[CHAPTER 1] Despicable Me

Despicable Me

a fanfic by BluebellsBerry, requested by Oyewyn.K

Poster by Laykim @ Indofanfiction’s Art

Starring by Jung Yong Hwa  and Park Shin Hye with Krystal Jung and EXO’s Kai

Sad Romance, Melodrama, Angst, Psycology

nb: flashback in italic^^

.

.

.

“This is our love, the sickest pain in our heart…”

.

.

.

 

Seperti hari-hari sebelumnya, kini sekali lagi pemuda bermarga Jung itu teramat menyesali apa yang telah terjadi di waktu lalu. Tak jarang ia sengaja mengasingkan diri, sekedar membolak-balik pikirannya—merangkai berbagai ekspektasi dengan kata seandainya—yang tentu tak mungkin dapat diraihnya kembali. Dan ini adalah apa yang dia rasakan, namun tak dapat dicapainya.

Sebetulnya arti sebuah kebahagiaan juga bukanlah hal yang terlalu sulit untuknya. Sekedar melihat sesosok wanita yang paling dicintainya sudah lebih dari cukup, pun rasa ngilu itu hinggap kala sebuncah kesedihan melanda—dan tak ada yang tahu kapan ia akan mengupas rasa sakit. Dia, Jung Yong Hwa, tengah terjebak dalam perihnya cinta—terbelenggu dalam jutaan simultan menyakitkan yang mulai menggerogoti.

Kemudian ia teringat sebuah pepatah pernah berkata, bahwasanya ada tiga hal yang tidak akan pernah dapat di tebus kembali: perbuatan setelah dilakoni, perkataan setelah diucapkan, dan waktu setelah dilewati. Pun lengkungan sinis itu kembali hinggap padanya, tertawa dalam rasa sakit yang sekaligus mengejek dirinya sendiri—mengingatkan bahwa ia tak cukup berguna sebenarnya.

Di menit berikutnya terdengar suara langkah kaki. Tampak begitu ringan dan tenang, namun pasti. Setelahnya pintu di ketuk tiga kali sebelum menampilkan sesosok wanita muda yang begitu dikenalnya, Krystal Jung.

“Aku akan berhenti,” pelannya, menarik napas sejenak sebelum menatap langsung pada mata kelam didepannya.

Pun lelaki itu menoleh, menatap sekilas wanita itu sebelum bicara, “Apa ini sudah berakhir?”

“Aku tak bisa menjawabnya,” ia terhenti, “Pertanyaan itu… bukan aku yang berhak menjawabnya,”

“Lalu?”

“A—aku, aku hanya…”

“Apa?” potong Yong Hwa cepat—terlalu cepat.

“Harus berhenti.”

Hening. Lelaki bermarga Jung itu hanya mengangguk sekilas, kemudian melemparkan netranya ke arah lain, sebisa mungkin menghindari adanya kontak mata dengan gadis yang juga bermarga Jung itu. Dan keheningan ini mencekat, memaksa keduanya untuk saling menahan diri masing-masing—membelenggu lisan yang kelu, pun sebenarnya tak berarti mereka harus diam.

“Aku benar-benar akan pergi, Yong oppa,” Krystal memecah keheningan, memaksa Jung Yong Hwa memberikan atensi penuh padanya.

“Lantas apa yang akan terjadi di sini nantinya?” pemuda itu bertanya, “Kau tahu kalau seorang Krystal Jung pergi, maka aku akan lebih menderita dari pada ini…”

Krystal menarik napas panjang, “Tapi ini sama sekali tidak benar,”

“Aku tahu!” serunya, “Tapi setidaknya ini bisa sedikit meringankan beban kita kan’?”

“Kita?” gadis itu memotong, “Mungkin yang kau maksud adalah bebanmu, oppa,”

“Apa uangnya tidak cukup?” Yonghwa berucap lagi, “Kau perlu berapa banyak lagi?”

Krystal menarik napas, “Hentikan,”

“Atau kau perlu rumah baru? Mobil baru? Perhiasan baru?”

Gadis itu mengerutkan keningnya, “Kau—”

“Kau cukup beritahu aku apa yang kau inginkan,”

Sekali lagi wanita bermarga Jung itu menarik napas panjang, menghirup oksigen sebanyak yang dibutuhkannya sambil memejamkan mata sejenak. Tangannya terulur memijat pelipis yang mulai terasa pening, pun sebenarnya kepalanya sama sekali tidak bisa mencerna—bagaimana bisa seorang suami melakukan hal menjijikan ini kepada istrinya? Kadang ia merasa bahwa bisa jadi kalau otaknya terlalu kecil, sehingga sama sekali tak dapat menangkap maksud baik yang selalu di bilang Yonghwa demi istrinya itu.

Mungkin sebelumnya sisi lain dari Krystal Jung sempat merasa gembira. Mendapatkan uang dan harta melimpah dalam satu kalimat yang meluncur dari bibirnya tanpa pikir panjang. Akan tetapi kini ia sadar, bahwasanya harta melimpah itu perlahan tengah menggerogoti dirinya—merasuk ke dalam relung belulangnya kemudian mulai mempengaruhi psikisnya. Tidak mungkin kan’ Krystal tidak merasakan apapun ketika menjalani waktu yang panjang, terlebih hampir dua puluh empat jam bersama orang itu. Setidaknya wanita itu percaya kalau pada akhirnya mereka semua akan terluka, dan yang menanggung beban terberatnya adalah orang itu—yang setiap hari menghabiskan waktu bersamanya tanpa kenal batas.

