan gadis itu bukan menyapa atau menjawab pertanyaan Bogum melainkan memberikan atensi penuh pada seorang Kim Seokjin.

Jungkook terkekeh, “Oh—dia Kim Seokjin.”

“Aku tahu.”

Bogum mendelik, “Tahu apa?”

“Kenapa dia ada di sini?” Sunkyo mengabaikan pertanyaan Bogum, “Tolong, ini bukan acara santai minum kopi.”

“Tentu saja,” Jungkook menyahut, “Dia di sini karena mulai sekarang Kim Seokjin akan bergabung dalam penyelidikan ini.”

“Apa?”

“Dia akan bergabung, Sun,” Bogum memperjelas ucapan Jungkook, “Kim Seokjin terdaftar sebagai ketua tim analis di NIS, jadi dia—”

“Tidak mungkin!” potong Sunkyo cepat—terlalu cepat.

“Apa kau begitu benci padaku, Sunkyo-ah?” Seokjin membuka suara, “Aku datang karena khawatir padamu.”

Hening. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut gadis itu. Lidahnya kelu, sama sekali tak tahu apa yang harus dia katakan pada seorang Kim Seojkin. Dulu pertemuan mereka begitu sederhana, tapi tidak dengan liku-liku kisah kebersamaan mereka. Ini sudah lewat tiga tahun sejak Kim Seokjin meninggalkannya, pergi tanpa jejak setelah membuat gadis Han itu bergantung padanya.

“Kalian saling kenal?” tanya Jungkook langsung, “Apa ini alasannya kau bergabung, Jin?”

“Sejak awal aku berjanji akan melindunginya,” pemuda itu mengangguk mantap, “Satu-satunya alasan yang bisa membuatku bertemu dengannya.”

“Pembohong.” Sunkyo tertawa hambar, “Semua yang kau ucapkan sama sekali bukan demi siapapun, kecuali untuk dirimu sendiri. Kau seegois itu, Kim Seokjin.”

Bogum tersenyum miring, “Jadi, bisakah kalian lupakan masalah itu sejenak dan fokus pada kasusnya?”

“Jadi—” Jungkook menggantung ucapannya, menunggu Seokjin duduk sambil mengeluarkan data miliknya.

“Ini adalah gambar yang kuterima dari TKP, posisi mayat Kim Seungwoo saat ditemukan.” Pemuda itu mengeluarkan secarik foto berukuran sedang.

Di dalamnya tergambar seorang pria paruh baya terkapar berlumuran darah, terdapat noda darah di dinding, dan kondisi meja kerja yang sangat berantakan. Di tangan kirinya korban tampak memegang sepuntung rokok yang tinggal setengah, berkas-berkas di meja berserakan, lampu belajar yang bertengger manis di sebelah kanan dalam keadaan mati sedangkan perkiraan waktu kematian sekitar pukul sebelas malam hari.

“Menurutmu apa dia benar-benar bunuh diri?” Sunkyo membuka pertanyaan, “Ada bercak darah di dinding dan pistol di tangannya, apa ini benar-benar kasus pembunuhan?”

Bogum tersenyum simpul, “Itu bisa jadi…tapi kalaupun Kim Seungwoo bunuh diri, seharusnya ada seseorang yang memandunya.”

“Pertama dia kidal.” Seokjin memulai hipotesisnya, “Pasti kalian sudah mendengar hal ini dari pihak International Crime sebelumnya, tapi coba lihat di sini.” Pemuda itu menunjuk letak lampu di dalam foto, “Kim Seungwoo bertangan kidal karena lampu belajar di mejanya berada di sebelah kanan, dan ini adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang kidal—kita yang secara normal menggunakan tangan kanan pasti akan meletakan lampu di sebelah kiri, dengan konsep yang sama seperti memakai aksesoris seperti gelang atau jam tangan.”

Jungkook bersedekap, “Seseorang yang bunuh diri biasanya akan menyelesaikan semua pekerjaannya lebih dulu sebelum mengeksekusi tindakannya, dan satu hal yang pasti adalah…seseorang yang berniat bunuh diri tidak akan terpikir untuk melakukannya sambil merokok.”

“Bingo!” Bogum menyeringai, “Lampunya juga dalam keadaan mati, sementara berkas yang berserakan di meja itu menandakan kalau pekerjaannya belum selesai. Menurutmu, kenapa dia mau menembak kepalanya sendiri saat memiliki begitu banyak tugas penting yang harus dilakukan?”

