He Was Just The One [Chapter-5]

he was just the one alana cantique pis

He Was Just The One
Maincast || Jeong Taek Won aka. Leo VIXX feat Park Jiyeon
Support Cast || VIXX Ken, Ravi, N, Hongbin , BTS Suga, 4Minute Hyuna,
Genre || Romance | Action
Length || Chapter
Rated || PG-17

.


Sementara itu Leo berjalan di sebuah lorong gang yang sempit dan becek di samping sebuah rumah makan China di daerah Gangnam. Dia pernah datang ke tempat itu untuk mengunjungi temannya. Dia tidak tahu, apakah dia masih berada di sana atau tidak. tidak.

Langit-langit kota seprti mengejeknya. Gedung-gedung tinggi itu me,berikan cemoohan yang tak kalah seru mengenai kebodohannya membiarkan Jiyeon di sadera oleh mahluk keji bernama Ravi. Semoga saja dia tidak menemuka sesuatu yang membuatnya tertarik pada Jiyeon.

Pada sebuah pintu besi, Leo menekan belnya. Seseorang mengintip dari sebuah celah yang bisa di buka dari dalam. Bentuk persegi dan hanya bisa menampakkan bagian mata. Leo melihat mata itu sedang menatapnya. Segaris mata sipit, dan redup.

“Apakah aku bisa bertemu dengan Jongup ?” tanya Leo kemudian. Dia berharaP banyak dari sosok yang ingin ditemuinya.

Dan pintu terbuka. Sosok yang dikenal Leo sebagai Jongup berdiri dengan senyumnya yang bodoh. Tubuh yang posturnya lebih pendek itu menyeringai dengan maksud yang tak jelas. Namun kemudian, Leo segera masuk dan menendang pintunya.

BRAKH! pintu tertutup dengan perasaan hancur. Jongup menggeleng.

“Kenapa kau negit semena-mena pada pintuku? Kau harus lebih manusiawi padanya atau dia tidak sudi melindungi kita, Bro!”

Leo tidak menaggapi, memilih untuk berdecak dengan tatapan sejurus kecemasan Jongup. Rambut bak sarang burung itu dikacaunya tanpa ampun, kemudian melemparkan pantatnya di bangku.

Dia marga Moon. Moon Jongup, adalah seorang polisi. Dia melakukan undercover setelah berhasil menyingkap pembunuhan misterius seorang laki-laki di sebua Villa di daerah Pantai oleh seorang Pikopat bernama Kim Himchan. Khasusnya seperti sebuah misteri dua dunia dan berkaitan dengan khasus yang sudah terjadi dua puluh tahun sbelumnya. Hanya saja melibatkan pribadi yang berbeda. Meski berlatar belakang yang sam, cemburu dan dendam. Sang pembunuh berhasil di ringkus dengan bukti di tangan.

Hebatnya, seorang Moon Jongup sudah bekerja untuk kepolisian sebelum Leo memulai karirnya sebagai model profesional sebagai kerja sampingannya. Dia mengetahui seluk beluk kota dan aktivitas perdagangan ilegal di daerah Gangnam. Dan Leo membutuhkankannya saat ini. Paling

“Kau terlihat payah Hyung ! Ada apa ?” tanya Jongup dengan sebuah cengiran.

“Aku butuh bantuanmu.” Leo duduk pada sebuah bangku. Dia menghela nafas berkali-kali.

“Aku sedang dalam kesulitan.” lanjutnya.

“Aku sudah mendengarnya.” Jongup terdengar sanntai menanggapi. Penampilan bodohnya sungguh menipu. Dia memakainya untuk kamuflase agar orang tidak menganggapnya penting. Manusia cenderung melihat sisi yang terbalik.

“Jadi kau sudah tahu tentang masalahku?” Leo mendelik kaget Dia menegakkan punggungnya dan serius dengan pembicaraan Jongup.