“Kau tahu jelas bukan itu masalahnya.” Pelan Krystal

Lengkung sinis itu hinggap pada pria itu, “Ayolah, kau sangat menyukai uang kan’? bukankah itu alasannya sampai-sampai kau berani masuk kedalam hubungan kami lebih dulu?”

“Bukan—”

“Dan seingatku, kaulah yang lebih dulu melakukan penawaran.” Yonghwa terkekeh, “Jadi, katakan saja berapa yang kau inginkan?”

“O—oh, ya Tuhan,” Krystal tersentak, “Aku disini karena ada seorang pria kaya yang katanya mau membeliku—dengan cukup memaksa…”

“Tapi kau mau,” elaknya, “Itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa memang kau yang ingin masuk ke dalam hubungan ini….”

“Kau egois, tuan Jung….” rahang gadis itu mengeras, “Kau dan Shin Hye unnie sudah masuk ke dalam situasi yang tidak sehat dan seharusnya kau yang paling tahu, kalau tidak semua hal dapat dibeli dengan uang—bahkan aku yang mungkin sudah kau beli pun, tidak selamanya dapat memenuhi keinginanmu.” ucap Krystal penuh penekanan.

“Jung Yong Hwa!” suara itu berseru tiba-tiba, membuat kedua manusia disana pun beralih pada sumbernya.

.

.

.

5 years ago….

 

“Ayo lakukan,” pemuda itu tersenyum sinis, sesekali meneguk segelas vodka yang tampak nikmat itu.

Sementara di sisi lainnya ada seorang gadis malang, terjebak diantara lelaki brengsek yang mungkin akan menjerumuskannya, menjeratnya, membuatnya jatuh terperosok jauh ke dalam lubang kegelapan yang penuh kotoran. Ini seperti dilema. Bagi seorang Park Shin Hye ini adalah dilema besar.

“Ayo cepat!” desaknya lagi, membuat gadis itu makin kalut disana.

“I—ini tidak seperti yang kau janjikan…” Shin Hye membela diri, “Kau bilang cuma kita berdua, kan’?”

Lelaki itu tertawa. Suaranya garing dan sangat keras, memenuhi seluruh ruangan, “Hey, aku sama sekali tidak pernah mengatakan kalau kita hanya berdua disini. Aku hanya memintamu datang, itu pun kalau kau ingat…” ia terkekeh lagi, “Dan jangan lupa, kau sudah berjanji padaku…”

“Tapi bukan perjanjian yang seperti ini!” seru gadis itu kemudian, “Kau menjebak ku, brengsek!!”

PLAAAKK!

Suara pukulan itu lumayan keras, setidaknya cukup untuk membuat wanita muda itu tersungkur di lantai—dengan darah di ujung bibirnya. “Kau tahu apa yang paling kubenci, sayang?”

Hening. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Shin Hye, sementara puluhan pasang mata itu menatapnya nanar—antara kasihan dan acuh tak acuh. Yang dia tahu hanyalah berusaha untuk menahan tangisnya, membuat dirinya tampak baik-baik saja—setidaknya ia tidak ingin terlihat murahan di depan pria-pria brengsek itu.

“Oke, kalau kau tak mau menjawabku, tak masalah….” ia mengendikan bahu, “Tapi yang paling membuatku kesal adalah wanita jalang yang tidak menepati janjinya!”

“Karena tidak seperti ini perjanjiannya!”

Lengkung sinis itu hinggap lagi disana, memberikan simultan menakutkan pada seorang Park Shin Hye, “Aku akan langsung saja padamu, dan ingat kalau aku hanya akan bertanya satu kali.” Pemuda itu terkekeh, tak lupa tangannya menarik surai panjang gadis itu—membuat manik mereka bertemu, “Kau mau aku menyelamatkan harga dirimu, atau seluruh keluargamu?”

Degg!!

Menelan ludah lantas amat sulit ketika telinganya menangkap ucapan orang itu, dan satu pertanyaan terakhir itu sukses membuat kepala Shin Hye bekerja dua kali lebih keras—memutar otaknya sambil menimbang-nimbang, harga diri atau keluarga?

“Kau brengsek!!!”

Lalu seketika itu juga tangisnya pecah. Bulir-bulir bening itu menyeruak tak karuan dari pelupuk matanya, mengekspresikan betapa frustasinya ia.

“Kau tahu, inilah yang disebut bisnis…”

Hening.

Keheningan kali ini benar-benar mencekam, menentukan antara hidup dan mati—menuliskan guratan takdir yang akan dipilihnya, keluar sendiri dari bibir gadis itu. Pun sebenarnya ia enggan. Apalagi membuang harga diri dan kehormatannya demi lelaki menjijikan seperti itu.

.

.

.

 

“Apa yang kau lakukan, Yong Hwa-ah?!” suara itu memecah kebuntuan diskusi antara kedua manusia disana, “Apa yang terjadi diantara kalian?”