Sunkyo tampak berpikir, “Sebelumnya memang tersiar kabar kalau Luminous.Inc akan mengakuisisi Heollisae Grup, jadi seharusnya Kim Seungwoo tengah memeriksa berkas-berkas yang berkaitan dengan penggabungan perusahaan dan akuisisi. Kemungkinan dia merokok untuk menghilangkan kejenuhan, tapi tidak mungkin dia secara tiba-tiba terpikir untuk menembak kepalanya sendiri.”

Mereka berempat saling bertatapan.

Seokjin memajukan tubuhnya, “Kalau kalian sadar, posisi noda darah di dinding berlawanan dengan arah penembakan pistol. Seharusnya mustahil bagi dia untuk menembak kepala dengan pistol yang dia pegang—”

“Maksudmu ini alibi?”  Sunkyo menarik napas dalam-dalam, “Apa dia benar-benar dibunuh?”

“Sun, saat kau bunuh diri dengan pistol, maka secara harfiah tubuhmu akan langsung lemas dan tak berdaya—tanganmu tak akan mampu lagi memegang pistol.” Jungkook menjelaskan, “Lagi pula pesan kematian ditemukan dua hari kemudian di laci ketiga meja kerja Kim Seungwoo, sementara perkiraan waktu kematian menunjukan pukul sebelas malam hari—jangan lupa kalau lampunya mati. Menurutmu apa masuk akal kalau pesan kematian seseorang justru tersembunyi, dan bukanya di biarkan secara terbuka? Belum lagi lampunya dalam kondisi mati…kira-kira apa yang bisa ditulis seseorang di malam hari tanpa lampu?”

“Kalau ini pembunuhan, lantas mengapa semua orang menutupinya?” gadis itu bertanya sakartis, “Aku sama sekali tidak mengerti, mengapa ada orang yang mau membodohi masyarakat sampai seniat ini.”

Bogum terkekeh, “Uang, prestis dan kekuasaan. Cuma itu jawabannya.”

“Jadi…apakah kita bisa yakin betul kalau ini adalah kasus pembunuhan?” Sunkyo bertanya lagi, “Apa ini kesimpulan sementara kita?

Jungkook mengangguk mantap, “Menurut data yang kita dapat ditambah dengan kesimpulan Kim Seokjin…seharusnya memang begitu.”

“Dia orang kaya, jadi pasti ada banyak pihak yang menginginkan nyawanya.” Bogum tersenyum lagi, “Dan orang-orang itu pasti juga punya alasan, kan’?”

“Lalu, apa alasanmu?” Sunkyo bertanya lagi, pertanyaan yang sebetulnya sudah sering dia tanyakan pada Bogum dan Jungkook, “Dan kau, Kim Seokjin, apa alibimu?”

Tiga lelaki itu terkekeh.

“Sudah kubilang puluhan kali, Sun, kalau aku dan Jungkook dibayar!” Bogum tertawa renyah.

Seokjin mendengus, “Sudah kubilang kalau aku akan melindungimu.”

Jungkook tiba-tiba saja bangkit berdiri, “Teman-teman, kenapa kita tidak bahas hal lain yang lebih bermanfaat?” dia menatap tiga orang sisanya satu per satu, “Ketika kita sudah mengacu pada suatu hipotesis…kenapa tidak mengujinya?”

“Apa yang akan kita lakukan untuk mengujinya?”

“Pertama, kita harus menemui satu orang saksi kunci lagi dan menggali informasi sedalam-dalamnya. Kedua, kita akan mengumpulkan bukti bahwa Kim Seungwoo mati terbunuh—ini akan melibatkan pihak kepolisian, terutama kalau kita sudah bisa memastikan siapa orangnya, dan yang terakhir sesuai dengan tujuan awal Sunkyo bergabung…kita akan mengungkapkan kebenarannya melalui liputan khusus media massa.” Jungkook kembali duduk, memaparkan strategi adalah keahliannya.

Kim Seokjin bersedekap, “Tapi, Sun, kau sama sekali tidak memiliki alasan untuk melakukan ini. Kau sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kim Seungwoo, ja—”

“Ada.” Gadis itu memotong ucapan Seokjin cepat-cepat, “Adikku terbunuh karena proyek rahasia mereka.”