“Aku tahu segala hal. Tapi kau jangan khawatir. Aku akan merahasiakannya. Kau mencari informasi mengengai N?” tanya Jongup dengan tatapan redupnya.

“N ?” Leo hanya menggumamkan nama itu. Sosoknya membuatnya muak. ” Bagaimana dengan Ken?” Sekedar memberi pancingan

”Ken.” ulang Jongup. Matanya bermain jeli. Dia tersenyum

“Aku sudah menduga kalau dia ada kaitannya dengan Ken.” Leo menghela napasnya.

“Dia orang penting.” Sahut Jongup.

Dan jangan lupa, kalau dia adalah seseorang yang pernah dekat dengan Jiyeon. Batin Leo dalam hati. Si Brengsek itu sudah pernah memiliki Jiyeon.

“Dia menjadi kunci dari kisah menarik ini.” ujar Jongup.

”Who? N?”

”Yup!”

“Dia sangat mengesankan. Bagaimana aku bisa menemuinya sekarang?” Leo memutar otak.

“Dia masih setia pada Ravi, namun membatu Ken untuk melakukan sesuatu. Dia mendapatkan keuntungan dari keduanya.”

“Aku nyaris dibunuhnya.” keluh Leo.

“Apakah Ken yang mendalagi penyerangan itu.”

“Ravi sepertinya tidak tahu bahwa N bekerja untuk Ken.”

“Dia menahan kekasihku.”

“Siapa? Kau punya kekasih? Kupikir kau tidak akan pernah memilikinya.” Jongup tertawa.

Leo mengepulkan asap rokoknya. Menjengkelkan. Si penguntit itu menertawai jiwa playboynya. Dia berusaha untuk tidak mengambil hati, cukup melemparkan senyuman menanggapi sindiran Jongup. “Aku mencemaskannya. Hell I really hate this feeling, Moon! I miss her.”

“Apa kau pikir Ravi akan membebaskan kekasihmu seandainya sukses kali ini.”

“Aku ingin segera menyelesaiakan khasus ini!” Geram Leo.

“Jimin selamat. Dia masih hidup dan sekarang masih berada dalam perawatan di rumah sakit.” ujar Jongup kemudian.

Leo tercekat.

“Syukurlah dia masih hidup.” Dia kembali menekuni meja kosong di depannya. Terlihat seperti buntu. Apa yang harus dilakukannya. Ini seperti memecahkan khasus tanpa solusi. Mengukir banyak jalan, sebuah celah. Jika dia salah bergerak, maka akan fatal akibatnya.

“Aku harus menyelamatkan Jiyeon, Moon.”

“Aku akan membantumu. Kau jangan khawatir.”

“Aku harus segera menemukan koper yang berisi bubuk sabu itu.”

“N mengetahuinya .” ujar Jongup.

“Apa kau tahu, Ravi menyukai kekasih N? “

“Jongup, kau sungguh tau segala-galanya. Aku tidak rugi meminta bantuanmu.”

“Itu kenapa aku masih dipakai hingga detik ini.” Jongup terlihat begitu membanggakan dirinya.

”Lalu bagaimana dengan Ken?” tanya Leo

”Apa kau tahu kenapa Ken ada kaitannya dengan Ravi?”

”No!”

”Apa kau tahu Hyuna?”

”No!”

Jongup melempar sebuah foto ke depan Leo. Melayang tipis dan hinggap begitu saja di punggung tangannya. Leo memperhatikan dengan teliti.

”Hyuna adalah adik Ravi.” Jongup mengangguk, menanti respon Leo.

” No Wonder!”

Pantas saja Ken rela melakukan apa saja untuk Ravi.

”Masih menjadi rahasia.” tegas Jongup.

.
.
.
.

Di rumah Ravi,

Suga masih duduk di pinggir kasurnya saat sang pemimpin memasuki ruangan dengan nuansa maskukin. Sosok Ravi baginya adalah dewa. Dia yang telah menyelamatkan hidupnya dari kemiskinan. Ravi yang telah menjadikannya penting. Tidak ada alasan untuk Suga tidak mencintai Ravi. Dia memujanya.