Langkah-langkah kaki mungil itu dipercepat, menimbulkan suara yang cukup nyaring di setiap jarak yang dipangkas. Disana wanita muda dengan dress putih selututnya berdiri tegas, rambutnya digelung keatas hingga menimbulkan kesan elegan—bersedekap dada kemudian mentap penuh tanya pada Jung Yong Hwa dan Krystal Jung.

Detik berikutnya senyum Krystal mengembang, dalam satu gerakan gadis itu mengalungkan tangannya pada lengan atas Shin Hye, “Hey, jangan marah, aku cuma tanya pada Yong oppa dimana unnie Shin Hye-ku yang cantik ini….”

“Benarkah?”

Gadis itu mengangguk, “Tentu saja, berpisah denganmu baru sebentar—tapi rindunya sudah kemana-mana”

Aigoo, Krys sangat pintar merayu rupanya,” gadis itu terkekeh, kemudian menepuk pelan pucuk kepala Krystal—mengabaikan tatapan Jung Yong Hwa yang mengiba.

“Oh! Unnie, bagaimana kalau kita pergi ke sungai Han sore ini? Mereka bilang akan ada kembang api yang sangat cantik nanti malam. Kau pasti suka, iya kan’?” ucap Krystal bersemangat, mengalihkan netranya dari Yong Hwa, kemudian memberikan atensi penuh pada apa yang diucapkan Park Shin Hye.

“Kalian bisa bawa supir kalau mau pergi…” pelan Yong Hwa, tersenyum tipis sambil memanggil kepala pelayan mereka—memerintah para bodyguard dan seorang supir menemani kedua gadis itu nanti. Dan tinggalah ia seorang diri sekarang. Sepeninggal keduanya lagi-lagi kepala Yong Hwa memulai kinerjanya, memutar kembali sepotong ingatan yang sampai saat ini masih menjadi penyesalan utamanya.

.

.

.

 

“Gwenchana?” tanya Yong Hwa kemudian, menarik napas panjang ketika melihat gadisnya terisak didepan pengadilan.

Dalam satu gerakan pemdua itu kemudian merengkuh wanita muda di depannya, mendekapnya kedalam pelukan hangat—berusaha sekeras mungkin untuk memberikan rasa nyaman dan aman pada gadis itu, membiarkan gadisnya terisak dalam ketenangan.

“Mereka memberi kami waktu tiga bulan untuk melunasi seluruh hutang perusahan, yang walaupun tidak terbukti secara sah bahwa kami yang meminjam uang itu….” ia menatap Jung Yong Hwa lekat-lekat.

“Kim Jongin sialan!” umpat pemuda itu cepat—terlalu cepat, “Bagaimana bisa dia memojokan kita sampai segininya?”

Shin Hye menggeleng, “Sudahlah, memaki Kai sampai mulut berbusapun tidak menghasilkan apa-apa…”

“Dia jauh lebih terkutuk dari iblis—aku bersumpah akan menghancurkannya, bahkan sampai ia tidak bisa menerima dirinya sendiri…”

Gadis itu menahannya lagi, “Yong, hentikan.”

“Kita tidak bisa di injak selamanya!”geram Yong Hwa lagi, “Kita harus bertindak, Shin Hye-ah, kita harus membalikan keadaan!”

“Tidak sekarang, Yong…” gadis itu memelas, “Dia berjanji membiayai semua pengobatan ayahku!”

“Tapi—”

“Kau harus menunggu, setidaknya sampai rangkaian operasi dan transplatasi ginjalnya selesai….” ia terisak lagi, “Kami sudah kehilangan hampir seluruh perusahaan, jadi kuharap kami tidak kehilangan orang yang sangat penting.”

“Kim Jongin tidak pernah menepati janjinya!” sahut Yong Hwa cepat, “Apa kau tidak bisa belajar dari masa lalu?”

“Yong Hwa-ah…”

“Lupakan janjinya! Aku yang akan menggantikannya untuk membiayai operasi itu.” Kukuhnya, “Kau adalah satu-satunya kebahagiaan yang kumiliki. Jadi kumohon, berhenti….”

Shin Hye menghapus air matanya kasar, “Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu, mana mungkin aku masih bisa menebalkan muka lagi ketika tahu jelas bahwa kesulitanmu tidak berbeda jauh denganku,”

Yong Hwa menarik napas sekali lagi, “Aku akan membantumu,”

“Tidak, kau—”

“Kau harus menerima bantuanku, Shin Hye-ah!” serunya penuh penekanan, “Aku akan menyelamatkanmu, percayalah!”

“Aku percaya padamu!”seru Shin Hye tiba-tiba, “Dan kalau kau mau tahu, saat ini aku tengah menahan diri setengah mati—benar-benar menahannya agar aku tidak memintamu menyelamatkanku. Karena aku tahu jelas, bahwa Kai juga menekanmu!”

“Kita akan menghadapinya bersama. Aku masih bisa menjual Young-Yong corp!” balasnya.

“Tidak, kau tahu kalau kau tidak bisa melakukannya. Perusahaan itu satu-satunya milikmu yang tertinggal—peninggalan kedua orang tuamu, pengorbananmu cukup sampai disini. Jangan mengorbankan apapun demi aku lagi….”

“Tapi—”

“Tiga bulan!” seru Shin Hye kemudian, “Beri aku waktu tiga bulan juga untuk menyelesaikan masalah keluargaku.”