“Jadi maksudmu mereka memiliki sesuatu yang disembunyikan?” Bogum masih berpikir, “Apakah ada kemungkinan kalau alibi yang ada pada kasus kematian Kim Seungwoo juga berhubungan dengan proyek rahasia itu?”

Dia mengalihkan atensinya, “Ya, aku—aku tidak tahu,”

“Lantas dari mana informasi itu kau terima?” Seokjin menatap gadis itu lekat-lekat, “Informasi seperti itu bukan sesuatu yang bisa didapatkan dengan mudah…siapa nama adikmu?”

“Han Hara, kenapa?”

“Dia ketua tim analisis NIS, jadi kemungkinan besar akan ada informasi tambahan terkait proyek itu juga.” Bogum tiba-tiba menyela, sementara Kim Seokjin cuma mengiyakan.

“Apa kau tahu tentang apa proyek rahasia itu?” Seokjin bertanya hati-hati, “Setidaknya aku harus tahu landasan informasinya untuk mencari tahu.”

Gadis itu tampak berpikir sejenak, “Adikku itu mahasiswa manajemen tahun kedua di SNU, dia tiba-tiba saja di panggil oleh seorang dewan komisaris yang juga profesor di fakultas ekonomi. Dia terlibat dalam beberapa praktik keuangan yang katanya sangat rahasia…dan puncaknya ketika dia dikirim dalam tim pengembangan ke Egypt untuk melakukan penelitian ekonomi. Tak butuh waktu lama, kami mendengar kabar kalau terjadi kecelakaan besar yang merenggut nyawanya.” Senyuman hambar itu tergambar jelas di wajah Sunkyo, “Mereka mengatakan bahwa itu murni kecelakaan meskipun hasil autopsi-nya tidak meyakinkan—lalu kasus ditutup sepihak. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Makanya aku sangat ingin mengungkap alasan sebenarnya dari kematian Kim Seungwoo—ini seperti skema yang berulang.”

Hening. Tiga pria itu cuma menatap Sunkyo dalam diam. Tidak ada yang tahu bahwa pernah ada kasus seperti itu—termasuk kenyataan bahwa orang-orang itu masih warga negara Korea Selatan.

“Satu hal lagi,” Seokjin tiba-tiba buka suara, “Waktu yang tersisa tidak banyak, maksimal satu minggu dari sekarang.” Pemuda itu mulai serius, “Ada batas waktu yang diberikan pada kepolisian, khususnya untuk kasus-kasus tertentu dimana pihak keluarga ternyata menolak prosedur penyelidikan dan secara pribadi menginginkan kasus ditutup. Kita tidak bisa melakukan apapun atas hal itu karena ini merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat.”

.

.

.
Ahn Minji dan Park Jimin baru saja keluar dari sebuah toko senjata di Dongdaemun ketika Namjoon masuk ke dalam toko yang sama. Di dalamnya ada seorang pria tinggi bertubuh kekar dengan tato di lengannya, dan Kim Namjoon baru saja memberikan seringai terbaiknya pada orang itu.

“Bagaimana?” dia bertanya acuh, kemudian duduk di sofa panjang dekat jendela, “Mereka tidak tanya yang aneh-aneh, kan’?”

“Tidak tuan,” pria itu membalas dengan seringai yang sama, “Bukankah pemilik senjata itu sudah ditentukan sejak awal?”

Pemuda itu mengangguk mantap, “Yah, pemiliknya adalah seseorang yang cukup disegani di NIS.”

“Dan dia akan berhubungan dengan seorang wanita cantik?” dia bertanya lagi, sukses membuat Namjoon mengulum senyum.

“Tentu,” jawab pemuda Kim itu cepat, “Dia akan memiliki alibi yang tepat ketika dinyatakan sebagai pembunuh Kim Seungwoo—dan pada akhirnya orang itu akan dipermalukan karena ternyata hasil forensik-nya menemukan kalau si tua bangka Kim itu memang benar-benar bunuh diri.”

“Anda memang menakutkan,” dia tertawa, “Semoga berhasil.”

