[ Chapter 4] He Was Just The One

he was just the one alana cantique pis

He Was Just The One

Chapter 4

Maincast || Jeong Taek Won aka. Leo VIXX feat Park Jiyeon

Support Cast ||  Ken, Ravi, N, Hongbin , Hyuk VIXX, Rap Mosnter BTS, Jimin BTS, Suga BTS, Jung Daehyun BAP

Genre || Romance | Action | Murder | Violent

Length || Chapter

Rated ||  PG-17

 WARNING!


*Just an excuse to write some kinky Leo*

 

Things you should be aware of before reading this fic:

Strong touch aversion.

Powerplay.

Being watched while performing a sexual act (nothing too serious)

Use of alcohol and soft drugs.

 

If any of these things trigger any unpleasant memories for you, please do not read this. I’ve taken special care in not adding angst nor are there any mentions of abuse. But your well-being is the most important! 


 

 

 

 

Leo mendorong tubuh Jiyeon ketika mereka tiba di apartement Jiyeon. Kondisi masih gelap dan suasana tampak begitu mendukung. Harum apple begitu menggugah hasratnya. Sangat menenangkan, namun menghanyutkan ketika mereka mulai berpelukan. Maskulin scent bertebaran di sekujur tubuhnya. Leo, dia merangkum dan menempatkan Jiyeo dalam rengkuhannya.

 

 

Mata mereka bertemu dalam keremangan lampu meja yang menyorot keunguan. Dan Jiyeon seperti gadis pemalu yang selalu menunduk saat Leo mengecup bibirnya. Satu kali kecupan, dan lengan Leo merangkul tubuh Jiyeon Lalu satu kecupan lagi, ketika tangan Leo mulai melepaskan hoody yang dikenakan namja dihadapannya. Lalu satu kecupan lagi, dengan melibatkan hisapan kuat pada lidah yang telah terpaut si rongga mulutnya. Dan tangan Leo mulai menelusup ke dalam t-Shirt. Meraba dada dan mempermainkan gairah Jiyeon. Stupid feeling yang Jiyeon rasakan sanggup membawanya melambung tinggi. Dia dengan mudah mengimbangi cumbuan Leo yang sanggup membuatnya mendesah 

 

“Kau butuh minum?”  tanya Jiyeon. Leo menggeleng. Dia tersenyum melihat keguguban Jiyeon.

 

“Apa kau gugup? Geez, Baby, aku hanya butuh dirimu”  jawab Leo.

 

“Seriously, aku butuh minum. Dehidrasi”  balas Jiyeon sambil mengedipkan matanya. 

 

Leo menghela napasnya.

 

“Oke, tunggu sebentar!”  dia bergegas lari menuju pantry. (Gosh, lari?) Leo mengambil sesuatu dari dalam lemari es dan membawanya kepada Jiyeon. Satu kaleng soda dingin. Dia mengocoknya sangat kencang sambil menyeringai nakal, lalu membukanya tepat di depan Jiyeon. CRUSH….tubuh Jiyeon terciprat dan basah. Gadis itu memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya ketika tubuh juga wajahnya terkena cipratan air soda.

 

“How dare you?”  dia merebut soda kaleng itu dari tangan Leo dan meminumnya. 

 

Leo memang sudah tidak tahan dengan hasratnya. Dia dengan bibirnya kembali menjelajahi wajah Jiyeon. Menjilatinya dengan lembut, menelusuri telinga, tengkuk, leher dengan dekapan yang kian memojokkan Jiyeon untuk duduk di sofa. 

 

“Manis..”  bisik Leo

 

“Hm, kalau saja yang tersiram di tubuhku cuka.” balas Jiyeon

 

“Sstttt..”  Leo membungkam bibir Jiyeon dengan telunjuknya.

 

Perlahan gadis itu merebahkan dirinya, bersandar pada bantal lembut dan membuat dirinya senyaman mungkin. Dia menatap Leo, menatap seluruh ekspresi wajahnya yang selalu berubah dan semakin bergairah, dan Leo dalam senyum nakalnya memposisikan diri duduk di antara kaki Jiyeon yang terbuka lebar.

 

“Leo !”  bisiknya ketika namja itu membuka jaket dan kaosnya di depan mata Jiyeon. Tubuh setengah telanjangnya terpampang di depan mata Jiyeon. Gadis itu tersipu demi melihat pahatan indah itu kian mendekat.

 

“What Baby? Kau butuh sesuatu lagi?”  Leo kembali melumat bibir Jiyeon, langsung menyelipkan lidahnya dan menginvasi rongga mulutnya dengan gairah tinggi. 

 

Dan Jiyeon menanggapinya dengan gairah yang sama. Kenapa dia menikmati semua sentuhan tangan Leo ditubuhnya. Sesekali dia mengerang dengan suara yang seksi, membuat suasana kian menjadi panas.

 

“W..wwaaait..!” Ujar Jiyeon.

 

“Another ‘wait’ ?”  Terlihat Leo seperti tidak sabaran dengan sikap yeoja yang sudah dianggap kekasihnya itu.

 

“Aku harus mandi. Aku merasa kotor. Lengket!”

 

“What !?”  Leo berdiri dengan muka tak percaya. Sekarang dia merasa seperti terbakar di neraka dengan hasrat tanggungnya.

 

Jiyeon berjalan menuju kamar mandinya. Hatinya tergelak geli melerai gairahnya sendiri. Dia menoleh sebentar ke arah Leo yang masih berdiri diantara sofa. Dia sangat senang melihat namja itu kesal. Jiyeon seakan-akan memblockir hasratnya.  Napasnya turun naik tak beraturan. Jiyeon sekali lagi  terkekeh dalam hati.

 

“Apa kau sengaja?” teriak Leo dengan keras. ” Gosh, I feel like burn in hell! Jiyeon!” teriak Leo lagi dengan nafas yang memburu. Dia mendekati Jiyeon, namun gadis itu menutup pintu kamar mandinya.

 

“Apa kau ingin tetangga kita mendengar teriakanmu? Berhentilah berteriak!” balas Jiyeon.

 

“Jinjja!” Leo menggerutu seperti nenek-nenek sambil berjalan mondar-mandir.

 

Cklek

 

“Apa kau juga ingin mandi ?” tanya Jiyeon sambil menggigit bibirnya. Dia tidak percaya dia mengatakan hal itu pada Leo. Itu sama saja dengan memberikan sebuah undangan VIP untuk Leo. Tentu saja hal itu di sambut oleh senyuman nakal. Laki-laki itu dengan gegas mengambil langkah terbaiknya menuju pada bentuk cantik yang telah menantinya dengan uluran tangan.

