Ocean Eyes (Chapter 2) “Sudden Tears”

Seungwoo 2

Author|Vania Akari|Casts|Han Seungwoo (X1) x OC|Genre|Angst, Romance|Lenght| Short Chapter|Rating|PG-15

I’ve been watching you for sometimes, can’t stop staring at those ocean eyes.
Burning cities and napalm skies, fifteen flares inside those ocean eyes.

“Kumohon bertahanlah Han Seungwoo…aku bahkan belum tahu kau siapa yang bisa membuatku jadi seperti ini. Tuhan kalau Kau benar-benar ada, sekali saja jangan biarkan dia mati sebelum aku memperbolehkannya.”

Malam yang menyebalkan telah berlalu. Matahari bersinar cerah, suara burung-burung yang bertengger di balkon ruang kerja Taera terdengar dengan jelas. Cahaya matahari menyelinap masuk melalui jendela ruangannya yang sedikit terbuka. Dengan malas Taera berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat akibat tertidur dengan posisi terduduk di meja kerjanya. Buku-buku berserakan di sekitar mejanya. Dengan kasar ia menyingkirkan begitu saja buku-buku itu hingga terjatuh ke lantai.

Teeettt!!Teeettt!!!

Ia terkejut mendengar bunyi bel yang sangat keras. Ia tidak ingat ada bel pasien di ruangannya, seharusnya bel pasien hanya ada di ruang perawat.

“Tunggu dulu….. bel pasien ini pasti baru saja dipasang untuk pasien VIP itu. Han Seungwoo.”

“Dokter Lee pasien kamar 701…” seorang perawat masuk ke ruangan Taera dengan tergesa-gesa.

“Ada apa dengannya? Apa dia sudah sekarat padahal berita tentangnya belum muncul sama sekali di berita, dengan aku sebagai dokternya?” Taera sudah bersiap-siap untuk segera berlari ke ruangan Seungwoo tetapi terhenti begitu mendengar penjelasan perawat yang mendampinginya.

“Tuan Han ingin mandi, tapi dia bilang anda tidak memperbolehkannya mandi sendiri.”

“Iya..lalu? Bukannya seharusnya perawat yang memandikannya, mengapa malah memanggilku?”

“Tuan Han hanya mau dimandikan oleh anda……” jawab perawat itu setengah suara.

Taera menghela nafas, berusaha menahan amarahnya, entah masalah apa lagi yang akan dihadipinya hari ini hanya karena seorang pasien keras kepala.

Taera masuk ke kamar Seungwoo bersama dengan seorang perawat yang membawa sebuah baskom berisi air, kain lap, juga pakaian ganti. Saat melihat Taera dan perawat di ambang pintu, Seungwoo memberi isyarat pada Taera untuk menyuruh perawat tidak ikut masuk ke kamarnya. Setelah perawat itu pergi, dengan wajah datar Taera mendekat ke arah pasiennya dengan IV yang sudah terpasang kembali di tangannya. Tanpa banyak bicara, Taera mulai membuka kancing pakaian Seungwoo. Dada bidang sempurna Seungwoo yang bisa membuat semua wanita pinsan, tidak mempunyai efek apapun pada Taera. Taera melepaskan terlebih dahulu dari tangan sebelah kanan Seungwoo baru dengan hati-hati melepaskan yg sebelah kiri sehingga tidak mengenai IV di tangan sebelah kiri Seungwoo. Taera membasuh seluruh tubuh Seungwoo dengan kain basah dan sedikit sabun.

“Dokter Lee, kenapa kau tidak mengatakan apapun? Atau bertanya kenapa aku meminta kau untuk memandikanku?”

“Aku di sini sedang bekerja dengan tanganku bukan mulutku. Aku juga tidak peduli apapun alasanmu. Yang penting kau sudah mau menuruti anjuranku untuk tidak mandi sendiri dan melepas IVmu lagi.” Jawab Taera sambil membasuh rambut Seungwoo. Seungwoo tertawa kecil mendengar jawaban Taera.

“Kenapa kau tertawa Seungwoo-ssi? Memangnya ada yang lucu di sini?” Senyum Seungwoo semakin lebar melihat ekspresi sebal Taera yang berusaha tidak diperlihatkannya. Taera seperti sedang berusaha keras mempertahankan wajah datarnya.

Setelah memastikan seluruh tubuh Seungwoo sudah bersih dan kering, ia kembali mengenakan pakaian Seungwoo dan memaksa Seungwoo untuk kembali tidur di kasurnya. Ia kembali menghidupkan laju IV Seungwoo kemudian menyalakan humidifer di samping tempat tidur Seungwoo.