Masih di Dongdaemun, Bogum dan Sunkyo baru saja menginjakkan kaki mereka di Sky Terrace Appartement, kemudian naik sampai lantai 41 untuk menemui orang pertama dalam daftar interogasi mereka. Dia Park Jihyun, seorang wanita muda yang baru-baru ini aktif memimpin Heollisae Grup—dengan kata lain, dia adalah orang yang cukup paham perihal kronologis akuisisi dan kalau mereka beruntung maka akan ada informasi tambahan mengenai proyek rahasia Luminous.Inc.

Dan di sinilah mereka berada sekarang, duduk di penthouse berukuran besar dengan segala dekorasi simpel dan elegan berwarna senada. Tepat di hadapan mereka sudah ada Park Jihyun, perempuan berusia pertengahan dua puluh—cantik dan begitu memesona, mungkin itu dua kata paling tepat untuk menggambarkan sosok perempuan sosialita seperti dia.

“Apa yang membawa kalian kemari?” dia bertanya langsung, tegas dan tanpa basa-basi.

Bogum menegakkan posisi duduknya, “Jadi Jihyun-ssi, kami punya beberapa pertanyaan seputar batalnya pengakuisisian Luminous.Inc terhadap Heollisae Grup karena kasus kematian Kim Seungwoo.”

“Kami akan memuat beritanya di halaman depan Daily Seoul, Nona Park….” Sunkyo tersenyum, “Boleh ya kami menanyakan beberapa pertanyaan terkait kehidupan Anda yang luar biasa?”

Jihyun tersenyum miring, “Kenapa kalian penasaran?”

“Seperti yang Anda ketahui, Nona Park, bahwa setiap perusahaan yang sudah masuk dalam daftar pencaplokan Luminous.Inc sama sekali tidak bisa lepas dengan mudah,” Bogum memberi jeda, “Dan kali ini Heollisae Grup benar-benar seperti mendapat jackpot—kau pasti mengerti maksud kami….”

Wanita itu tertawa, entah apa yang dia tertawakan sebetulnya karena sama sekali tidak ada yang lucu di sana.

“Apa anda keberatan, Nona?” Sunkyo bertanya setelah ikut tertawa hambar sebelumnya.

“Kim Seungwoo pantas mati. Itu saja.” dia menjawab singkat, padat dan jelas—Park Jihyun selalu begitu.

Bogum mengerutkan keningnya, “Maksudnya?”

“Yah, tidak ada maksud apa-apa,” Jihyun menarik napas, “Hanya saja dia memang pantas mati.”

“Apa yang membuat Anda berpikiran seperti itu?” Sunkyo mencondongkan tubuhnya, mencoba memberikan atensi lebih pada wanita itu.

Jihyun mendengus, “Dia membunuh banyak orang…termasuk ayahku.”

“A—apa?”

“Ada sebuah proyek rahasia yang akan menggemparkan seluruh Korea Selatan, itupun kalau kalian mau tahu.” Wanita itu menyeringai, “Dan akan sangat menarik apabila berita ini terekspose disaat seperti ini.”

“Apa…itu?” Bogum bertanya hati-hati, “Proyek seperti apa?”

“Kudeta.” Jihyun menjawab langsung, “Mereka berencana menggulingkan Presiden Korea Selatan yang sekarang demi menjadikan Kim Seungwoo pimpinan baru, di negara baru yang komunis seperti Korea Utara…dan apabila ini berjalan baik maka Republik Korea akan kembali bersatu seperti sedia kala.”

Hening. Baik Sunkyo maupun Bogum tidak ada yang menanggapi jawaban Jihyun. Kedua rekan satu tim itu cuma saling memandang dengan tatapan tidak percaya.

“Tapi mengapa mereka harus mengirim tim pengembangan untuk meneliti seputar ekonomi di Egypt?” Sunkyo bertanya tiba-tiba, “Bukankah  tujuan mereka adalah presiden?”

Jihyun membulatkan matanya sempurna, “Tahu dari mana kau informasi itu?”

“Adikku adalah salah satu anggota dari tim peneliti mereka.” Tegas Sunkyo, “Dia mati tanpa alasan yang jelas dan kasusnya ditutup begitu saja. bahkan tak seorang pun di Republik Korea Selatan ini yang tahu kalau adikku mati seperti itu.”

“Aku menyesal,” Jihyun memberi jeda, “Itu bukan sepenuhnya kesalahan Kim Seungwoo.”

“Jadi maksudmu ada orang lain yang terlibat?” Bogum mengerutkan keningnya, “Apa ini berkaitan dengan ketiga putranya?”