Suara Jung Yong Hwa meninggi, “Kau sudah sampai pada batasmu, Park Shin Hye!”

“Belum, ini belum mencapai apapun, Yong…” gadis itu memaksakan senyumnya, “Aku akan tahu nanti ketika aku benar-benar mencapainya. Yang perlu kau lakukan cuma menunggu—sebentar saja, kumohon. Dan ketika aku benar-benar mencapai batasku, maka kau adalah orang pertama yang akan kuberitahu….”

.

.

.

 

Krystal menatap wanita muda disampingnya, dan entah kenapa perasaan aneh itu muncul tiba-tiba—ada rasa nyaman dan tenang begitu ia melihat wanita itu. Rasanya seperti heroin—begitu memabukan, kemudian menjadi candu secara perlahan. Ia tahu bahwasanya ada yang tidak beres pada dirinya, terutama sejak ia masuk ke dalam kehidupan pernikahan Jung Yong Hwa dan Park Shin Hye—yang sebenarnya juga masih menjadi sebuah misteri bagi seorang Krystal Jung.

Mungkin secara normal orang-orang akan melihat Krystal sebagai adik Yong Hwa—dengan kenyataan bahwa marga mereka sama, terlebih keakrabannya dengan Shin Hye seolah ‘mesin promosi gratis’ yang memberi tahu semua orang kalau Krystal Jung adalah seorang gadis cantik baik hati yang akrab dengan kakak iparnya. Dan bukannya seorang wanita nakal yang mengganggu keharmonisan rumah tangga orang. Tapi kembali lagi, itu semua hanya ‘kata orang’—dan tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Lantas bukan juga orang-orang yang salah kaprah atas keberadaannya, namun lima tahun yang lalu Krystal masih mengingat dengan jelas—ada seorang taipan muda yang mengangkatnya menjadi adik. Dan—

“Krys?”

Suara itu masuk begitu saja memenuhi pendengarannya, membuat gadis itu sontak menoleh—memberikan seluruh atensinya pada seorang wanita muda di sebelahnya, Park shin Hye.

“Ada apa?” ia bertanya lagi, “Apa kau sakit?” khawatirnya.

“Tidak, aku cuma teringat beberapa hal…” Krystal mencoba tersenyum, “Unnie ingat bagaimana kita bertemu dulu?”—tentu saja, ia harus pintar-pintar mengalihkan pembicaraan.

“Tentu saja!” serunya sumringah, “Kau tahu, aku langsung menyukaimu sejak pertemuan pertama kita!”

Geurae, kurasa aku juga menyukaimu, unnie…”

Tawa lebar itu lolos dari bibir mungil Shin Hye, “Itu pasti! Aku sudah tahu dari awal kalau kita berdua akan sangat cocok.”

“Tapi unnie, boleh aku tanya sesuatu?” Krystal menatap Shin Hye lekat-lekat, “Apa kau mencintai Yong oppa?”

Detik berikutny tawa lebar itu lenyap, digantikan oleh mimik kesal dengan dua alis yang bertaut, “Kau tahu kalau aku sangat tidak suka bahasan ini.”

“Maaf,” Krystal memotong pelan, “Tapi aku ingin tahu jawabannya, unnie.”

Hening.

Semilir angin berhembus lembut membelai kulit kedua perempuan disana. Dengan langit malam yang bertabur bintang, rasanya keheningan diantara keduanya membuat suasana membeku perlahan—pun pesta kembang api yang baru dimulai sama sekali tak membuat mereka bergeming. Baik Shin Hye maupun Krystal sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ini sulit—rasanya seperti menegakan sehelai benang basah, kebisuan keduanya begitu mencekat—memaksa kepala mereka berpikir lebih keras, terutama bagi Shin Hye. Pertanyaan Krystal barusan sukses mengetuk pintu hatinya.

Kalau di piki-pikir, sebenarnya Shin Hye sering kali melupa—mengabaikan panggilan kecil yang bersahutan di hatinya, berusaha mengabaikan segalanya bahkan sampai mengupas rasa sakit. Ini termasuk dalam urusan cinta—terutama cintanya pada seorang pemuda  bernama Jung Yong Hwa. Padahal, kalau saja di ingat-ingat dulu perasaan merah muda itu begitu membuncah. Menjalarkan beribu-ribu simultan yang mensuplai kebahagiaannya—memperbaiki moodnya, menyenangkan hatinya, termasuk membuatnya seperti orang gila—tersenyum tanpa henti. Lantas apa yang dirasakannya sekarang?

Sentara itu Krystal menunggu jawaban, berharap bawa masih ada secercah harapan baginya untuk berhenti—menghilang dari kehidupan Jung Yong Hwa dan park Shin Hye, itupun kalau mungkin. Tapi Krystal juga sama sekali tidak menghilangkan kemungkinannya, probabilitas itu pasti ada—peluang bahwa suatu saat nanti ia akan keluar dari kehidupan pernikahan mereka. Dan sepertinya semakin hari gadis itu sudah semakin mencapai batasnya, artinya ia harus keluar—menghilang dari kehidupan suami-istri Jung.

“Krys,” Shin Hye membuka suara, “Kurasa kau tidak perlu bertanya lagi untuk masalah seperti itu kan’?”

Degg!