“Hyung !” sapanya.

“Bagaimana keadaanmu ?” Ravi menepuk bahu Suga. Namja itu terlihat payah dengan dada yang dibalut perban. Sebuah peluruh menembus bagian kanan dadanya, untung saja nyawanya masih bisa di selamatkan. Dan dia sungguh tahu betul siapa yang sudah menembakkan peluru itu padanya.

“Aku sudah membaik. ” jawab Suga.

“Aku rasa kau harus beristirahat dulu. Tidak usah ikut menangani khasus ini bersama yang lain. ”

Ravi terlihat gelisah. Wajahnya bertekuk di bawah lampu meja dan terlihat garis ketegasannya membayang cemas.

”Wae,Hyung?”

”Apa kau pikir N berkhianat?” tanya Ravi.

Suga belum mengatakan hal itu sebelumnya. Mengenai N. Dia mempunyai alasan yang jelas dengan aksi diamnya kali ini. Jika dia bisa membuat N jatuh maka dengan mudah Suga menjadi kepercayaan Ravi untuk selanjutnya.

Namun mengenai barang yang diinginkan Ravi, Suga sungguh tidak jelas dengan hal itu. Kemungkinan ada bersama Leo, namun kemungkinan ada bersama N. Karena N yang sudah mengacaukan transaksi beberapa waktu lalu.

“Aku sangat mencurigai Ken.” Pernyataan Suga menjadi sebuah point penting bagi Ravi.

“Kenapa dengan Ken? ” Ravi mengernyit

“Aku tidak tahu. Perasaanku mengatakan kalau dia tidak seperti yang kita lihat. “

“Apa kau pikir aku mempercayainya?” Ravi menghela napas kasar, ”Dia itu polisi. Meskipun dia mempunyai hubungan dengan adikku, tapi tetap saja dia polisi. ”

Namja berwajah pucat itu mengangkat kedua bahunya. Dia hanya menatap Ravi dengan berbagai asumsi. Tidak ada yang bisa dipercaya dala dunia seperti ini. Piki Suga.

” Aku melihat sendiri dia menembakkan peluru ke arahku. Dan dia membabi buta menyerang Leo. Dia mengira aku mati dan tidak mungkin mengatakan ini padamu.” Suga akhirnya mengatakannya. Dia berusaha untuk bangun. Dia merintih memegangi dadanya.

“Aku akan mencarinya!” Ravi melemparkan senjata Suga ke atas kasur. Lalu pergi dengan wajah kaku.

.
.
.

“Kau di mana ?” tanya Ravi pada seorang namja berkulit putih dengan senyuman tipis. Sepertinya dia sedang menata sebuah skenario untuk Ravi.

Laki-laki berwajah tegas dan beralis tebal itu mengernyitkan matanya, ketika dia mendengar sebuah desahan panjang dari orang kepercayaannya, sebelum dia mengetahui keburukaknnya.

“Apa yang sedang kau lakukan ?” hardik Ravidengan suara tajam dan menghantam.

“Aku berada di pusat kebugaran. Aku sedang melakukan stratching , Hyung !”

” Bisakah kau datang ke sini secepatnya ?” Ravi tidak mengindahkan penjelasan N pada akhirnya. Dia menginginkan N segera muncul di hadapannya.

“Bisakah menunggu hingga nanti malam. Aku akan ke rumahmu secepat mungkin.”

“Apa kau sedang menghindariku ?”

“Apa maksudmu, Hyung ?Aku sedang berada di rumah pacarku.”

Ravi mendadak bungkam. N berada di rumah Hara.

”Hyung!” Panggil N beruntun.

“Tidak. Aku hanya mengira kalau kau tidak ….” kalimat RAvi berhenti begitu saja ketika dia mencoba untuk menahan dirinya untuk tidak terlalu terbuka mengenai kecurigaannya.

“Aku menunggumu !” sambungnya kemudian.