 

“Such a naughty!”  maki Leo

 

“Such a horny monster!” balas Jiyeon.

 

Leo menutup pintu kamar mandi dan berjalan ke arah Jiyeon. 

 

“Le’me !”  ujar Leo ketika Jiyeon mulai melepaskan pakaiannya. Matanya tidak terputus pada bola mata indah itu. Jemarinya begitu ceria melepaskan setiap butir kancing di baju Jiyeon.

 

 

Leo mulai meraba dan menelusuri tubuh Jiyeon dengan manis dan lembut. Dia memegang janjinya untuk bersikap baik. Jiyeon merasakannya. Dia menikmatinya, hingga tanpa sadar dia mendesahkan kata ‘Aah’ nya yang pertama, membuat Leo mengernyit.

 

“Aah?” tanyanya dngan smirk.

 

“Kau tidak suka dengan ‘ Aah’ku ?”  tanya Jiyeon, sambil melingkarkan lengannya di leher namja itu. Dan Leo membalasnya dengan sentuhannya lagi. Kali ini Jiyeon hanya memejamkan matanya, merasakan betapa tangan itu begitu kuat namun lembut menyentuhnya. 

 

“Aku ingin kau mendesahkan ribuan ‘aah’ untukku!”  bisik Leo. 

 

“Hm, kau sungguh pemaksa!”  

 

“Yes, I am Jiyeon! Aku sangat pemaksa.Aku sangat ingin melakukannya. Benar-benar menginginkannya. Untukmu. Aku hanya ingin membuatmu merasakan diriku. Hanya diriku, menyentuhmu, menciummu hingga kau lemas! I’ll fuck you so good!”

 

Jiyeon gemetar mendengarnya. 

 

Dengan sigap, Leo mulai menelusuri leher dan tengkuk Jiyeon. Dia semakin brutal dengan gayanya yang sedikit kasar. Mendorong Jiyeon hingga gadis berkulit putih itu merapat di dinding. Leo memutar kran airnya. Lalu tubuh mereka mulai dibasahi oleh air yang mengucur dari shower. Tubuh basah itu semakin menambah gerakan Leo semakin liar. Dia menggesekkan kejantannanya pada tubuh Jiyeon. Gadis itu mendesahkan beberapa ‘aah’ yang di harapkan Leo. Dia tidak menyangka bahwa sensasinya menjadi jauh lebih nikmat di bawah guyuran air. Jiyeon tidak berhenti meriintih. Dia sangat menikmati permainan Leo atas tubuhnya. Keseluruhan, sehingga Jiyeon hanya mampu membalasnya dengan belaian dan pijatan lembut pada lengan namja kekar itu.

 

 

“Hhm, is that good ?”  tanya Leo. Dan Jiyeon hanya melirik sendu. Kedua tangannya berpegang pada tembok dingin. Semakin Jiyeon mendesah, maka Leo semakin indah memperlakukannya. Entah sudah berapa hikey yang diterima Jiyeon, dan sudah berapa kali erangan yang dia keluarkan dari suaranya yang tidak pernah terputus. 

 

Nafas itu begitu berat. Dia mengayuh kekuatannya dengan kecepatan yang stabil, lembut dan kuat. Jiyeon menggeliat dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Tak kuasa menyeimbangkan tubuhnya dengan gerakan manis yang Leo lakukan. 

 

Suara air yang turun menerpanya seperti sebuah iringan merdu yang menyemangati gairah Leo. Dia mengerang dan menenggelamkan wajahnya di daintara kulit lembab Jiyeon dan guyuran air.

 

Waktu yang mereka ukir tidak membuat keletihan itu berarti. Dengan perasaan yang kian mencapai puncak tertinggi, Jiyeon semakin giat menyebutkan nama Leo. Namja itu menarikan senyuman yang membuat Jiyeon tak kuasa untuk membalasny dengan ciuman, membiarkan Leo menguasainya. Itu yang dia inginkan. Shit, wajanya terlihat sangat seksi ketika mulutnya terbuka dengan desahan nafas yang berkelana di antara gigi dan bibirnya. 

 

“Please!” bisik Jiyeon.

 

“Please what?” 

 

Jiyeon hanya tersenyum manis pada Leo. Dia memegang wajah itu dan memenjarakannya dalam tatapannya. Jiyeon ingin Leo melihatnya ketika dia merasakan kenikmatannya. Lalu beberapa saat kemudian…

 

“You fuck me so good, Leo!” desah Jiyeon ketika dia mendapatkan kenikmatannya. 

 

Malam yang mereka dekap bersama, terasa lebih hangat ketika Leo melanjutkan kegiatannya di atas pembaringan. Seakan-akan dia tidak merasakan lelah. 

 

Beberapa saat berlalu dalam desahan dan rintihan. 

 

Jiyeon terbaring di sisi Leo. Dia lelah dan mengantuk. Tubuhnya terkulai dalam pelukan namja dengan tatanan dadanya begitu memukaunya. Jiyeon mencoba untuk terlelap setelah Leo benar-benar membuatnya lemas.

 

Namja bermata sendu itu belum lagi terlelap. Dia masih menciumi helai rambut Jiyeon yang harum. Senyumnya merekah sempurna. 

 

 

 

.

.

.

 

Di lain tempat,

 

Seorang namja dengan sebuah kacamata hitam berhenti di depan gedung apartemen Jiyeon. Dia mendongak, melihat ke atas tepat di mana Jiyeon tinggal dan terlelap dalam dekapan Leo. Dia menggeleng sekali dengan raut penuh misteri. 

 

“Bukankah, dia mantan kekasihmu, Ken?”  ujar seseorang di sampingnya. Namja bertulang hidung tinggi yang dipanggil Ken itu hanya menghela napasnya.

 

“Kau bersaing dengan Leo kali ini. Apa kau sangup?”  nada bicaranya seperti sedang meledek temannya. Namun sekali lagi Ken hanya mendengus.

 

Dalam hatinya Ken begitu kesal, dia benar-benar merasa sangat membenci hal ini. Dulu Jiyeon pernah mengatakan bahwa dia tidak akan lagi sudi untuk berhubungan dengan Ken, karena Ken adalah seorang polisi, namun sekarang…

 

BRAKH.

 

Dia menghentakkan kedua tangannya pada gagang setir mobilnya. 

 

“Wow! Apa kau marah? Kau cemburu? Jangan bilang kalau kau masih mencintainya.”

 

“Damnit, Hyuk! Jangan bicara lagi mengenai hal itu.  Kau awasi saja Leo. Kita butuh sesuatu darinya.”  