Kalimat yang keluar dari Shin Hye berikutnya sukses membuat Krystal semakin merasa bersalah. Tentu saja, pertanyaan bodoh semacam itu tidak seharusnya ia tanyakan pada Park Shin Hye—sudah sangat jelas bahwa ia harus benar-benar pergi meninggalkan Jung Yong Hwa dan Shin Hye. Di satu sisi mungkin gadis itu merasa iba pada Jung Yong Hwa, lantaran ia harus pergi meninggalkan pria itu berjuang sendirian—pun di sisi lain gadis itu merasa bimbang. Apa jadinya mereka kalau ia pergi nanti? Dan bagaimana ia mempertanggungjawabkan perasaan Shin Hye yang terluka—termasuk moralitasnya sebagai perempuan.

Setengah lengkung yang mengembang itu menghiasi wajah Krystal, “Kau benar, unnie….”

Geurae, ini sudah cukup malam. Sepertinya kita harus pulang,” Shin Hye bangkit, disusul Krystal di belakangnya.

Dua pasang tungkai mungil itu berjalan beriringan, dengan langkah yang lambat namun pasti—menikmati keindahan terakhir sungai Han yang masih bisa ditangkap netra. Dan ketika itu pula kepala Krystal mulai berpikir, tanpa sengaja mengingat kejadian yang tak pernah di sangkanya akan jadi seperti ini—memutar kembali gulungan film yang dulu sempat dimainkannya.

.

.

.

 

“Dokter, tolong selamatkan kakak saya!”

Di lorong rumah sakit yang sepi itu tampak seorang gadis berseragam SMA, berlutut didepan seorang dokter paruh baya dengan air mata mengucur dari pelupuk matanya. Pun tatapan mengiba menghiasi netra sang dokter, memberikan beberapa simultan  yang mungkin sudah terlalu biasa mengghinggapinya—terutama karena pekerjaannya sebagai seorang dokter.

“Saya mohon, operasi dia,” gadis itu terisak lagi, “Saya berjanji akan bekerja lebih keras nanti, mendapatkan lebih banyak kerja paruh waktu untuk membayar biaya pengobatannya.”

Pria itu menarik napas panjang, “Nak, tak ada yang dapat kulakukan sebelum kau melunasi semuanya….”

“Saya mohon, dokter!”

“Sebagai dokter aku malu, tapi kebijakan rumah sakit tak bisa kutentang….”pasrahnya, “Aku sudah dua kali kena SP, kalau sampai kali ini kulakukan lagi maka—kurasa kau akan tahu jawabannya.”

“Lalu bagaimana saya harus menghadap ayah dan ibu saya di surga?” gadis itu masih kukuh, “Saya harus menyelamatkan satu-satunya keluarga saya, dokter….”

Lelaki itu menarik napas, “Kalau aku membantumu kemudian dipecat, lantas bagaimana aku bertanggung jawab pada keluargaku, nak?”

“Saya mohon, dokter….” ia mengiba, “Setidaknya bantu saya untuk bicara pada pihak rumah sakit agar mereka bisa memberikan kami waktu untuk membayar dan atau keringanan.”

Hening.

Raut wajah lelaki paruh baya itu tampak gundah. Posisinya di rumah sakit ini cuma seorang dokter yang lima kali gagal meraih gelar proffesor-nya, ditambah ia sudah terlalu banyak mendapat peringatan karena seringkali membantu pasien yang serupa dengan gadis di depannya itu.

“Dokter, tolong!”seorang pemuda tampak terengah-engah.

Kening sang dokter berkerut seketika, sementara pria itu masih berusha mengatur napasnya. Krystal sempat berpikir, apakah ada kemungkinan bahwa pemuda didepannya—yang tampak kaya itu, dapat membantu permasalahannya soal biaya rumah sakit. Pun otak kecilnya sempat menyangkal, mematikan pemikirannya seketika taatkala logika menghampiri. Benar, mana mungkin seorang pemuda yang tak mengenalnya mau membantu—apalagi dengan jumlah tagihan yang tidak sedikit.

“Ada apa?” dokter itu bertanya cepat, menghempaskan begitu saja pegangan tangan Krystal.

“Tolong,” paniknya, “Pasien di kamar 50085 mengalami kejang!” Detik berkutnya, kedua laki-laki itu pergi beriringan dengan langkah kaki terburu-buru—meninggalkan Krystal yang masih terisak disana. Sendiri dan menyedihkan.

Setelah itu dua jam berlalu. Krystal masih duduk mengampar di lorong rumah sakit tadi, tempatnya bicara dengan dokter. Gadis itu tampak kacau dengan penampilan lusuhnya—rambut yang tergerai berantakan, seragam sekolah yang kusut, wajah sembab serta sepasang sepatu basah. Dilihatnya jendela besar di balkon itu masih menyuguhkan pemandangan yang semakin membuatnya tampak menyedihkan, hujan. Tak lama kemudian netranya menangkap sepasang sepatu pantoefel mengkilat berhenti di depannya—memaksa gadis itu mau tak mau mendongak, mengalihkan atensinya pada sesosok pemuda yang tadi ditemuinya. Tidak—mungkin lebih tepat kalau pemuda yang menyeret sang dokter pergi.

“Ada apa?” Tanya Krystal malas, “Apa anda ada perlu dengan saya?”