“Sekarang kau istirahat, karena nanti siang kau akan menjalani kemotherapy pertamamu. Kalau kau tidak menurut, aku akan menyuntikkan obat penenang padamu. Efek terapi itu akan sedikit menyakitkan, jadi persiapkan dirimu.” Ujar Taera sambil mengencangkan kancing baju Seungwoo kemudian menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh Seungwoo dari pendingin ruangan.

“Aku sudah tahu. Jadi, sebelum aku menjalankan terapi menyakitkan itu, aku ingin mengisi tenaga dulu.” Seungwoo bersiap beranjak dari tempat tidurnya menuju ke dapur tetapi dihentikan oleh tangan Taera.

“Aku tidak mengijinkanmu memasak Seungwoo-ssi, nanti perawat yang akan membawakan makanan untukmu.”

“Masih ingat perjanjian kita? Aku akan bertahan hidup dengan caraku yang tidak akan merugikanmu. Aku akan tetap memakai IV ini, dan aku hanya akan memanaskan supku di mikrowafe. Jangan khawatir berlebihan Dokter Lee. Awas, nanti kau bisa jatuh cinta pada pria yang sebentar lagi akan mati ini.” Jawab Seungwoo sambil tersenyum jahil.

“Terserah kau saja. Yang penting kau bisa membuat dirimu tetap hidup paling tidak selama 6 bulan ke depan Han Seungwoo-ssii.”

Taera bersiap keluar dari ruangan Seungwoo, ia tidak mau berlama-lama dengan pasiennya yang selalu membuatnya naik pitam. Saat hendak melangkahkan kakinya, kakinya terpleset air yang tercecer saat ia memandikan Seungwoo tadi. Ia sudah siap membentur lantai yang keras. Ia sudah bisa membayangkan kakinya atau tangannya tidak dapat digerakkan selama beberapa hari, ia mengutuki dirinya yang bisa seceroboh ini. Tapi anehnya, yang ia rasakan bukan lantai yang keras dan dingin melainkan sesuatu yang hangat dan empuk? Siapa yang menaruh kasur di sini?

Taera berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi, sampai ia merasakan angin hangat menerpa wajahnya. Ia terkejut melihat wajah Han Seungwoo saat ia membuka matanya. Tatapan mata Taera bertemu dengan mata Seungwoo. Ia terperangkap pada tatapan dalam Seungwoo. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata Seungwoo. Ia seperti mengenal mata itu, cara Seungwoo menatapnya terasa tidak asing. Tiba-tiba Taera merasakan dirinya seperti tertarik ke masa lalu. Ia merasakan dirinya yang memakai seragam sekolah berada pada posisi seperti itu bersama seorang pria di atap gedung. Layaknya sebuah film, scene begitu cepat berganti pada tubuhnya yang kini berlumuran darah. Bersamaan dengan itu, kepalanya terasa sakit. Suara Seungwoo menyadarkan lamunannya.

“Dokter Lee, sampai kapan kau akan ada di atas tubuhku? Apa kau ingin membunuh pasienmu sendiri?”

Taera beranjak dengan sedikit limbung.

“Kau tidak apa-apa Dokter Lee?”

“Aku tidak apa-apa, jangan lupa kemoterapimu siang nanti. Sampai jumpa nanti Seungwoo-ssii.”

–#–

Sesi kometerapi pertama Seungwoo telah berakhir dengan lancar. Sekarang Seungwoo sedang tertidur di ranjangnya dengan 2 botol IV tergantung di sisi sebelah kiri tempat tidurnya untuk menghilangkan sisa-sisa obat kemo dalam pembuluh darahnya. Meskipun dalam keadaan tertidur, beberapa kali Seungwoo menggerakkan badannya, meringkuk sambil menahan rasa sakit. Sesekali air mata jatuh dari sudut mata Seungwoo yang terpejam menandakan betapa sakitnya tubuhnya saat itu.

Taera menyaksikan semua itu melalui layar monitor cctv yang ada di ruangan kerjanya. Sebenarnya sebagai dokter spesialis kanker, ia sudah sering menyaksikan hal tersebut. Ia terbiasa melihat pasiennya kesakitan yang baginya itu semua merupakan proses yang harus dilalui menuju kesembuhan. Tapi ia merasakan hal yang berbeda saat melihat Seungwoo menahan sakit seorang diri. Taera menjadi gelisah, ia tidak bisa fokus mengerjakan penelitiannya. Beberapa kali ia mencoba mematikan monitor itu tapi hanya bertahan beberapa menit. Ia mulai menggigit kukunya, sebuah kebiasaan yang dilakukannya saat tidak tenang. Terakhir kali ia merasa tidak tenang adalah saat ia sedang sidang akhir.