 

“Apa memurutmu, Ravi akan menemukannya?”

 

“Kita lihat saja nanti!”

 

“Bagaimana dengan N?”

 

“N punya urusan berbeda.”

 

“Apa kau yakin dia bisa dipercaya?”  Hyuk terlihat ragu. Dia menggeser letak duduknya berkali-kali. Sudah hampir lima jam mereka duduk di dalam mobil hanya untuk mengawasi apartemen Jiyeon.

 

“Aku hanya tidak ingin Jiyeon terluka. Leo terlalu brengsek! dia membawa Jiyeon dalam masalah.” 

 

“Apakah kita perlu memanggil pasukan untuk menjaganya.”

 

“Sekarang kau sangat berlebihan. Jiyeon sudah muak denganku. Dia tidak mungkin sudi melihatku.”

 

“Ya, apalagi jika dia tahu kalau kau sudah memiliki Hyuna. Shit! she is so sexy! “

 

Ken menampar lengan Hyuk dengan kasar.

 

“Kalau bukan karena Ravi, aku tidak akan terjebak dengan Hyuna, You asshole!” Ken mengumpat habis. Dia melupakan status kepemimpinanya di divisi narkoba ketika sedang berada dalam emosi tinggi. 

 

“Apakah Ketua Jang membebastugaskan Leo?”

 

Ken menunduk. Dia memikirkan penyerangan N di malam itu. Sebuah helaan napas terlempar kasar bersama raut penatnya. 

 

.

.

.

.

 

 

 

 

Ini sudah hari kesekian yang Jiyeon lalui bersama Leo. Namja itu tinggal bersamanya untuk sebuah alasan yang tidak diketahui Jiyeon, namun dia dengan senang hati membiarkan hal itu terjadi. 

 

Luka di perut Leo pun sudah membaik. Dia sudah menjadi laki-laki yang sangat tangguh tanpa luka diperutnya. Jiyeon merasa bahagia, terlebih Leo menunjukkan rasa sayang yang luar biasa untuknya. Hanya saja Leo selalu terlhat protektive terhadap dirinya. Dia tidak akan membiarkan Jiyeon keluar sendirian, ataupun melakukan kegiatan di luar rumah tanpa dampingannya. Ada hal yang di rasa aneh dari sikapnya.

 

Jika sudah seperti ini, Jiyeon teringat pada Ken. Laki-laki itu bersikap melebihi kata protkive. Sifatnya yang dingin dan keras sering membuat Jiyeon tidak bisa bergerak ataupun bernapas sekalipun jika berada di dekatnya.

 

“What?” tanya Leo ketika melihat Jiyeon bersungut-sungut.Namun Jiyeon tidak menjawab, dia sibuk dengan kegiatan memasaknya. 

 

Dia melupakan liburan ke pulau. Batin Jiyeon sedikit kesal. Apakah karena Leo terlalu menikmati hari-hari romantis yang mereka jalani beberapa hari ini.

 

“Kenapa kita melupakan liburan kita?” akhirnya Jiyeon bergumam dari pantry, matanya menyaksikan Leo yang sibuk melihat-lihat koleksi foto Jiyeon di dalam lemari kaca.

 

“Apakah ini keluargamu?” tanya Leo ketika dia mengambil satu pigura kecil foto Jiyeon bersama Ayah dan ibunya. Jiyeon mengangguk.

 

Dia mengabaikan Jiyeon. Gadis itu kembali merengut.

 

Leo tertegun pada satu buah foto ketika Jiyeon melakukan wisudanya. Dia berjejer dengan seseorang yang sepertinya tidak asing di benak Leo. Dia melirik Jiyeon sebentar. Apa hubungannya Jiyeon dengan laki-laki itu. Pikir Leo.

 

“Jiyeon, siapa dia?”  Leo menunjukkan foto seorang namja ke hadapan Jiyeon. Leo pura-pura tidak mengenal sosok dalam foto itu.

 

“Ken.” jawab Jiyeon.

 

Leo masih menunggu Jiyeon untuk memberikan keterenagan lebih mengenai namja yang merangkul Jiyeon dengan mesra itu.

 

“What?” tanya Jiyeon lagi, seakan-akan dia mengerti Leo membutuhkan kejelasan lain.

 

“Siapa dia?” Leo mengernyit dengan perasaan cemas. Benar-benar cemas.

 

“Teman.”

 

“Hanya teman?”  Leo masih mengejar penjelasan

 

“Kau kenapa? Apa kau mengenal dia, karena dia juga seorang polisi.”

 

“Polisi?”  Leo masih berpura-pura terkejut.

 

“Dia di unit rahasia anti narkotika. Dia kepala divisi di sana.” jawab Jiyeon, selebihnya dia menerawang ke langit-langit sambil mengangkat dua bahunya.  “Hanya itu yang aku tahu. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya.” itu karena Jiyeon meminta Ken untuk tidak menemuinya lagi.

 

“Apakah dulu dia kekasihmu?”

 

Jiyeon menunduk.  Dia memang kekasihnya. Namun Jiyeon menggeleng untuk Leo. Berdusta sedikit untuk menutupi sesuatu yang tidak mau diungkitnya lebih jauh.

 

“Itu hanya masa lalu.”

 

Leo hanya merasa hal itu bukan sebuah masa lalu baginya, karena saat ini, Leo sedang berurusan dengan Ken.  Entahlah, dia masih membutuhkan kejelasan mengenai hal itu. Ken…Ken…Ken…

 

Pikirannya melayang dengan tatapan tanpa fokus. Dia melamun.

 

“Leo, kau bilang kita akan berlibur.”  Jiyeon menangkap kekosongan pikiran Leo dan menaruhnya dalam kecupan sekilas. Namja tampan itu terkesiap, lalu memberikan smirk yang lucu.

 

“Beraninya kau mencuri ciuman dari seorang polisi yang sedang menyamar! Apa kau tidak takut aku tangkap?”  Leo mengejar langkah cepat Jiyeon yang tiba-tiba menjauh.

 

“Yaaak, jangan mengejarku! ” jerit Jiyeon sambil berlarian kian kemari.

 

“Aku akan membuatmu menyesal karena sudah berani melakukan tindakan jahat padaku!”

 

“Apa kejahatanku Tuan Polisi?”

 

“Kau sudah membuatku kehilangan akal sehatku. Kau patut di hukum! Aku akan memenjarakanmu!”  Teriak Leo sambil melompat dari sofa satu ke sofa lainnya demi mengambil jalan pintas untuk menangkap Jiyeon.