N menatap ponselnya sebelum akhirnya dia mendengar nada sambung terputus dengan suara …. Beep.

.
.
.
.

“Bawa wanita itu ke sini!” Ravi memberi perintah pada seorang pengawalnya.

Lalu tidak berapa lama kemudian Jiyeon muncul bersama salah seorang pengawal Ravi. Wajahnya terlihat panik meski tetap terlihat cantik. Dia di dudukkan di depan Ravi dengan berseberangan meja. Tatapan laki.laki bernama Ravi itu sungguh tajam. Jiyeon hanya mampu menunduk setelah beberapa detik berpapasan dengan sorot mengerikan itu.

“Berapa lama kau mengenal Leo?” tanya Ravi.

“Sudah hampir satu tahun. ” jawab Jiyeon.

“Hh..satu tahun?”

“Kenapa ?” tanya Jiyeon tenang. Mungkin karena Ravi tidak seperti beberapa saat lalu ketika dia terlihat beringas. Kali ini laki-laki dengan senyuman maut itu hanya menekur dalam dilemma.

“Apa kau mencintai dia ?”

“Leo? ya… kami baru saja menjalin hubungan. “

“Apa kau tahu sebelumnya kalau dia adalah seorang polisi ?”

Jiyeon menggeleng. Diapun baru saja mengetahui setelah kejadian kemarin.Dan entah kenapa Jiyeon merasa lega ternyata laki.laki yang dianggabnya brengsek itu adalah seorang polisi.

Jantungnya berdebar merasakan kerinduannya pada Leo. Laki.paki brengsek itu telah membuatnya terjebak dalam dunia gilanya. Ini sungguh mengerikan. Membayangkan sebelumnya saja tidak. Kondisi nyaris tewas, dan apa ini… Jiyeon mengeluh dalam hati meski dia merindukan Leo setengah mati.

Si Brengesek itu telah membuatnya terjebak dalam hitam putih kehidupannya.

Sebelum bertemu dengan Leo dia merasa kehidupannya berwarna hitam dan putih, begitu monoton, namun sekrang kenapa justru menjadi hitam keseluruhannya. Jiyeon tersenyum, mencandai perasaannya sendiri.

“Kenapa kau menanyakan hal ini ?” Jiyeon memberanikan diri bertanya.

“Aku tidak tahu.” Ravi melirik ke arah jam dinding. Pertemuannya dengan N masih sekitar tiga jam ke depan. Ini sungguh membosankan.

Berada bersama Jiyeonsungguh membosankan. Ravi menghela napasnya.

”Apa kau bisa melakukan sesuatu untukku?”

Jiyeon mewaspadai cengirana aneh itu. Apa yang diinginkan Ravi darinya.

”Mwo?” Jiyeon menelan salivanya. Nervous.

”Kemarilah!” ujarnya memberi perintah.

”Kau jangan minta sesuatu yang aneh dariku. Aku ingatkan padamu, aku bisa bela diri.”

Ravi tersenyum lagi. ”Oke, kau bisa bela diri. Tapi apa kau sanggup menghadapi ini?” Ravi mengeluarkan pistolnya. Dia mengarahkannya pada Jiyeon.

GLUP

Seketika tubuh Jiyeon menjadi kaku. Tentu saja dia akan berpikir sepanjang mungkin demi melihat senjata api yang ditodongkan ke arahnya. Bentuknya ramping, namun dia mematikan.

“Kau pasti mengira kalau Leo telah berbuat jahat padamu .” Jiyeon berusaha mengalihkan perhatian. Memutar otak dan berpikir lebih keras untuk mengambil hati sosok yang mungkin kejam di hadapannya.

Ravi tertawa geli demi mendengar perkataan Jiyeon

Jahat ?

Menjahati ?

“Hahahaha….!”

“Kenapa kau tertawa ?” Jiyeon menyipitkan matanya.

“Kau sepertinya tidak tau apa-apa tentang kami.” Ucap Ravi sambil mengambil sebatang rokok dari sakunya.