“Tentu saja.” wanita itu menarik napas, “Kim Seungwoo punya tiga orang putra, dan ketiganya berkonspirasi untuk menjatuhkannya.”

“Apa pembunuhan ini juga dilakukan oleh mereka?” Sunkyo bertanya cepat, “Dan siapa orang-orang yang menyandang status sebagai putranya Kim Seungwoo itu?”

Jihyun tersenyum hambar, “Kenapa kau begitu penasaran, reporter Han?”

“Lantas mengapa anda mengalihkan pertanyaan saya, Nona?”

“Menurutmu kenapa?” dia justru alik bertanya, “Memangnya aku siapa sampai bisa tahu sedetil ini?

Sunkyo berpikir sejenak, “Karena Anda adalah salah satu pihak yang terlibat?”

Lagi-lagi Jihyun tertawa, suaranya keras dan melengking dengan nada mengejek yang ditujukan pada dua orang di depannya. Namun, Bogum menyadari sesuatu. Atensinya yang selalu baik pada segala hal tiba-tiba saja menemukan kalau ada hal yang sangat tidak beres di sini.

Bogum menyeringai, “Kenapa kau begitu terbuka, Jihyun-ssi?”

“Kau khawatir?” wanita itu bangkit dari duduknya, kemudian mengambil sebuah handgun yang terletak di dalam kotak kaca tak jauh dari sana. “Bukankah itu sudah terlambat bagi kalian berdua?”

“Ji-jihyun-ssi!” Sunkyo bergidik ngeri, “Tolong tenangkan pikiranmu!”

Bogum cepat-cepat bangkit, kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan pistol dengan tipe yang sama. Insting-nya secara otomatis memandu pria itu, membuat Bogum berdiri tepat di depan Sunkyo, melindungi gadis itu. Dan detik berikutnya….

“Menyerahlah, Park Jihyun!” Park Jimin berseru.

Suara bariton itu memenuhi seluruh ruangan, diikuti dengan barisan polisi yang keluar dari tempat persembunyian mereka—entah dari mana. Pastinya detik itu juga Jihyun sudah kalah. Dia sudah dikepung banyak orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai polisi.

“Kau ditahan sebagai kaki tangan pembunuhan.” Cho Kyuhyun tersenyum dengan penuh kemenangan, “Surat perintah penangkapan akan diturunkan setelah laporan pengakuanmu di proses.”

Ahn Minji lantas mendekati wanita itu selangkah demi selangkah, kemudian dalam satu gerakan cepat dia menepis lengan Jihyun—mencekal pergelangan wanita itu dan memborgolnya. “Kau bisa memanggil pengacara dan menjelaskannya di kantor.”

“Argh, sial!” dia meronta, “LEPASKAN AKU!!”

“Kau tidak bisa menolak, Park Jihyun-ssi” Ahn Minji mengeratkan cekalan tangannya, “Kejahatan akan tetap menjadi kejahatan sekecil apapun itu.”

Jihyun mendengus, “Kalian akan menyesal, percayalah!”

“Kau bisa menjelaskannya nanti dikantor, Jihyun-ssi,” Jimin menyeret wanita itu keluar dari penthouse-nya.

“Bukan aku, bodoh!” dia masih meronta, “Pembunuh itu masih berkeliaran, ada di antara kalian!” wanita itu masih berteriak, “Aku sama sekali tidak terlibat dengan kasus menjijikkan itu!”

Minji membuka pintu, “Ya, ya, ya, kau bisa menjelaskannya nant—”

Hening. Ahn Minji bergeming seketika, terpaku pada moncong pistol yang tengah diarahkan tepat di depan dahinya. Matanya membulat sempurna, dan keterkejutan yang lebih sempurna lagi adalah kenyataan bahwa orang yang tengah menodongkan pistol itu padanya…dia Kim Namjoon—lengkap dengan seragam kepolisian-nya dan barisan pasukan yang lebih banyak dari tim lapangan mereka. Pemuda itu mengacungkan selembar surat izin penangkapan.

“Kalian semua akan ditahan,” dia berucap pelan dengan penuh penekanan, “Dengan tuduhan pembunuhan dan kaki tangan pembunuhan atas Presdir dari Luminous.Inc, Kim Seungwoo.”

Sunkyo, Bogum, Kyuhyun dan sisa personel yang masih berada di dalam sukses membatu.