 

“Kenapa kau tidak bilang dari tadi. Kalau sekedar memenjarakanku, aku sungguh rela.”

 

“Ish, andai semua penjahat di muka bumi ini sepertimu maka ..”

 

“Bumi ini akan aman.” lanjut Jiyeon.

 

“Hh, bukan! Penjara akan penuh.” jawab Leo.

 

 

.

.

.

 

 

 

Malam ini membuat Leo sedikit merasa was-was. Mengenai khasus yang sedang dihadapinya. 

 

Kenapa tiba-tiba situasi menjadi tenang. Beberapa waktu lalu dia bahkan nyaris terbunuh. 

 

Jimin. 

 

Bagaimana keadaannya. Apakah dia selamat? Arrg, N.  Dia sungguh tidak jelas. 

 

Seharusnya mereka menangani khasus ini bersama-sama, namun entah kenapa ada satu hal yang janggal mengenai laki-laki itu. N untuk Ravi, atau N untuk Ken. N?

 

“Kau belum tidur?”  Jiyeon menatap Leo yang terlihat cemas.Namja itu merokok di atas kasur, membuat Jiyeon sedikit terganggu.

 

“Masih banyak yang kupikirkan.” Jawab Leo

 

“Apa kau biasa seperti ini?”  Jiyeon mengusap luka di perut Leo yang mulai membaik. Ternyata luka itu bukan satu-satunya. Ketika dia meraba keseluruhan tubuh namja di sisinya ini, dia menemukan luka yang sama disekitar pinggul dan bagian belakang pahanya. Meskipun luka lama, tapi itu sudah menunjukkan bahwa kehidupan Leo selama ini begitu keras dan penuh dengan hal yang menantang nyawa.

 

“Kau sedang apa?” tanya Leo ketika Jiyeon menyentuhi bekas-bekas luka di tubuh Leo.

 

“Aku sedang menghitung lukamu. Apa kau tidak pernah menggunakan baju anti peluru ?” tanya Jiyeon.

 

Leo memggeleng.

 

“Terlalu merepotkan.” jawabnya sambil menghembuskan asap rokoknya. 

 

“Kau terlihat sangat mengerikan dengan cara berpikirmu seperti itu. Kau bahkan tidak memikirkan keselamtan dirimu sendiri.”

 

“Apa kau takut padaku ?” tanya Leo kemudian

 

“Tidak. Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya bahwa aku tidak takut padamu.”  jawab Jiyeon

 

“Aku minta maaf, karena harus melibatkanmu dalam masalahku.” Leo mengcup kening Jiyeon.

 

“Apa kau yakin tidak mengenal Ken.” ujar Jiyeon

 

“Aku hanya polisi biasa yang menyamar. Sedangkan Ken adalah seorang kepala divisi. Dia mempunyai pangkat yang jauh di atasku.”

 

“Kalau kau sudah ditugaskan menyamar, maka kau bukan lagi sebagai polisi biasa. Kau adalah satuan khusus, Leo.” 

 

“Tidak ada yang harus aku sombongkan menjadi undercover police, Jiyeon. Resikonya tinggi. Aku bisa mati kapan saja.” 

 

Itulah kenapa Jiyeon merasa sangat tertekan ketika Ken bersamanya. Ken selalu khawatir akan keselamtan Jiyeon. Ken bahkan menyewa seorang pengawal untuk Jiyeon. Resiko dari pekerjaannya, terimbas pada Jiyeon. Jiyeon tidak pernah merasa tenang. Mimpi buruk selalu mengganggunya.

 

“Look Leo, aku tidak berdaya jika sekarang aku mempunyai kekasih seorang polisi lagi. Aku mencintaimu, dan aku harap tetaplah menjadi dirimu.”  Jiyeon mengusap wajah Leo. “Satu hal yang kuminta dirimu, jangan mati tanpa ijinku! Mengerti!”  Leo tersenyum.

 

“Baiklah. Kau adalah dewi kematianku.”

 

“Kau bilang aku adalah dewi cintamu.”

 

“Ya itu juga. Apa dewa dan dewi tidak boleh bekerja part time?”

 

“Gezz!” 

 

“Apa kau dan Ken…”

 

Jiyeon terdiam. Dia bangkit dan mengenakan gaun tidurnya . Tatapan Jiyeon berubah horror ketika mendengar nama Ken disebutkan.

 

“Apa yang terjadi antara dirimu dan Ken?”  Leo menyelidik

 

“Nothing!”  Jiyeon memasang wajah kaku. Jawaban itu cukup dingin dan sangat tidak memuaskan. Namun Leo akan mencari tahu nanti, jika Jiyeon benar-benar rela untuk berbagi cerita dengannya.

 

“Aku akan mengambil air sebentar!”  Jiyeon meninggalkan Leo yang masih menanti respon Jiyeon mengenai pernyataannya. Dia takut Jiyeon akan meninggalkannya karena hal ini. Apa yang sudah Ken lakukan padanya.

 

Beberapa saat kemudian, Jiyeon muncul di pintu , namun dia terlihat sangat pucat dan tegang menatap Leo.

 

“Leo!”  suaranya gemetar

 

“Jiyeon,…” Leo berdiri.

 

“Apa khabar Leo!” sapa sebuah suara, dan bayangan itu menyeruak dengan senjata yang menempel pada kepala Jiyeon.  Sejumlah orang menyerbu dan meringkus Leo hingga namja itu terjerembab di lantai dengan lutut menghujam keras. Dia tunduk pada intimidasi kuat beberapa laki-laki kuat bertubuh besar yang menodongkan senjata ke keningnya.

 

“Fuck You ! don’t touch her!” teriak Leo keras. Kedua tangannya di kekang ke belakang.

 

“I see..Kau mencintainya, kan?”  

 

“Ravi, jangan sentuh dia, atau kau akan mati di tanganku !”  ancam Leo. Lalu terdengar tawa laki-laki yang dipanggil Ravi itu menggema di sudut-sudut ruangan.  Sementara Jiyeon masih berdiri pucat sambil merapatkan gaun tidurnya.

 

“Apa kau tidak sadar, kau yang akan mati lebih dulu. O my God, kalian terlihat sangat serasi sekali. 

 

“Leo, mereka siapa ?” tanya Jiyeon panik. Dia memperhatikan beberapa orang yang mencengkram tubuh Leo di atas lantai.

 

Ravi mendudukkan keduanya di lantai dengan todongan senjata di pelipis mereka. Wajah tegang dan pucat Jiyeon membuat Leo merasa bersalah . Seharusnya dia tidak melibatkan gadis itu. Dia sama sekali tidak tahu tentang masalah yang dihadapinya.