“Kau mau ?” Dia menawarkan rokok itu pada Jiyeon

Yeoja cantik itu menggeleng lemah.

“Aku tidak merokok.” jawab Jiyeon

“Ya, kau jangan mengotori bibirmu yang indah dan lembut itu dengan nikotin. “

Jiyeon tersenyum. Mendadak dia melupakan rasa takutnya pada Ravi. Dia mengingat perkataan mengenai rokok dan bibirnya itu yang dulu pernah diucapkan Leo padanya.

Di gigit bibir bawahnya dengan sedikit memikirkan , betapa Leo begitu menyukai bibirnya. Dia mengulum dan menghisapi bibirnya dengan lembut dan penuh gairah.

” Apa kau memikirkan dia?” Ravi berdiri.

“Hm..tentu saja aku memikirkannya. Aku sangat khawatir padanya.”

Namja berpostur tinggi itu terlihat sedikit memikirkan sesuatu. “Aku tidak tahu harus berpihak pada siapa. Anak buahku atau Leo.”

“Aku tidak ingin membela Leo, tapi sepertinya dia tidak melakukannya. Dia hanya ingin menangkapmu.”

Jiyeon menutup mulutnya. Dia tidak menyangka bahwa dia berani mengatakannya. Ini sungguh sebuah kemajuan.

Lirikan Ravi menyipit tajam. Alisnya bergerak menyatu. Apakah dia akan marah. Apakah dia akan kembali mengurung Jiyeon diruangan kotor itu.

Ravi mendekatinya dan duduk di sisinya.

“Dia menghkhianatiku. Dia harus mati.”

Jiyeon memucat drastis. Dia beringsut menjauh. Dan Ravi meliriknya dengan senyum.

“Jangan membunuhnya !” ucapan Jiyon lebih terdengar seperti rintihan.

“Kenapa tidak. Aku bebas melakukan apapun. Seperti katamu tadi, aku jahat!’ Ravi masih merasa geli dengan perkataan ‘jahat’ itu. Sebenarnya dia tidak ingin menakut-nakuti Jiyeon dengan muka manisnya yang berkedok sinis. Jiyeon terlihat cukup menarik.

“Di…di..dia…yang akan membunuhmu.” ujar Jiyeon berani.

“Mungkin saja.” Asap mengepul dari bibir seksi itu. Rokoknya masih tersisa seperempatnya.

“Dia akan menyelamatkan aku.” Ucap Jiyeon lagi sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah.

“Kita lihat saja nanti.” balas Ravi. Dia tidak ambil pusing dengan apa yang dikatakn Jiyeon.

Dia masih menunggu N. Ingin rasanya dia segera menanyakan perihal perkataan Suga mengenai kecurigaannya atas sikap N.

Jika memang N terlalu memanfaatkan kebaikannya, lalu memanipulasi kepercayaan ini menjadi bentuk yang berbeda. Apakah N ingin mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, atau dia bekerja sama dengan Ken untuk meruntuhkan dinasti kejayaannya.

Kenapa dia tidak berpihak padanya.

.
.
.

Jiyeon tidak lagi berada dalam kamar pengap dan gelap itu. Dia sudah berada dalam kamar bersih dan tidak terikat lagi. Ravi menganggabnya tidak berbahaya.

Ya, untuk namja seanggun Jiyeon mana mungkin berbahaya. Gadis itu pun bisa tersenyum ketika memikirkan dirinya sendiri.

Dia berdiri di depan cermin. Menatap wajahnya dan melihat betapa pucat kulitnya. Hari ini dia tidak mendapatkan cahaya matahari. Sepertinya dia ingin berlibur ke tempat di mana dia bisa bermandi ultraviolet.

Jiyeon mengingat ajakan Leo untuk berlibur. Sepertinya tawaran itu sekarang masih menjadi tanda tanya besar. Apakah Leo akan selamat. Apakah mereka bisa bertemu lagi.