Pemuda itu kelihatan sama lusuhnya seperti Krystal, tapi dengan bingkai yang lebih berkelas. Dan sejurus berikutnya ia tersenyum getir.

“Aku tahu bahwa kau dalam masalah,” ucapnya cepat, “Kau butuh uang kan’?”

Gadis itu menarik napas, berusaha menunjukan pada pemuda di depannya bahwa ia sedang tidak ingin diganggu, “Sebaiknya anda pergi saja,”

“Aku bisa memberimu uang.” Tukasnya lagi, yang sontak membuat Krystal terbelalak.

“Atas dasar apa?”

“Kau…”

Krystal mengerutkan keningnya, “Apa maksud anda?”

“Kau cantik dan kelihatan pintar, jadi kuharap aku tidak salah orang…” ucapnya lagi, “Aku akan memberimu uang sebanyak yang kau mau, dan sebagai gantinya tukar saja dengan dirimu.”

“Apa maksud anda sebenarnya?!”

Pemuda itu terkekeh, “Yang aku mau adalah kau, nona.” Ia menunjuk Krystal dengan jelas, “Kau cukup mengikuti aturan mainku, dan kemudian uang akan masuk ke rekeningmu….”

Krystal terdiam. Ia sama sekali tak dapat mengira apa yang akan diucapkan pemuda di depannya ini sungguh gila. Dan yang lebih gilanya lagi, wanita itu sudha berniat setuju—menukar dirinya sendiri dengan uang. Ia tahu jelas bahwa kecantikan wajahnya adalah satu-satunya hal  yang bisa ia jual—termasuk di pekerjaan paruh waktunya, saat menjajakan brosur gadis itu sangat tahu bahwasanya orang-orang lebih suka melihatnya di banding selembar brosur promosi yang dia bagikan. Dan ia dibayar cukup mahal karena wajahnya itu.

“Jadi anda mau membeli saya?” Tanya Krystal langsung.

“Ya,” pemuda itu mengangguk, “Kau akan ku adopsi untuk membuat kesan legal dan sah, jadi aku bisa melakukan apa saja padamu—dan kau tentu saja tidak bisa melaporkan appaun yang kulakukan terhadapmu. Apa kau setuju?”

“Anda mau saya jadi budak?!”

“Tidak—bukan itu yang kumaksud, tapi untuk menjelaskannya secara lebih singkat… bisa dibilang seperti itu. Tapi kau tidak perlu khawatir, karena aku tidak akan melukaimu,” jelasnya, “Begini saja, kalau kau setuju cukup datang ke kantor pusat Young-Yong corp. dan begitu sampai disana, kau cukup katakan kalau kau punya janji dengan Jung Yong Hwa.”

.

.

.

 

Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam, akan tetapi Krystal masih belum bisa memejamkan matanya. Jauh di dalam hatinya sebuah dilemma besar tengah menunggunya, menggerogoti hingga ke akar masalah—begitu menyiksa. Mungkin ini adalah buah dari kesalahannya dimasa lalu, dimana dulu ia pernah hidup dalam kekacauan. Pun sebenarnya gadis itu masih di ambang keraguan, apakah ia akan berhenti atau tidak. Menjalani hari penuh kemewahan adalah impiannya sejak dulu—tidak perlu memikirkan masalah uang, cukup duduk manis kemudian di layani seperti putri. Dan memang hidupnya telah berubah drastis kini, termasuk kakaknya, Jessica. Dan entah kenapa gadis itu cukup bersyukur karena menerima tawaran Yong Hwa lima tahun lalu, walau kini perasaan itu tidak sama seperti dulu.

“Krys, kau di dalam?” suara itu bertanya pelan, meskipun gadis itu tahu bahwa si empunya suara sudah berdiri di depan pintu.

“Masuklah, Yong oppa,”

Detik berikutnya pintu dibuka perlahan, menampilkan sesosok pria tampan yang menurut Krystal sama sekali tidak berubah sejak pertama kali ia melihatnya.

“Kau belum tidur,” ia berbasa-basi.

Gadis itu mengendikan bahu, “Seperti yang kau lihat…” katanya, “Ada masalah apa kau sampai kemari?”

“Cuma ingin melihatmu,” pelannya,

Aigoo, sejak kapan seorang Jung Yong Hwa datang hanya untuk melihat?” Krystal terkekeh, “Dan omong-omong, aku serius dengan ucapanku tadi.”

“Apa?”

“Ayolah, kau pasti tahu jelas apa yang kumaksud…” gadis itu tersenyum, “Kau tidak sepolos itu, Yong oppa,”

“Memangnya apa yang kau maksud?” Yong Hwa memancingnya lagi, berusaha agar pembiacaraan ini tetap ringan—tidak mengarah ke perdebatan sengit seperti yang tadi.

“Apa aku perlu memperjelasnya lagi?” Krystal tertawa kali ini, “Kenapa ya, kau tiba-tiba jadi aneh begini?”

“Aneh apanya?”

“Tentu saja,” sahutnya, “Sikapmu sangat aneh, tahu!”

“Memangnya salah kalau aku ingin sekedar mengobrol dengan adik ku?” kali ini Yong Hwa yang terkekeh.

“Adikmu?” ulang Krystal sakartis, “Adikmu yang mana?”