 

“Maafkan aku!”  ujar Leo lirih karena dia merasa bersalah.

 

Ravi tersenyum sinis. Dia duduk di sofa abu-abu Jiyeon dengan menopangkan tangannya pada lututnya. Senjatanya masih berada ditangannya meski dia sudah tidak mengarahkannya pada keduanya. 

 

“Siapa mereka ini ?”  tanya Jiyeon lagi. Namun Leo hanya menarik nafasnya dengan berat.

 

“Lepaskan dia!  Dia tidak tau apa-apa.” ujar Leo dengan nada tenang. Matanya menyudut pada kesombongan Ravi yang menyeringai menjijikkan. Dia memandang dengan tatapan merendahkan. Wajah tampannya terlihat bengis, dengan alis yang tersulam tebal. 

 

“Sekarang dia tau apa-apa.” jawab Ravi dengan maklumat tegas, suaranya tipis dan tajam. 

 

“Dia tidak akan membahayakan.”  sahut Leo mencoba untuk meyakinkan.

 

“Tidak!  Aku membutuhkannya untuk membuatmu menyelesaikan masalahku.”  Ravi berdiri dan menumpangkan kakinya di pundak Leo. 

 

Jiyeon menghela nafasnya dengan lutut gemetar. Dia hanya berpikir semua ini tidak main-main. Dan kenapa harus terjadi. Apa yang telah dilakukan Leo untuk orang ini. Apakah benar, Leo sungguh terlibat dalam sebuah organisasi ilegal. Apakah dia polisi yang kotor atau benar-benar seorang undercover.

 

“Sudah aku katakan aku tidak suka dikhianati!  Kau terlalu lemah untuk menjadi seorang penyusup. “

 

“Apa maksudmu ?”  Leo tiba-tiba merasa kalau Jiyeon dalam keadaan bahaya. 

 

“Tsk! Aku membutuhkannya, Brengsek!”  bisik Ravi dengan sebuah cibiran.

 

“Dia tidak mengerti apa-apa!”  

 

“Aku hanya menginginkan dia.  Apa kau tahu, jika kau berhasil dengan tugas terakhirmu kali ini, maka dia akan hidup. Jika tidak…..”

 

Ravi mengusap wajah Jiyeon yang semakin pucat. Sementara Leo tak sadar menyingkirkan tangan Ravi dari wajah kekasihnya. 

 

“Jangan sentuh dia !”  Leo mendorong tubuh Ravi untuk menjauhi Jiyeon, dan —- sebuah tendangan begitu telak menyapa wajahnya. BRUGH—Dia terjerembab ke lantai dengan suara memilukan. Kepalanya terbentur hebat. Sejeak Leo terlihat hilang. Dia mengerjab denga kelopak mata yang lemah. 

 

“Leooooo..”   teriak Jiyeon sambil berusaha untuk mendekati tubuh Leo, namun —KLIK— anak buah Ravi yang berdiri di sisinya, melekatkan senjata dikening Jiyeon dengan kuat. Gadis itu mengurungkan niatnya dengan tubuh gemetar. Kenapa dia harus merasa ketakutan, dan kenapa dia tidak sanggub membawa perasaanya yang begitu dalam untuk menolong Leo. Rasa takutnya sungguh menjijikkan. Dia melirik senjata api itu dengan mengangkat kedua tangannya. Dia bisa menyerang orang itu dengan mudah. Bukankah selama ini Jiyeon mempelajari ilmu bela diri. Tapi jumlah mereka, juga postur tubuh mereka dijadikan perhitungan—Jiyeon kalah telak

 

“Don’t you ever try any stupid things to help him!”  Hardik Ravi sinis. 

 

Akhirnya dia hanya bisa pasrah melihat Leo di lantai dengan memar di keningnya, bibirnya pecah dan sedikit mengeluarkan darah akibat tendangan ujung sepatu yang mengenai wajahnya.

 

“Jangan pernah membantahku ! Kau kan tahu, aku bukan seorang penyabar. Aku tidak suka pembangkang !”   kaki Ravi tepat berada di pipi Leo. Jiyeon memejamkan matanya sedih. Dia sering melihat betapa dunia ini begitu kejam, namun manusia yang kejam baru satu kali ini dia temui.

 

“Apa maumu ?”  Leo berusaha untuk menahan rasa sakitnya, dan Ravi tersenyum . Dia berjalan kembali ke arah sofa, lalu duduk di sana. Leo bangkit— mencoba untuk duduk. Diusapnya darah dari bibirnya. 

 

“Di mana kau simpan barang itu ? ”   tanya Ravi dingin. Dia tahu Leo menyimpan barang miliknya yang beberapa waktu lalu dipikirnya terbawa Leo ketika insiden itu terendus oleh kepolisian.

 

“Kenapa kau yakin barang itu ada padaku ? Bagaimana kalau ada yang memfitnahku.”  

 

“Kau jangan sembarangan bicara. Anak buahku tidak ada yang berani macam-macam denganku!” 

 

“Bagaimana dengan N?”

 

“Dia orang kepercayaanku, tidak mungkin dia mengkhianatiku.”

 

“Aku sudah coba katakan padamu, Ravi. Aku mungkin penyelusup, tapi aku tidak menyimpan barangmu .”  

 

Ravi terdiam. Dia tidak seutuhnya mempercayai Leo. Dia sudah mengetahui kalau Leo adalah polisi undercover. Dia sengaja menyelusup untuk menangkap Ravi yang selama ini menjadi incaran kepolisian karena sepak terjangnya dalam bisnis jual beli barang haram di kawasan Selatan Seoul. Tapi sayang, tidak ada bukti yang memberatkan. Sehingga setiap kali Ravi tertangkap, dia akan selalu mudah dibebaskan tanpa satupun bukti kongkret yang bisa membelunggunya di penjara. 

 

 

Mungkin mereka terlalu lihai, dan mungkin juga ada seseorang dalam kepolisian yang bekerja ganda, namun Ken? Entahlah. Dia terlalu berpengaruh di divisi Narkotika, dan dia sama sekali bukan seorang bodoh. Leo sadar betul, bagaimana seorang polisi bisa menjadi kotor dalam waktu singkat. Uang, kekuasaan, dan wanita. 

 

Leo akan mengungkap khasus ini. Bagaimanapun caranya.

 

Namun Jiyeon…

 

Di lihatnya lagi wajah Jiyeonnya yang tengah menatapnya— cemas. Keringatnya deras mengalir diantara tatap mata dan getar bibirnya. Jiyeon, dia tidak boleh terlibat, namun bagaimana dia bisa membebaskan mahluk mempesona itu dari situasi ini.