“Aish…..ada apa dengan diriku? Sadarlah Lee Taera mengapa kamu jadi begini, sih? Bagaimana bisa tidak ada siapapun yang mendampinginya di saat seperti ini, bukannya dia seorang artis terkenal?”

“Ya!!!!Lee Taera!!! sedang apa kamu malam-malam begini, nonton drama ya? Kok ekspresimu tegang seperti itu?” Taera hampir terjatuh dari kursinya saat tiba-tiba Byungchan sudah ada di belakangnya, menangkap basah dirinya yang sedang bersikap tidak seperti dirinya hanya karena seorang bernama Han Seungwoo.

“Aku…aku…sedang…”

“Oh…kamu sedang memperhatikan pasien VIPmu. Baru kali ini aku melihatmu begitu perhatian pada seorang pasien. Apa ini kemoterapi pertama Seungwoo-ssii? Yang pertama pasti sangat menyakitkan, di saat-saat seperti ini harusnya ada seseorang di sampingnya, memegang tangannya, memeluknya…..” goda Byungchan.

“Kenapa kau melihatku? Apa maksudmu aku yang harus ada di sampingnya sekarang?”

“Aku tidak bilang harus kamu. Tapi, Seungwoo-ssii memang sangat kasian. Aku dengar dia seorang yatim piatu, dia sudah tinggal seorang diri sejak sekolah menengah. Dari gosip yang beredar, hubungannya dengan agensinya juga sedang tidak baik. Bahkan belum ada kabar apapun soal penyakitnya di media. Aku rasa, informasi dariku cukup. Aku tidak mau menahanmu lama-lama di sini, kamu pasti sudah tidak sabar ke sana, kan? Memegang tangannya….memeluknya…. hahahah anyyong dokter Lee yang galak!!!”

“Ya!!!! Choi Byungchan!!!!”

–#–

Burning cities and napalm skies, fifteen flarws inside those ocean eyes.

Beberapa jam berlalu, Taera masih berada di meja kerjanya, mengamati semua gerak-gerik Seungwoo dari monitor. Tiba-tiba Seungwoo membuka matanya, dengan susah payah ia mencoba untuk duduk kemudian berdiri, berjalan sambil menuntun IVnya ke studio rekaman. Pada saat itu, Taera ingin sekali segera menghentikan Seungwoo. Ia teringat kata-kata Seungwoo untuk membiarkannya mencoba bertahan hidup dengan caranya sendiri, sampai ia tidak mampu lagi.

“Kau membahayakan dirimu sendiri, apa ketenaranmu jauh lebih penting dari kesehatanmu, hah? Dasar bodoh.”

Taera tidak bisa mendengar apapun dari monitor CCTVnya. Ia hanya melihat Seungwoo yang sibuk berkutat dengan mesin pengubah lagunya. Meskipun sangat jelas terlihat, ia masih menahan rasa sakit, tapi senyuman terus menghiasi wajah tampan Seungwoo. Seungwoo terlihat sangat menikmati apa yang dilakukannya.

“Apa itu yang membuatnya bisa bertahan hidup? Ia mencintai apa yang dikerjakannya. Apa aku juga mencintai pekerjaanku? Apa sebenarnya aku melakukan ini hanya untuk membuktikan pada dunia kalau aku berbeda dari ayahku?”

Seungwoo mulai masuk ke studio rekaman. Saat ia mulai menyanyi, tatapan mata Seungwoo tepat tertuju pada kamera CCTV yang ada di sudut studio. Seolah-seolah ia tahu ada orang yang sedang memperhatikannya. Tiba-tiba keluar suara musik dari speaker Taera, kemudian suara merdu Han Seungwoo terdengar dengan jelas. Meskipun hanya dari sebuah monitor ia bisa merasakan dengan jelas bagaimana Seungwoo begitu menghayati setiap kata yang keluar dari mulutnya. Ia merasakan tatapan Seungwoo bagaikan lautan dalam yang perlahan mulai menenggelamkannya. Suara seungwoo bagaikan ombak yang berusaha menghancurkan benteng hati dan pikirannya yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun. Tanpa sadar Taera meneteskan air matanya. Bersamaan dengan itu, memori masa lalunya kembali mendatanginya. Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan kosong dengan seorang pria yang sedang bernyanyi di hadapannya. Tidak ada yang aneh dari adegan itu, sampai ia sadar kalau dirinya dipenuhi luka yang sudah mulai mengering di sekujur tubuhnya dan beberapa di wajahnya. Ia bisa membayangkan betapa menyakitkannya itu, tapi anehnya dirinya malah tersenyum dan tertawa begitu lepasnya bersama sang pria.