“KIM NAMJOON!”

Kyuhyun menghampiri Minji yang masih dibawah todongan senjata, dan detik itu juga puluhan moncong pistol dari anggota kepolisian lainnya diarahkan pada pria itu. Dia terhenti, ikut bergeming dengan tatapan tidak percaya. Cho Kyuhyun, seorang pimpinan International Crime baru saja kehilangan semua kata-katanya—termasuk seluruh kesadarannya. Dia lunglai, hampir roboh kalau Minji tidak menahan lengannya.

“Cho Kyuhyun, kau ditangkap dengan tuduhan pembunuhan terhadap Kim Seungwoo.” Namjoon mempertegas kata-katanya, “Pembelaan bisa dilakukan di kantor polisi, dan kau berhak menghubungi pengacara.”

“Aku perlu bukti.” Dia bersikeras, “Surat izin penangkapan tanpa bukti sama sekali belum bisa membodohiku.”

Namjoon masih kukuh, “Kami memiliki buktinya, Pak.”

“Ini tidak mungkin!” Kyuhyun menatap Namjoon tajam, “Menurutmu apa mungkin seseorang yang sangat ingin kasus pembunuhan ini terungkap justru ditangkap sebagai tersangkanya?”

“Tentu saja, kami punya buktinya.”

“Kau gila, Kim Namjoon!” Chanmi berseru tiba-tiba, “Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Kyuhyun sangat menginginkan kasus ini terungkap, tidak masuk akal kalau dia adalah pelakunya!”

Namjoon menarik napas, “Oke, sekarang jawab pertanyaan ini…siapa orang yang selalu sibuk mencari tahu tentang kasus bunuh diri Kim Seungwoo? Siapa orang yang paling yakin kalau Kim Seungwoo memang mati terbunuh? Dan siapa orang yang paling frustasi untuk mencari pembunuhnya?”

“Justru karena itu!” Chanmi berseru, “Dia adalah orang yang paling tidak mungkin menjadi tersangka!”

Sekali lagi Namjoon menarik napas, “Dua minggu yang lalu kita menemukan bahwa pistol yang di temukan bersama mayat Kim Seungwoo, dan tentu saja kita semua tahu kalau pistol mahal itu tersertifikat dengan baik—juga disertai dengan nomor identifikasi pemilik. Dan fakta menunjukan bahwa Cho Kyuhyun terdaftar sebagai pemilik dari senjata mematikan itu.”

“TIDAK MUNGKIN!”

Hening. Seruan terakhir Kyuhyum sukses memekakan telinga semua orang, dan setelahnya benar-benar sunyi. Seperti menegakkan benang basah, rasanya sangat sulit—terutama setelah bukti yang tak masuk akal itu menyudutkan Kyuhyun lebih dalam.

“Aku tahu kalau kau sama sekali tidak bersalah.”

Itu adalah suara Kim Seokjin, yang entah dari mana datangnya tiba-tiba saja muncul di sana. Dan masih seperti tadi, Sunkyo dan Bogum hanya bisa melihat semua yang terjadi tanpa melakukan apa-apa. Dalam benak gadis itu muncul banyak sekali pertanyaan, terutama tentang alasan seorang Kim Seokjin—dan dia sama sekali tidak bisa bertanya ataupun menemukan jawabannya. Pertanyaan itu cuma bisa terjawab kalau pria itu sendiri yang menjawabnya, bahkan batin terdalamnya pun sama sekali tidak tahu…apa sebenarnya alasan dari tindakan seorang Kim Seokjin?

“Sekarang kau punya dua pilihan.” Seokjin berucap lagi, “Pertama, kau harus mengalah Cho Kyuhyun. Atau yang kedua, kau harus menerima kekalahan yang sangat tidak adil ini.”

“Kim Seokjin!” Sunkyo tiba-tiba saja berseru, membuat seluruh atensi itu beralih padanya, tapi tidak dengan pria itu.

Dia yang memiliki nama Kim Seokjin itu justru sama sekali tidak bergeming.

Dia menyeringai, “Apapun yang terjadi setelah ini adalah akibat dari pilihanmu. Tolong pilih dengan bijak, Pimpinan.”

“BRENGSEK!”

“Ya, aku tahu itu—tapi sayang, cuma kau yang menganggapku begitu Kyu,” dia tersenyum, “Pada dasarnya sejak awal mereka semua adalah orangku.”