“H—hei! Ck,” pemuda itu berdecak, “Biar bagaimanapun, kau tetap adik ku, kan’?”

Wanita muda itu menatap Jung Yong Hwa lekat-lekat, memperlihatkan wajah protesnya.

“Aku serius, tahu!” seru lelaki itu.

“Iya, aku juga serius saat mengatakan kalau kita harus berhenti.” Tegas Krystal tiba-tiba, mencoba mengatakan hal serius di tengah pembicaraan ringan mereka.

Dan sejujurnya Krystal juga tak ingin mengakhirnya. Keberadaan Yong Hwa sekarang benar-benar sangat penting baginya—sosok yang selalu di idam-idamkannya, lelaki yang sudah menyelamatkan hidupnya lebih dari sekali. Orang yang dengan serius membantu kakaknya dan merawat mereka dengan bersungguh-sungguh. Bahkan, kalau ia bisa memilih, mungkin Krystal akan lebih suka jika benar-benar menjadi bagian dari Yong Hwa. Bukan sekedar gadis yang mengaku-ngaku sebagai adiknya cuma karena mereka memiliki marga yang sama—pun pada kenyataanya ia hanyalah seorang wanita muda yang tersesat diantara pernikahan Park Shin Hye dan Jung Yong Hwa, gadis jahat yang dengan sengaja menjual dirinya demi uang.

“Tapi kau tahu, bahwasanya aku benar-benar tidak bisa berhenti.” Balas Yong Hwa kemudian, “Aku masih bisa melanjutkan hidup karena kau ada disini.”

“Ini akan menyakiti kita semua pada akhirnya,” gadis itu menarik napas, “Dan orang yang paling tersakiti nantinya adalah Shin Hye unnie….”

“Tapi—”

“Tidak kah kau ingin melihat dia bahagia?” potong Krystal cepat—terlalu cepat.

“Dia bahagia sekarang. Karena kau ada diantara kami,” kukuh Jung Yong Hwa, “Apa kau tega merusak kebahagiannya sekarang?”

“Demi Tuhan, Jung Yong Hwa!” perempuan itu menahan amarahnya, “Apapun yang kita lakukan sekarang adalah memberi kebahagiaan palsu—tidak kurang dan tidak lebih.”

“Yang penting dia tersenyum!”

“Itu cuma demi ke egoisanmu.” Tegasnya, “Seharusnya kau bisa mengatakan kenyataan padanya, memberinya harapan baru untuk memulai lagi—membantunya belajar berdiri dan kemudian berjalan, bukannya terus memanjakan tanpa memikirkan konsekuensinya!”

“Kau tidak tahu apapun!” balas Yong Hwa cepat, “Dan kau tidak punya hak untuk mengatakan hal itu!”

“Setidaknya aku peduli!” Krystal berseru, “Kau tahu, kadang ada hal-hal yang memang seharusnya dibiarkan pada tempatnya. Mereka tidak membutuhkan apapun dan/atau siapapun untuk menjadi lebih baik, yang dibutuhkan cuma waktu.” Ia terhenti, “Dan bukankah yang kita butuhkan sekarang adalah waktu?”

“Waktuku sudah lama habis,” pelan Yong Hwa, “Bahkan jauh sebelum kita melakukan ini.”

Krystal melangkahkan tungkainya, memapas jarak antara dirinya dengan Yong Hwa—membuat mereka saling berhadapan satu sama lain. Menatap bola mata pekat milik Yong Hwa, Krystal mengulurkan tangannya kemudian mengalungkannya di leher pria itu—memberikan seluruh atensinya.

“Aku tahu jelas bahwa kau sangat menderita, oppa,” ucapnya, “Tapi bukan berarti cara yang kita tempuh sekarang bisa menjadi solusinya…”

Lengkung sinis itu hinggap pada Yong Hwa, “Aku hanya tidak tahu bagaimana cara memperbaiki keadaan.” Tukasnya, “Bagaimana cara agar semua yang sudah terlanjur ini bisa kembali ke tempatnya lagi?”

“Kalau kau mau tahu, sebenarnya tak ada yang bisa memperbaiki keadaan. Situation is the boss, the result is final judge—tak ada yang bisa kita perbaiki dengan melakukan hal seperti ini. Tidak oppa, tidak juga aku.” Gadis itu menatap Yong Hwa lekat-lekat, “Namun, ada satu hal yang bisa kita lakukan—yaitu menerima kenyataan dan berusaha lagi dari awal. Ini tidak mudah, tapi bisa dilakukan….”

“Kau tahu jelas bahwa ini adalah hal yang sulit, lantas kenapa masih mau melakukannya?” tanya lelaki itu kemudian.

“Karena untuk memulai awal yang baru, kita perlu berubah—dan untuk berubah harus ada sebuah tindakan, dimana salah satunya adalah dengan kepergianku….” Krystal menarik napas, “Karena itu, sebagai awal yang baru kau harus bisa menerima kepergianku.”

“Aku takut.” Ucap Yong Hwa cepat—terlalu cepat.

“Yang kau takutkan bukan kepergianku, oppa,” sahut Krystal kemudian, “Pada kenyataannya yang kau takutkan adalah—ketika aku pergi, maka aku akan memawa serta senyuman Shin Hye unnie. Dan kau takut bahwa pada akhirnya kalian akan mengupas rasa sakit lagi, yang mungkin lebih dalam dari sebelumnya….”