“Aku tidak tahu, aku pernah seperti itu. Apakah itu benar aku? Mengapa aku mulai melihat hal seperti ini sejak bertemu denganmu? Siapa kau sebenarnya Han Seungwoo?”

Brakkkk!!!!

Taera terkejut melihat Seungwoo yang terjatuh pinsan sesaat setelah menyelesaikan lagunya. Dengan sendirinya air mata mengalir deras dari matanya, hatinya terasa sakit. Ia tidak mempedulikan semua itu, ia seperti sudah dirasuki, ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Yang ia tahu, sekarang ia berlari sekuat tenaga menuju ruangan Seungwoo sambil berdoa agar tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Seungwoo.

Begitu ia sampai di sana, perawat sedang memasang oksigen kemudian menyiapkan alat pemacu jantung.

“Bagaiamana keadaannya?” Semua mata tertuju pada Taera yang masuk dengan wajah kacau. Wajahnya basah dengan air mata, ia juga tidak menggunakan jasnya.

“Aku tanya bagaimana keadannya!!!” Taera bertanya dengan suara keras. Ia terlihat panik, sangat panik. Padahal ia dikenal sebagai dokter dingin yang selalu tenang menghadapi apapun keadaan pasien. Tetapi tidak berlaku saat itu.

“Tuan Seungwoo pinsan karena sesak napas. Efek kemo sepertinya sangat keras padanya.”

“Bukan..ini bukan hanya karena efek kemo. MRI….mana hasil MRInya?” Taera terkejut melihat hasil MRI Seungwoo. Ternyata, kanker paru-paru Seungwoo sudah menyebar sampai ke jantung. Sel kanker itu menyebar melalui pembuluh darah kemudian berkembang menjadi tumor ganas pada jantung ditambah dengan efek kemoterapi yang melemahkan fungsi jantung.

“Dokter Lee, irama jantung Tuang Seungwoo semakin melemah…. Cardiac Arrest!!! Cardiac Arrest!!!”

“Cepat, aku akan melakukan prosedur Cardioversion!!”

“Baik dok!!!”

“1…2…3…bagaimana?”

“Masih belum kembali dok!!”

“1…2…3… kumohon bertahanlah Han Seungwoo…aku bahkan belum tahu kau siapa yang bisa membuatku jadi seperti ini. Tuhan kalau Kau benar-benar ada, sekali saja jangan biarkan dia mati sebelum aku memperbolehkannya.”

–#–

Seungwoo merasakan tubuhnya sangat ringan. Ia merasa seperti melayang di udara. Ia melihat tubuhnya sendiri di tempat tidur rumah sakit dengan berbagai alat yang terpasang di dadanya. Semua kejadian di sana terlihat terhenti, seperti waktu sedang berhenti saat itu. Ia mendekat ke arah Taera yang sedang bersusah payah berusaha mengembalikan detak jantungnya. Air mata Seungwoo menetes saat mengingat moment terakhirnya bersama Taera, wanita yang sangat dicintainya. Ia ingat betapa bahagianya ia saat ia melihat Taera di koridor hospices itu setelah 10 tahun tidak bertemu. Melihat wajah cantiknya kembali, yang dulu selalu tersenyum untuknya. Ia bahagia bisa merasakan aroma jasmine cintanya itu, saat ia memandikannya tadi. Ia tertawa teringat betapa sulitnya baginya menyembunyikan senyumnya dan menahan semu merah di wajahnya saat berdekatan dengan Taera. Ketika tangan lembut Taera menyentuh tubuhnya ia seperti terkena sebuah sihir, hal sesederhana itu membuatnya sangat tenang. Nyeri pada jantungnya yang sesekali datang, akan menghilang begitu ia merasakan tangan orang yang sangat dicintainya menyentuhnya. Ia bahagia saat itu, sangat.

Meskipun sampai akhir hidupnya, Taera tidak juga mengingatnya, bisa melihat Taera untuk yang terakhir kali saja ia sudah sangat bersyukur. Sepertinya memang lebih baik Taera tidak mengingatnya, daripada Taera harus merasa sakit saat ingatannya kembali.

“Maafkan aku Taera, aku tidak bisa melindungimu sampai akhir. Aku mencintaimu Lee Taera.”

Seungwoo mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Taera yang tentunya tidak dapat dirasakan Taera.

“Han Seungwoo….aku tidak mengijinkanmu untuk pergi…kembalilah padaku Han Seungwoo….” Seungwoo merasakan air mata Taera menetes di tangannya, seketika itu cahaya yang sangat terang menyinari ruangan itu kemudian semuanya menjadi gelap seketika.

–#–

Leave Your Comments Juseyo ^^