The Lost Soul [Chapter 4]

_the lost soul 2

The Lost Soul

a fanfic by Yuna Lazuardi Lockhart

 Thriller, Angst, Sad romance, Family, Friendship, Psyco, Detective

Chapter, Series

Cast:
  • Choi Siwon , as Choi Siwon
  • Choi Jiwon, as Choi Jiwon
  • Jessica SNSD, as Jessica Giovelle
  • Leeteuk, as Arlane Dennis Giovelle
  • Heechul, as Casey Giovelle
  • Sungmin, as Vincent
  • Yesung, as Jeremy
  • OC’s Yeollane Giovelle,
  • Other cast.

Disclaimer: FF ini murni berasal dari pikiranku dan dituangkan kedalam karya orisinil milik ku. Semua cast milik agensi, keluarga fans, dan Tuhan, tapi Siwon milik saya (?) So, don’t copy plagiat or claim this FF as yours!

***

|| Teaser || Chapter 1 || Chapter 2 || Chapter 3 ||

NB: biasanya author gak mengharapkan komen dari kalian, cuman pengen kalian suka sama ceritanya. Tapi kali ini tolong RCL (Read, Comment, Like) yaa… Karena author butuh saran supaya tulisan author lebih bagus lagi.

Happy reading~!!

***

“Ketika aku melihatmu, aku tahu bahwa aku jatuh cinta padamu. Lalu ketika aku kehilanganmu,aku tahu bahwa jiwaku akan pergi bersamamu…”

.

.

Yeollane dan Siwon memasuki ruang ICCU bersama-sama. Mereka mengganti dan mensterilkan pakaian dengan pakaian khusus pengunjung berwarna hijau toska. Tapi, Yeollane masuk lebih dulu. Dilihatnya dengan seksama seorang gadis terbaring di tempat tidur dengan berbagai alat medis yang terpasang ditubuhnya. Saat itu adalah pertama kalinya Yeollane melihat seseorang yang sekarat dirumah sakit. Bahkan hari itu adalah hari pertamanya kerumah sakit. Bagimana tidak ? Ayahnya memiliki semua yang dibutuhkannya di rumah mereka. Dokter bedah, dokter umum, atau dokter spesialis yang handal disertai ruangan khusus untuk mereka bekerja.

Sejak kecil Yeollane tak pernah pergi ketempat umum seperti kantor polisi, museum, atau rumah sakit. Casey Giovelle, ayahnya, memiliki semua yang dibutuhkannya dan tidak pernah mengajak Yeollane keluar selain untuk jalan-jalan. Selama ini gadis itu hanya melihat dunia dari spesifikasi ayahnya. Mungkin bukan hanya kali ini Yeollane melihat orang sekarat didepan matanya. Tapi, baru hari ini gadis itu melihat langsung seorang gadis lain yang dikenalnya terbaring lemah di tempat tidurnya dengan semua perabotan medis menempel di tubuhnya, terambang diantara sadar dan tidak, terombang ambing di pintu kematian. Padahal boleh jadi kakaknya, Choi Siwon, adalah seorang detektif kelas satu yang tak pernah kekurangan uang. Tapi ternyata gadis itu, Choi Jiwon, kehilangan sebagian dari kesempatannya untuk hidup.

Siwon melangkah memasuki ruangan yang sama dengan Yeollane, dimana Jiwon terbaring tak sadarkan diri disana. Dalam tidurnya, gadis itu terlihat tenang dan damai. Seolah tak memiliki beban apapun dalam ingatannya. Seolah tak sadar bahwa ia sedang berada diambang kematiannya.

“Terimakasih.” Ucap Siwon tiba-tiba.

Yeollane menatap lelaki itu sejenak, “Untuk apa ?”

“Semuanya. Kau telah menyelamatkan adikku…” lelaki itu terhenti.

“Terimakasih banyak.” Lanjutnya tulus.

“Aku tidak melakukan apapun untuknya. Jangan membuatku terlihat seperti orang yang baik…” ucap Yeollane pelan.

Dengan perlahan Yeollane berbalik dan menuju ke pintu ruang ganti. Sementara Siwon hanya menatap punggung Yeollane tanpa berkata apa-apa. Siwon tahu bahwa gadis itu berniat untuk meninggalkan mereka disini. Cukup. Sudah cukup campur tangan Yeollane kali ini. Ia tak boleh lagi membantu mereka lebih dari ini. Karena jika itu terjadi, bisa jadi Siwon akan mengetahui jati dirinya yang asli.