 

“Aku akan melakukannya. Akan aku selesaikan pekerjaanku, tapi aku butuh seorang teman. “

 

Leo melirik Jiyeon. Dia menginginkan Jiyeon berada di sisinya, supaya Ravi tidak menyakitinya. 

 

“Bukan dia !”  jelas Ravi sambil menyeringai.  “Dia harus berada di sisiku. Aku akan menjadikannya pelacur di rumah pelacuran milikku, seandainya kau melanggar janjimu!”  lanjutnya.  

 

Jiyeon hanya tercekat. Dia merasa panik, namun dia lebih memikirkan Leo saat ini.

 

 

 

 

 

 

 

Flash back//

 

 

 

Leo masih berdiam di sebuah bangunan kosong, dekat sebuah pusat perbelanjaan. Di salah satu ruang yang sudah porak poranda dan tidak digunakan lagi karena gedung tersebut sudah masuk dalam daftar hunian tidak layak huni dan menyimpang dari ketentuan tata ruang kota. Dia bersama dengan seorang anak buah Ravi yang bertugas sebagai pengintai menunggu seseorang yang begitu dicintai oleh pihak kepolisian karena namanya selalu disebut dan di harapkan segera ditemukan. Baik hidup ataupun mati. R-Monster atau Namjoon.

 

Sementara Leo dengan sebuah tas menunggu kehadiran R-Mosnter yang dianggab sebagai customer terpercaya Ravi . Leo pernah bertemu dengannya di sebuah club malam, ketika dia sedang menjalani khasus lain. Wajah yang sangat bersahabat, namun tidak mengira jika dia adalah gembomg narkoba yang cukup di segani dalam dunianya. 

 

Bau pengap yang sangat tidak mengenakkan penciumannya, juga beberapa kesan kusam pada dinding-dinding yang hampir rubuh ini membuat Leo semakin gerah. Dia ingin cepat menyelesaiakan tugas ini. Diperhatikannya Suga yang masih berjalan hilir mudik membunuh rasa bosannya yang setingkat dengan kejenuhan Leo. Namun Leo memutuskan untuk duduk di sebuah kayu panel bekas penyimpan barang. Dia mewaspadai setiap gerakan yang terjadi di sudut-sudut tempat sepanjang pengelihatannya. Asap rokoknya mengepul tak karuan menambah suasana menjadi kian pengap.

 

Sebuah microdermal piercing yang digunakan oleh Leo di telinganya masih bekerja. Beruntung suasana gelap ini tidak membuat semua yang dipakainya terlihat jelas di mata Suga. Dia melakukan hubungan rahasia dan memantau semua kondisi dengan matanya yang jeli. Sementara Jimin, rekannya yang berada tidak jauh diluar gedung, di sebuah mobil yang terparkir di tikungan jalan, selalu memberi informasi mengenai hal-hal mencurigakan yang terjadi. Mereka dalam konsentrasi yang tinggi. 

 

“Jiminie, apakah ada tanda-tanda kehadiran target?”  bisik Leo. Sementara sosok Suga masih mengawasi situasi. Dia melirik Leo.

 

“Aku khawatir, pihak kita berada di tempat berbeda. Aku tidak melihat tanda-tanda satuan khusus kita berada di sekitar sini !”  ujar Jimin cemas.  Dan jangan memanggilku Jiminie. Aku tidak semanis itu!”  keluh Jimin dengan nada datar. Leo tersenyum.

 

“Benarkah ?”  Leo melirik Suga.

 

“Hei, kau bicara dengan siapa ?”  tanya Suga sambil mendekat.

 

“Aku sedang berlatih rap! Apa kau tidak tahu aku seorang musisi juga !”  jawab Leo.

 

“Tn. Ravi menyuruhku untuk mengawasimu !”  ujar Suga dingin.

 

“Aku tahu. Kau jangan khawatir!”  Kali ini Leo bersiap siaga. Dia merasa curiga dengan perkataan Suga padanya. Suasana gelap membuat mereka satu sama lain hanya bisa melihat samar. Setiap sudut terlihat suram. 

 

Seseorang datang. Langkah kakinya menggema di ruangan luas yang kosong. Dibarengi oleh beberapa langkah kaki. Mereka lebih dari satu. Leo mulai waspada. Mungkin mereka dari kelompok R-Monster atau mungkin Ravi yang ingin meyakinkan tugas yang diserahkan pada Leo dan Suga.

 

“Bersiap-siap, mereka datang !” ujar Suga sambil menyingkir ke sisi yang lebih gelap. Mereka harus membaca situasi terlebih dulu. 

 

Leo mengikuti langkah Suga. Dia tidak bodoh, dia polisi dan sudah seharusnya dia mewaspadai hal ini. Lalu beberapa saat kemudian, seseorang muncul. Dia seorang laki-laki tampan. Leo tersenyum. Entah kenapa dia tersenyum.

 

Dia melangkah masuk dengan langkah yang anggun dan penuh kharisma. Tubuhnya yang langsing dan tegap membuat Leo terpukau. Tiba-tiba Suga menepuk pundaknya. 

 

“What ?”

 

“Maju !”  perintahnya.

 

Laki-laki itu, yang dengan sorot matanya yang dingin itu melihat kemunculan Leo. Dia menoleh dan mengerutkan alisnya. 

 

“Kau ?”  ujarnya heran.

 

“Aku ?”  jawab Leo bingung . Dia menoleh ke arah Suga. Namun laki-laki itu hanya mengangkat dua bahunya.

 

“Kenapa dengan Ravi? Kenapa bukan dia ?”  Laki-laki itu menoleh pada seseorang di belakangnya. 

 

“Daehyun !”  panggilnya.

 

“Nde, Sajangnim!”  laki-laki bernama Daehyun itu maju dengan gegas. Dia berdiri di sisi majikannya dengan tubuh membungkuk.

 

“Bereskan masalah ini ! ”  Ujar R-Monster datar.

 

“Nde ! ” jawabnya.

 

Daehyun maju dan menghampiri  Leo dengan sebuah tas dengan ukuran sedang. Dia menatap Leo tajam. Mungkin dia merasa baru kali ini bertemu dengan Leo.

 

“Di mana Ravi?”  tanyanya langsung.

 

“Dia menyuruhku untuk menyelesaikan masalah ini. ” jawab Leo.

 

“Apa dia sakit ?” 

 

“Tidak. ” jawab Leo sambil melirik Suga.

 

“Kau bawa barangnya ?” 