“Kim Seokjin, k—kau—”

“Pilihlah, Kyu.” Seokjin memotong, “Sejak awal seharusnya kau mengalah saja, jadi hal seperti ini tidak perlu terjadi.”

“BIADAB!” Kyuhyun meronta lagi, “Kau bahkan tega membunuh ayahmu sendiri?!”

“Itu bukan hal yang sulit. Kim Seungwoo, orang yang kau bilang ayahku itu…dia terlalu serakah, iya kan’?” Seokjin tertawa, “Setelah mengekang kami bertiga dia menginginkan takhta—dia ingin menjadi raja yang sesungguhnya, karena itu kudeta direncanakan. Ayahmu terlibat, makanya dia mati terbunuh. Dan bukankah seharusnya Korea Selatan berterimakasih padaku?”

“KIM SEOKJIN!”

“Kalau kau mengalah, maka aku akan merilis berita bahwa Kim Seungwoo memang benar mati bunuh diri. Konsekuensinya adalah kita semua harus tutup mata atas apa yang terjadi di sini, mengubur dalam-dalam kenyataan bahwa ayah tercintaku itu mati di tanganku.” Pemuda Kim itu berpikir sejenak, “Dan kalau kau lebih suka kalah dengan cara seperti ini maka…kasus Kim Seungwoo akan ditetapkan sebagai kasus pembunuhan, dan Cho Kyuhyun adalah tersangka utamanya.”

.

.

.
“Setelah penyeledikkan yang dilakukan oleh tim forensik, ditemukan fakta bahwa kasus Kematian Presdir Luminous.Inc, Kim Seungwoo, adalah murni ditetapkan sebagai Kasus bunuh diri. Terkait dengan rumor yang beredar bahwa adanya ketidaksesuaian antara posisi luka, noda darah dan penggunaan tangan kidal pada korban ternyata sudah dapat dipastikan kebenarannya.

Park Chanmi, ketua tim forensik menyatakan bahwa: “Kim Seungwoo sama sekali tidak kidal. Memang benar bahwa di TKP posisi lampu memang cukup mengindikasikan bahwa korban bertangan kidal, namun apabila dilihat dari posisi kertas dan bolpoin maka sangat jelas kalau Kim Seungwoo menulis dengan tangan kanan. Yang kedua soal noda darah yang ganjil, setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian ditemukan bahwa jika kepala seseorang berada di posisi Kim Seungwoo maka darah akan berkumpul di daerah leher. Yang berarti luka tembakan berada di pelipis kanan, tepat seperti bekas tembakan yang ada pada Kim Seungwoo. Selanjutnya diketahui bahwa letak asbak dan botol sampanye berada di sisi kiri, artinya dia menggunakan tangan yang tidak dominan (kiri) untuk melakukan pekerjaan sampingan seperti minum atau merokok.”

Dengan keterangan tersebut, maka kasus Kim Seungwoo resmi ditutup oleh pihak kepolisian. Terkait dengan kematian Kim Seungwoo dan bisnis yang ditinggalkannya, putra sulungnya Kim Seokjin akan mewariskan seluruh aset Kim Seungwoo dan melanjutkan bisnis keluarga mereka—demikian sekilas info pagi ini, dari Hannamdong, Yongsan-gu, Lee Nayoung melaporkan.

.

.

.
Sunkyo mematikan menekan tombol off pada remote untuk mematikan tv. Dia masih tak habis pikir dengan apa yang dikatakan Kim Seokjin kemarin: orang yang menguasai media akan menguasai dunia.
-END-

28 thoughts on “[SEG Event] Choice: The Great You

  1. Halo ci… kely here hahahha
    Setelah baca aku jadi suka jin masa hahahah… dia keren. Itu permainan kata nya mantap… dan konspirasinya jahat.. aku sukaa hahahaha. Udh ci itu aja aku bingung 😂😂😂😂

  2. Huahhh cece astagaaaa jin kejam.. jin kejam… jin kejam… fix gamau kenal jin lagi!! #eh ngga deng boong# 😂😂😂😂😂 btw aku baca kok jd simpati sama kyu yah… kalo tukang modus dan alibi bikin ff emang beda kali yaaa… ffnya juga isinya alibi #eh wakakakaka… mangaatsss ce 😚😚😚😚

Leave Your Comments Juseyo ^^