“Aku tidak bisa terus menerus memagari diri dengan benteng pengendaliku. Dia seorang detektif yang handal dan cukup teliti. Aku tak ingin terlibat lebih jauh dengan orang-orang yang bisa membahayakan keluargaku…” pikir Yeollane.

***

 

Pagi itu mentari telah keluar dari peraduannya. Sinar keemasannya yang hangat tengah menyeruak masuk ke dalam setiap tirai kamar yang belum terbuka, berniat membangunkan tukang tidur yang masih asyik dalam mimpi mereka. Tapi, Yeollane membuka matanya tiba-tiba. Gadis itu bangun dengan dengan nafas terengah-engah seperti biasa. Tangan mungilnya meraba meja kecil di samping ranjang dan mengambil segelas air lalu meminumnya cepat. Detik berikutnya ia menghela nafas sambil menyeka keringat yang mengucur sebasar biji jagung dikeningnya. Untuk beberapa saat Yeollane termenung. Masih terlintas jelas dalam bayangannya suara melengking seorang gadis kecil yang kesakitan…

“Yeol…?” seorang gadis berambut emas menatap Yeollane dengan mata birunya.

“Yeol…?” kali ini ia melambaikan tangannya di depan wajah Yeollane.

“Yeol…?!” panggil gadis itu sekali lagi seraya mengguncangkan tubuh saudarinya.

Yeollane tersentak, “Jessie ? Ada apa ?” tanya Yeollane dengan wajah polos.

Jessica menghela nafas. “Seharusnya aku yang bertanya, Yeollane…”

“Ada apa ?” tanya Jessica kemudian.

Yeollane menggeleng pelan, “Tidak apa-apa…”

“Okay. Aku tidak mempermasalahkannya kalau kau tidak ingin menceritakannya. Omong-omong, apa kau sudah menyelesaikan tugas terbaru, Yeol ?” Jessica menatap Yeollane lekat-lekat.

Lagi-lagi adik bungsunya itu menggeleng.

Jessica mengerutkan keningnya, “Kenapa ?”

“Aku tidak bisa melakukannya lagi, Jessie…” Yeollane menarik nafas berat.

“Kenapa ? Apa yang salah denganmu, hmmm…?” lagi-lagi Jessie bertanya, diiringi kerutan dahinya yang tampak semakin jelas.

“Kau tahu setiap pagi aku selalu begini…”

“Begini ? Apanya yang begini ?” Jessica menatap mata cokelat Yeollane dalam-dalam.

“Oh, ayolah…”

“Apa ?” Jessica mengendikan bahu.

“Setiap pagi aku selalu bangun dengan keadaan kacau, Jessie…” Yeollane menjelaskan.

“Ya. Aku tahu itu, tapi yang tidak pernah ku tahu adalah penyebabnya. Aku bukan kakak dengan keahlian kejiwaan seperti Dennis. Aku tidak tahu dan tak akan pernah tau apa yang kau alami apabila kau tidak menceritakannya.” Balas Jessica panjang lebar.

“Jessie…”

“Yeollane, kita bahkan sudah melakukannya sejak belum genap enam tahun. Apa lagi masalahnya ?”

“Aku benar-benar tidak sanggup lagi, Jessie…” Yeollane memelas.

“Ada apa denganmu ? Kau selalu bisa melakukannya dengan baik, bahkan lebih baik dari pada aku atau Dennis…” protes Jessica

“Tapi aku tidak pernah merasa tenang bahkan sejak pekerjaan pertamaku dimulai…”

“Sejak saat aku membunuh putri keluarga Sharron yang dituduh melakukan pembunuhan berantai itu, setiap malam dalam mimpiku aku mendengar teriakan kesakitan dari semua orang yang mati ditanganku, Jessie…” Yeollane membesarkan matanya.

“Benarkah ?” Jessica juga melebarkan matanya tiba-tiba.

Yeollane mengangguk lemah. “Lalu…” gadis itu terhenti.

“Kemarin aku pergi kerumah sakit.” Lanjutnya cepat.

“Rumah sakit ? Untuk apa ?” Jessica mengerutkan keningnya lagi.

“Seorang ‘teman’ mengalami kecelakaan. Mungkin lebih tepatnya dia pingsan.” Jelas Yeollane.

“Lalu ? Apa tak ada orang lain yang bersedia membawanya…?” tanya Jessica.