“Jiyeon ssi, makan malammu.” Seseorang membuka pintu dan meletakkan satu box berikut minuman soda di atas meja.

Jiyeon memperhatikan orang itu tanpa mengatakan apa-apa, sampai dia menutup dan mengunci pintu itu kembali.

Sementara itu di dalam ruang kerja Ravi, N duduk berhadapan dengan laki-laki yang selama ini melindunginya.

Ravi memasang wajah kaku dan dingin.

“Aku tidak tahu harus berbuat apa padamu.”

N menghela nafasnya.

“Kalau aku jadi dirimu, aku akan segera membunuh seorang pengkhianat, Hyung!” Ujar N tanpa dosa.

Ravi menyeringai sambil memutar bola matanya. Dia meletakkan rokoknya di atas asbak. Kemudian berdiri. Berjalan mendekati namja berdagu lancip itu dan duduk di atas meja. Tepat di hadapan N dan menumpangkan kakinya disela-sela paha laki.laki yang saat ini ingin ditelannya hidup-hidup.

Otomatis, N beradu mata dengannya.

Ravi membungkuk, menatap lekat mata N sambil mengambil dagu lancip itu dengan tangan kokohnya.

“Kalau begitu aku akan membunuhmu !” bisik Ravi dingin.

Namun N menyeringai. Dia sama sekali tidak takut dengan perkataan Ravi.

“Aku tidak mengkhianatimu. Aku setia padamu.”
b
“Kau mengkhianatiku juga Leo. “

“Leo?” N tertawa.

“Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan dengan Ken, tapi aku sarankan padamu, sebaiknya kau menyerahkan apa yang sudah kau ambil dariku, sebelum aku berbuat lebih jauh padamu.” Bisik Ravi dengan suara setajam belati.

”Ken?” N masih berusaha menyangkal, meski itu tidak berarti lagi. Ravi memerintahkan anak buahnya untuk masuk.

”Hyung, ada apa denganmu?”

”Aku hanya berjaga-jaga. Aku pun tidak percaya bahwa kau berani melakukan ini padaku.” Ravi menyuruh beberapa orang untuk mengurung N.

Tapi tba-tiba N merogoh senjata dari dalam blasernya. ”Jangan mendekat!” Perintahnya dengan mata membelalak. Sial! Pikirnya panik.

“Hyung, aku membela diri saat itu. Aku tidak menyerang. Ketika aku datang, LEo menembakku lebih dulu. Dan aku terpaksa menembak ke arahnya.”

“Suga mengatakan hal berbeda. ” balas Ravi

“Aku tidak mengada-ada.” N masih berusaha untuk memanipulasi

“Sekarang katakan padaku, dimana kau menyimlan barangku ?”

“Aku tidak…”

“Aku harap kau mengatakannya sebelum aku menembakmu.”

Sekarang dua manusia berhati srigala itu sama-sama menodongkan senjata. Sialnya bagi N, karena Ravi mengeluarkan senjatanya dan mengarahkannya tepat pada dahi N.

Tiba-tiba ponsel Ravi berbunyi nyaring.

DOR

Ravi melihat sebuah peluru melesat ke arahnya dengan kecepatan penuh, udara tampak terbelah di depan matanya, suaranya berdesing dan berderit mengikis nyali. Ravi mengambil jarak sepertiga dari diameter kepalanya ke arah kiri dengan cepat, kemudian kaki panjangnya menentang pemikiran N, dengan mengarahkan siku lututnya sejurus dengan langkah N yang menerjangnya. Dia membuat abdoment tipis itu terdorong oloeh tempurung lututnya dan mendesak masuk menekan seluruh organ rentan yang dilindungi epitel dalam perutnya. Gerakannya beruntun dengan sebuah pukulan hebat di tengkuknya ketika tubuh N meringkuk dengan berat tubuh bertumpu pada bagian depan, sehingga N langsung tersungkur dan jatuh tanpa ampun ke lantai.