 

 

Sementara itu

 

 

Park Shin Hye menyandarkan dirinya di balkon kamar, menarik napas dalam-dalam kemudian memutar kembali ingatannya barusan. Mungkin kalau boleh memilih, gadis itu akan lebih suka berdiam diri di kamar dengan secangkir teh dan sepotong kue—dibanding pergi keluar dan mendapatkan kenyataan yang mungkin terlampau mengejutkan. Batinnya bertanya, apa yang sebenarnya dilakukan Jung Yong Hwa di kamar Krystal tengah malam?

 

II—II—II—II—TBC—II—II—II—II

 

 

 

31 thoughts on “[CHAPTER 1] Despicable Me

  1. Hey yun, aku mampir ke sini karena penasaran dgn ffmu yg lain setelah membaca SHS. Dan aku minta maaf karena baru sempet mampir ke sini 😁😁

    Jujur aku suka dgn cara kamu bercerita. Penyampaian yg kamu sampaikan, alur yg kamu buat, sukses untuk membuat orang bertanya tanya dan penasaran dgn maksudnya. Kamu selalu menimbulkan misteri di setiap kalimat yg kamu buat. Dan aku bener2 penasaran setengah mati dgn apa yg sebenernya terjadi di antara mereka bertiga. Kelihatannya Shin-hye juga gak bahagia dgn pernikahannya bersama Yonghwa, lantas kenapa hal itu dipertahankan? Aku belum bisa menduga2 apa yg sebenarnya terjadi. Yg jelas, masalah yg terjadi sama Yonghwa pasti gak sesederhana itu.

    Okey, izinkan aku baca part duanya dulu ya, hihihi..

    • Hai zul… ff ini sebetulnya adalah oneshoot yang gagal. Setelah berminggu minggu mikirin plot ini yg juga gak kelar2 sampe skrg, akhirnya ku putuskan utk buat ini jadi 3 part. Masalah kalimat2 pengandaian kurasa punyaku gak jauh lebih sadis dari punyamu zul wkwkwk makasih dah mampir zul~~

  2. Aaaaa nemu ff ini semetika pas bacanya pengen obrak abrik yonghwa karena kayanya yonghwa egois banget disini tapi kata kata Krystal bikin bingung ada apa dengan hubungan shinhye yonghwa? Krystal? Kai? Ahhh banyak banget pertanyaaan yang belum terjawab semoga chapter selanjutnya memeberi pencerahan dan plisss lanjutkan ini sampai akhir ya thorrrr kalo ga bakal penasaran tingkat dewaa 😭😭😭😭😭😭😭

  3. masih bingung mikir juga,,,hubungan seperti apa sebenarnya yg di jalani Yonghwa ma krystal???
    trz klo Yonghwa udh nikahin Shinhye kenapa dy harus ngehadirin krystal dalam rumah tangga mereka???
    apa yg bakalan terjadi dalam hubungan Yongshin selanjutnya???

  4. Ini authornya b.indonya dapet bagus yah pas di sekolah ? Wkwkkwk kata2 nya itu loh… mendayu2 bgt tp gak lebai, dan ttp enak di baca. Tp jujur agak kurang ngerti sama ceritanya. Mungkin krn masih chaptr 1. Dan berharap yongshin happily ever after 😂😂😂

  5. Halo, eum… apa yaa, yg pasti suka bgt sama penulisannya, susunan kata dan diksinya itu loh… dan dari segi plot masih penasaran, sebenernya yang ada hubungan itu krys sama yong atau krys sma shinhye? still waiting kak~

    • Haloo kak pel^^ ini sebenarnya msh terselip banyak misteri yg aku bingung… kalo di oneshoot, chp1 aja udh makan 4000an kata… dan akhirnya bikin short story, so chp1 absurd gini wkwkwk makasih kak udh mampir dan komen😂😂😂

  6. Masih mikir bacanya dan berpikir apa ada yg gak kebaca ya, dan coba buat baca ulang lagi dan saya tau disini saya masih bingung dengan bagian shinhye dan krystal dan bagaimana hubungan mereka.
    Suka banget sama kata-kata dan penyusunannya. selebihnya saya suka sama plotnya, dan ini akan berapa bagian?

    • Halo^^ dan tepat bagian shin hye krystal akan muncul di chp 2, dan kemungkinan paling banyak ini akan jadi 3 chapter, dan kalau bisa masuk akal utk end di chp 2, maka akan jadi twoshoot. Thankyouu for reading and commnet^^

  7. Thank you for make it happen. Suka bgt kak. Tp asli jadi benci bgt sama Krystal even mungkin ini juga terjadi karena Yong. Kau rasa aku butuh penjelasan lebih rinci lagi. Dan Shin Hye, dia tau gak hubungan yg sebenarnya antara Yong sama Krystal.

    • Sama2 wao^^ maaf lama, aku lg dikejar pr dan tugas 😂😂😂 dan sorry juga wao.. aku gabisa kasih tau jawabannya… takut keceplosan sama plot yg udh bbrp hr ini melekat dikepala (krn lg fokus selesai in ini) wkwkwk… thankyouu for reading and comment^^

Leave a reply to chihaya Cancel reply