 

Leo mengangkat koper yang di bawanya. Dan Daehyun menoleh ke arah majikannya yang mengangguk ke arahnya.

 

“Buka !” perintah Daehyun.

 

Lalu Suga membantu Leo untuk membuka koper tipis itu, karena sebenarnya Leo  tidak mempunyai sandi untuk membuka koper yang ternyata berisi barang bukti yang dia butuhkan untuk menangkap Ravi dan sekutu bisnisnya. Tapi Suga terus mengawasi. Dia hanya membuka sebentar lalu menutupnya lagi. Leo menghela nafasnya sambil memperhatikan Suga dan Daehyun bergantian. 

 

Lalu giliran Daehyun membuka isi tasnya. Leo hanya tersenyum. Dia sudah mengira kalau isi dalam tas itu adalah uang. Wangi. Uang sebanyak itu kenapa begitu nikmat dalam pandangannya. Hh, tapi sayang bukan miliknya. 

 

“Kita bertukar di sini. Jumlah uangnya sudah sesuai dengan yang Ravi kehendaki. ”  ujar Daehyun.

 

 

“Bagaimana kau bisa yakin? Sesuai perjanjian, aku harus menghitung dulu jumlahnya. ” Ujar Leo tegas. Dia melirik Suga. Laki-laki itu melangkah maju.

 

“Kenapa kau tidak mempercayai kami!” Teriak R-Monster’Dia menatap tajam pada Leo.

 

“Maafkan aku, Tn. Monster, aku bekerja sesuai prosedur. Kalau kau keberatan, silahkan hubungi  Ravi sendiri.”  Ujar Leo lagi. 

 

“Ravi tidak pernah begini sebelumnya. Dia selalu percaya.”

 

“Suga, cepat hitung uangnya !” perintah Leo.

 

“Kau sungguh menghinaku. Siapa namamu ?” tanya R-Monster.

 

“Leo. Kim Leo. Tolong diingat! Mungkin kelak kita akan bertemu di tempat yang indah, seperti yang aku impikan !” Leo tersenyum.

 

“Jangan keterlaluan Leo!” Kali ini Daehyun ikut bicara. Namun Leo tidak menanggapi. 

 

“Percayalah, kita pasti akan bertemu lagi. ”  Kali ini Leo berbicara dengan sedikit sinis dan tatap matanya sungguh membelenggu nyali R-Monster.

 

“Daehyun !”  sahutnya sambil memberikan isyarat lewat tangannya agar segera melakukan perhitungan dengan cepat.

 

Akhirnya Suga diperkenankan untuk membuka isi tas yang dibawa oleh Daehyun dan menghitung jumlahnya.

 

Sementara itu Jimin di luar mencurigai kedatangan sebuah mobil yang selama ini dikenalnya. N. Kenapa dia berada di sini.  Jimin langsung mengintai dengan hati-hati menggunakan teropong kecil yang dia bawa. Dan benar, bahwa laki-laki yang baru saja memasuki gedung itu adalah N. Dia bersama dengan beberapa orang mengikutinya di belakangnya. Ini sungguh aneh. Pikir Jimin. Bukankah N adalah anak buah Ravi juga. Kenapa dia tiba-tiba muncul.  Apakah Ravi yang menyuruhnya.

 

.

.

.

 

Jimin tidak mampu untuk menahan dirinya untuk tidak keluar dari mobilnya. Dia khawatir tentang Leo. Dan benar-benar curiga dengan N. Dia selama ini menjadi orang kepercayaan Ravi. Apakah dia merasa terusik dengan kehadiran Leo. 

 

.

.

.

 

“Leo, aku bergerak memasuki gedung.” bisik Jimin. Dan Leo yang mendengarnya menjadi sedikit was-was. Dia tidak bisa menjawab karena di sekitarnya terlalu banyak orang yang sedang berkerumun.

 

“Aku mengikuti N. Dia baru saja datang bersama beberapa orang..”  sambung Jimin lagi.

 

Eotokhe ?  Pikir Leo. Dia melirik Suga, tapi laki.laki itu belum selesai dengan tugasnya menghitung uang dalam tas itu.

 

“Dia menaiki tangga.” ujar Jimin lagi

 

“Hm…”  Leo berdehem. 

 

Dia melihat Suga sudah hampir selesai dengan uang itu. 

 

“Aku sungguh merasa terhina olehmu, Leo!”  R-Monster benar-benar sengit menatap Leo. Dia merasa sangat direndahkan dengan prosedur Leo yang dingin dan kaku.

 

“Tn. Kim Namjoon!”  tiba-tiba suara itu membuyarkan konsentrasi Leo. Dia, N sudah muncul sambil menodongkan senjata padanya. Dan beberapa anak buah N berpencar seperti membuat kepungan terhadap mereka semua. 

 

Leo tercengang.

 

Dia bingung, apa yang sedang dilakukan N. Bukankah dia kepercayaan Ravi. Kenapa dia mengacau di sini? Tapi kenapa tiba-tiba dia menodongkan senjata padanya. Dan siapa orang-orang yang tidak dikenalnya ini. Leo beranggapan bahwa manusia-manusia berbaju serba hitam itu bukan kelompok Ravi. Siapa mereka?

 

“Ambil tas dan uangnya ! ”  perintah N pada salah satu anak buahnya.

 

“Ada apa ini ?”  tanya R-Monster.

 

“Apa kau tidak tahu, dia adalah polisi !”  ujar N sambil menunjuk ke arah Leo. Dan Leo tercengang kaget. Dia menatap N. Kenapa dengan laki.laki itu. Apakah dia merasa cemburu dengan kedekatan Leo dan Ravi. Lalu dari mana dia tahu kalau Leo adalah polisi. Siapa yang membongkar semua ini. 

 

“Leo, segera berlindung !”  perintah Jimin. Dia mengendap-endap di tempat gelap, dan Leo berjalan mundur. Tapi sebuah senjata menghadang di punggungnya. Dia menoleh. Suga menodongkan senjata padanya.

 

“Apa yang terjadi di sini ? Kenapa bisa ada polisi dalam kelompok Ravi? Apa kalian sedang bermain-main denganku?”  Dia marah sekaligus panik dan ingin segera melarikan diri, namun ….