“Tidak, Jessie. Kemudian ketika aku membawanya kerumah sakit, dokter mengatakan bahwa ia harus mendapatkan jantung baru.” Yeollane mengalihkan tatapannya

“Dia penderita kelainan jantung.” Lanjut gadis itu.

“Apa hubungannya, sayang ?” tanya Jessica bingung.

“Itu menambah tekadku untuk berhenti melakukan pekerjaan seperti ini, Jess…” Yeollane menarik nafas panjang.

“Tapi…”

“Aku tidak sanggup untuk membunuh lagi ketika aku melihat seorang gadis yang tengah memperjuangkan hidupnya yang bahkan mungkin hanya akan bertahan tak sampai satu bulan.” Lanjut Yeollane frustasi.

“Berikan jantung baru untuknya dan lanjutkan tugasmu. Hanya itu caranya.” Tegas Jessica.

“Kau tahu, Dad tidak bisa menerima asalan apapun untuk pembatalan tugas. Dan aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk hanya karena kau tak bisa membunuh mereka.” lanjut gadis bermata biru itu.

“Mengapa bukan kau saja yang melakukannya untukku ?” tanya Yeollane kesal.

“Oh, adikku tersayang… Kau tahu persis bahwa aku tak suka ikut campur masalah orang lain. Cobalah minta hal itu dari Dennis. Dia pasti akan memenuhi keinginanmu, seperti dia memenuhi keinginanku, sayang…” gadis itu berbalik dan meninggalkan Yeollane sendiri.

“Tapi Dennis di Florida sampai tiga bulan kedepan, Jessie…!” teriak Yeollane putus asa.

“Kalau begitu lakukan saja dengan tanganmu, apa susahnya ?” balas Jessie.

***

 

Siwon mengantri pada antrian Earlay café pagi itu. Ia memesan dua gelas vanila latte dengan krim dan karamel, lalu dengan langkah santai ia menghampiri seorang gadis mungil berwajah asia yang duduk manis di sebuah bangku panjang dibawah pohon ek yang sangat besar. Mata cokelat gadis itu sibuk menelusuri sebuah buku yang tengah dibacanya hingga ia menoleh tiba-tiba karena bayangan gelap menutupi cahaya pada bukunya.

“Hai…” sapa Siwon kaku. Lelaki itu menawarkan segelas vanila latte yang dibawanya.

“Terimakasih.” Gadis itu tersenyum lembut.

“Boleh aku bertanya sesuatu ?”

Gadis itu mengangguk, “Hm…”

“Mengapa kau pergi begitu saja kemarin ?” Siwon menatap gadis itu.

Lagi-lagi ia tersenyum. “Aku hanya ingin membiarkan kalian berdua.”

“Sejujurnya, itu adalah hari pertamaku pergi ke rumah sakit. Dan Jiwon adalah ‘teman’ pertamaku. Jadi aku merasa agak aneh dan tidak nyaman…” lanjutnya.

“Omong-omong, kita belum berkenalan. Siapa namamu ?” Siwon menghirup kopinya.

“Yeollane. Orang-orang biasa memanggilku Yeol.” Jawabnya singkat.

“Terimakasih, Yeol…” Siwon tersenyum. Dalam suaranya Yeollane dapat melihat ketulusan disana.

“Berapa kali harus ku katakan, tak ada hal yang kulakukan yang membuatmu harus berterimakasih.”

“Tentu aku harus berterimakasih karena Jiwon memiliki teman sebaik dirimu.” Siwon bersikeras.

“Well, terserah padamu.” Yeollane menutup bukunya dan menatap mata hitam yang tajam.

“Apa kau akan memindahkan Jiwon ?” tanya Yeollane.

“Kurasa tidak. Ada apa ?” Siwon balik bertanya.

“Tidak. Hanya saja, bukankah lebih baik jika Jiwon dioperasi di Angels Hospital ?”

Air muka Siwon berubah. “Entahlah, aku bahkan belum bisa mendapatkan pendonor. Padahal ini sudah hari kelima. Mungkin ini adalah akhir perjuangan Jiwon…” ucapnya putus asa.

“Maukah kau memindahkannya ke Angels Hospital ?” tanya Yeollane tiba-tiba.