 

DOOORRR……. sebuah peluru menghujam dadanya. Tubuh R-Monster ambruk tak terbantahkan dengan darah mengalir dari lubang di dadanya. Jantungnya terlubangi dengan peluru berdiameter setengah inchi. Matana menerjang Leo dan mengutukinya dengan sebuah makljmat tak tercetus. ‘Aku akanmenunggumundi neraka!’ Lalu tanpa aba-aba lagi semua saling menembak. Tidak terkecuali Leo. Namun dia melakukan gerakan menghindar dengan gesit, sehingga ketika sebuah serangan pisau dari salah seorang anak buah N mengenai perutnya. Leo terlambat menghindar. Luka sabetan pisau itu, sudah membuatnya merasa terdesak. Suga tertembak, dan semua yang berada di situ tertembak. Habis. Bergelimpangan dengan darah tercecer di area lantai yang kotor, bedcampur debu dan kotoran binatang malam. 

 

“Leo!”  panggil Jimin dari tempat persembunyiannya. Dan Leo merayap untuk mendekati Jimin namun sayang ketika dia melihat sahabatnya itu, seseorang sudah menyerang perut Jimin dengan sekali tembakan. Menembus hingga dia terjungkal tanpa ampun ke lantai. Dasar segar mengalir dari mulutnya.

 

“Jimiiiin!”  teriak Leo. Dia terkapar dengan mata yang mengarah padanya. Lalu Leo menyudut pada posisi penembak. Wajahnya menjadi beringas ketika dia menyadari N adalah pelakunya. 

 

“What The hell are you doing?” Leo sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya pad N. Dia bisa saja tertembak, namun ternyata ….

 

N Berusaha untuk menembakkan senapan kecilnya itu ke arah Leo, namun tidak berhasil. Peluru senjatanya telah ludes. Leo segera memberikan sebuah tendangan dan pukulan yang langsung mengenai rahang namja berambut ikal itu. Tubuhnya terjungkal dan tidak bangkit lagi. 

 

“Jiminie !”  Leo mendekati tubuh sahabatnya. Dia masih bernafas. Tapi dia mengalami pendarahan di perutnya. 

 

“Bertahanlah !”  ujar Leo. Rasanya cukup menegangkan melihat adu tembak yang baru saja terjadi.  Sekarang di sekitarnya yang sudah sepi. Semua sudah terkapar dengan darah terciprat di sekitarnya. N

 

Tapi di mana N? Dia berhasil lolos. 

 

“Pergiiii…” bisik Jimin.  Leo menatap Jimin dengan iba.

 

“Bagaimana denganmu ?”

 

“Rahasiakan tentang N! cari tau tentang dia !”  bisik Jimin lagi.

 

“Berjanjilah kau akan selamat !”  Leo menahan pendarahan di perutnya.  Dia menelepon gawat darurat untuk segera datang.

 

“Leo, kita di jebak ! jangan percaya siapapun , terutama Ken!”  ujar Jimin.

 

“Kau diamlah !”  gertak Leo. Dia mengigil demi melihat sahabatnya meregang nyawa. 

 

“Pergilah !”  Ujar Jimin lagi , kali ini begitu lemah.

 

.

.

.

.

 

Leo terus berjalan menuju ke sebiah gedung. Dia melihat begitu banyak lampu yang membuatnya pening. Dia sudah kehilangan banyak darah. Ke mana dia akan bersembunyi. Ravi sudah pasti akan membunuhnya, dan dia tidak bisa begitu saja mempercayai siapapun saat ini.

 

Lalu dia teringat tentang Jiyeon. Leo pernah menguntit gadis itu hingga ke apartementnya, yang saat ini tepat berada di depannya. Karena begitu merasa bersalahnya, Leo tidak bisa lagi mendekati Jiyeon. Dia hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Leo tertatih-tatih menaiki tangga darurat menuju lantai sepuluh. Lalu keluar dia lantai lima karena tidak kuat. Dia melihat ke sekitarnya apakah kondisinya sepi atau tidak, lalu menuju ke arah lift dan naik dengan aman. Syukurlah tidak ada yang melihatnya. 

 

Beberapa menit kemudian, sampailah dia di depan pintu apartement Jiyeon. Hal yang mudah untuknya membuka pintu itu, karena sebelumnya Leo pernah mengintip Jiyeon ketika menekan nomor sandi pintu itu. 

.

.

# Flashback end

 

 

 

 

 

 

Jiyeon di bawa oleh Ravi ke sebuah tempat di pinggir pantai. Dia dikurung dalam sebuah kamar yang sempit dan pengap. Bau tikus got dan air laut menyatu di indera penciumannya. Ini sungguh menyedihkan. Dia tidak pernah berada di tempat yang begitu menjijikkan seperti ini, apalagi dengan tangan dan kaki terikat. Untung saja dia diletakkan di sebuah ranjang kayu yang mungkin sudah rubuh jika dimuati oleh satu manusia lagi, dengan bobot yang sama dengan dirinya.

 

Suasana redup tanpa penerangan, hanya celah-celah kecil dari pintu yang keropos itu yang memberinya cahaya dari luar, selebihnya jika hal ini adalah malam, maka dia akan merintih dalam rasa ngeri yang menggerogoti jantungnya. 

 

Gelap

 

Lapar

 

 

 

Dia hanya berdiam tanpa bisa melakukan apa-apa selain berharap, semoga Leo cepat menjemputnya. 

 

 

—–Terlebih lagi dalam keadaan hidup. 

 

 

 

tebece

 

 

*Mian, apa ini lebih panjang. Moga enjoy bacanya. Kasih semangat guys biar aku cepet updatenya! fiuuh…Ini udah termasuk cepet kan. kenapa cepet update, coz ini ff request, jasi pengennya cepet ngerampungin.

 

*Makasih untuk yang masih setia baca ff Lana. Makasih untuk komentar-komentarnya. Maaf kalo ga membalas. Lana makasihnya di sini aja. Banyak-banyak makasih! Mudah-mudahan Lana belum bosen nulis. 

 

*aq seneng dengerin lagunya Jun Jin , Look’in at you.wow..wow..wow.. jadinya selama ngerjain ff ini Sountracknya lagu itu. Keren ya, Ajussinya, masih bisa joget, ga kalah sama yang masih brondong. 

* Untuk Jeng Arin Yessy, Mian ga bisa ganti Ravi. Teteup Ravi jadi bad guy nya! Ga ada waktu ganti peran lagi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

28 thoughts on “[ Chapter 4] He Was Just The One

  1. demi apapun,,, jenggg.. aku gamau kalau ravi kenapa-kenapa! dy babyku… ya ampun ravi sayang, gara2 aq putusin qm jd anak bandel ya sekarang?? hiksss…

  2. kenapa jadi menakutkan gini ya ceritanya.
    nextnya jangan terlalu lama ya,please,masa iya menunggu jadi kerjaan sampingan aq

Leave Your Comments Juseyo ^^