Siwon menatap gadis itu dengan tatapan ‘apa kau bercanda’, sementara gadis itu tersenyum lebar. “Ayahku memiliki banyak jaringan bisnis, termasuk dengan pasar gelap internasional yang memperjual-belikan organ tubuh manusia. Jika kau memindahkannya kesana, maka aku akan meminta ayahku untuk mencarikan satu jantung baru untuk Jiwon.” Jelasnya panjang lebar.

“Tapi itu ilegal, Yeol ?” Siwon tak percaya.

“Percayalah padaku. Aku bisa menyelamatkan Jiwon. Yang aku inginkan hanyalah agar Jiwon dirawat dirumah sakit tempatnya biasa dirawat. Apa itu berlebihan ?” Yeollane menatap lekat-lekat sepasang mata elang yang menggambarkan keputusasaan itu.

“Dan aku yakin, walaupun seseorang harus mengutukmu untuk mendapatkan jantung baru bagi Jiwon, maka kau akan melakukannya.” Lanjut Yeollane meyakinkan.

“Tapi… Kenapa…?”

“Apanya ?” Yeollane menatap sekilas mata Siwon yang mulai berkaca-kaca.

“Kenapa kau melakukannya, bahkan disaat aku hampir-hampir menyerah ?”

“Karena aku tidak ingin melihat teman baruku mati begitu saja.”

Tess…

Tess…

Siwon menatap Yeollane tanpa berkedip. Mata hitam lelaki itu tampak mengeluarkan bulir-bulir bening yang mengalir membasahi pipinya. Sementara Yeollane memandang pria disampingnya dengan perasaan bersalah.

“Terimakasih. Aku berjanji akan memindahkannya hari ini juga.”

“Aku harus menyelidiki Dalton dan membunuhnya. Maaf, karena aku sudah memanfaatkanmu…” ucap Yeollane dalam hati.

***

Sepeninggal Siwon, Yeollane duduk sendiri disana. Semilir angin dengan lembut membelai pipinya, menerbangkan beberapa helai rambutnya. Dengan wajah datar, gadis itu mengingat malam dimana ia menelpon Dennis dan mengatur rencananya. Masih jelas dalam ingatannya kata-kata Jessica beberapa hari yang lalu, “Berikan jantung baru untuknya dan lanjutkan tugasmu. Hanya itu caranya.”

 

. . . . .

“Dennis ?” ucap Yeollane begitu telepon tersambung.

“Ya, ada apa Yeol ?” suara kakaknya disebrang terdengar begitu tenang.

“Boleh aku bertanya sesuatu padamu ?” gadis itu memainkan kabel telepon.

“Apa itu ?”

“Apa kau mengenal seorang dokter bernama George Dalton ?” Yeollane mencoba mengingat-ingat nama itu.

“Tentu. Dia adalah mantan dokter keluarga kita. Dr. Dalton dipecat karena ia salah memberikan obat untukmu dan Jessica saat kalian anak-anak. Kejadiannya sudah cukup lama. Kenapa ?” Suara Dennis terdengar khawatir.

“Tidak, hanya saja aku bertemu dengannya sekitar lima atau tujuh hari yang lalu.”

“Dimana kau menemuinya ?”

“Quinerry Hospital. Seorang temanku, penderita kelainan jantung, dia pingsan dan aku membawanya kesana. Dan kebetulan Dalton adalah dokter yang bertenggung jawab atasnya.”

“Apa yang dilakukannya terhadapmu ?” suara Dennis makin terdengar khawatir.

“Dia tidak melakukan apapun, Dennis. Hanya saja naluriku mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada dokter sialan itu. Dia seperti menyembunyikan sesuatu yang membahayakan. Dan yang paling aku khawatirkan adalah temanku dan… kita.” Jelas Yeollane.

“Selidiki dia, lalu habisi tanpa bekas. Dan gunakan jantungnya untuk temanmu, sayang…” kali ini nada suara Dennis pelan dan lembut.

“Baiklah. Terimakasih, Dennis. Aku menyayangimu.”

“Mm… Aku juga. Jaga dirimu, Yeol.”

‘Klik’ sambungan pun terputus.

. . . . .

 

Maafkan aku, Ji… Karena aku membantumu dengan cara yang kotor…”

Yeollane bangkit dari tempat duduknya dan berjalan perlahan menuju mobilnya. Sambil menghela nafas, gadis itu tersenyum.

“Lakukanlah, Yeol. Ini untuk temanmu, ayahmu, dan untuk dirimu sendiri.” Ucap Yeollane pada dirinya sendiri.

 

***TBC***

Leave Your Comments Juseyo ^^