Mengatur napasnyas sebentar kemudian menyeka peluhnya yang menetes di wajahnya.

”Kurung dia!” Ravi memerintahkah bodyguardnya untuk mengurung N yang terlihat pingsan.

”Hallo!” sapanya dengan suara serak dan keras.

”Oppa, kenapa kau berteriak padaku?” suara Hyuna membuat Ravi mendengus kesal.

”Kau dari mana saja?” teriak Ravi. Adiknya itu sudah tidak terlihat selama satu minggu.

”Oppa, aku baru saja pulang dari Jepang. Kenapa kau begitu marah?” dengan intonasi maja.

”Gadis manja, apa yang kau lakukan di Jepang?”

”Shoping. Aku membelikan celana dalam untukmu juga untuk Ken Oppa.”

Ravi menyeringai. ”Celana dalam saja harus beli sampai ke negeri Sakura. Apa kau pikir di Korea tidak ada celana dalam. Dasar gadis manja! Kau buang-buang uagnku untuk beli celana dalam.”

”Oppa, kau belum melihat celana dalam yang kubeli untukmu. Jangan marahi aku seperti itu! Hiks..hiks..!” Hyuna pura-pura tersedu.

”Memangnya bagaimana bentuk celana dalam yang kau beli itu, apa ada bedanya dengan cekana dalam lokal. Apa istimewanya? Apa dia bisa membuatku terbang seperti Superman, atau Batman?”

”Aigooo” hyuna mengeluh.

”Ara, cepatlah ke sini! Aku akan menyruh Ken ke sini juga. Dan kami akan memakainya bersama. Apa kau puas?”

”Yeaaay. Oppa! Kau membuatku senang. Luv you Oppa!”

.
.
.

Sementara itu Leo dan Jongup sedang berdiri di depan markas besar kepolsiain. Mereka baru saja tiba dari makan malam bersama. Tatapan Leo terkunci pada bayangan sosok yang baru saja memasuki mobilnya.

”Bukankah itu Kepala Polisi Jang.” Ujar Jongup. Leo mengangguk. Matanya masih menyetir kendaraannya sendiri. Namun kali ini dia melakukannya sendiri. Ada yang aneh

“Hyung !” Jongup menepuk pundak Leo

”Sepertinya kita harus mengikuti Polisi Jang. Ada yang aneh dengannya.” ujar Leo sambil menyuruh Jongup masuk ke dalam mobil lagi.

”Hyung, aku sedang tidak ditugaskan apapu. Bagaimana jika aku menyalahi aturan?”

”Kau bersamaku. Kau jangan khawatir.”

Leo mengejar palisi Jang yang terlihat tergesa-gesa meninggalan halaman parkir. Dia membuat hampir semua mobil yang akan memasuki gerbang, tersingkir dengan tragis. Pasti ada sesuatu yang terjadi..

”Ada apa dengan polisi Jang?” Jongup menggeleng-geleng heran

”Apa kau pernah meretas profil pribadi Poilisi Jang?”

Jongup menggeleng. ”Apa yang kau pikirkan? ” Tanyanya

”Hhhhh! Nothing. Kita akan cari tahu.” Jawab Leo.

.
.
.

Lep mendengus lirih. Dia memikirkan kelasihnya yang mungkin dalam keadaan tidak nyaman di tangan Ravi.

Seandainya dia bisa melewati semua masalah ini dan menyelesaikan khasus yang membuat kekasihnya itu terksiksa, maka Leo akan segera mengajak Jiyeon keliling dunia. Dia akan menyenangkan Jiyeon dengan uang tabungan yang selama ini dikumpulkannya.

Perjalanan ini berujung pada sebuah gedung apartement yang letaknya tidak terlalu jauh dari apartement Jiyeon.

Mobilnya terparkir di lantai lima. Leo segera mengikuti Polisi Jang memasuki pintu masuk gedung.

”Apakah ini rumahnya?” tanya Jongup

Namun seingat Leo, kediaman Polisi Jang tidak disini. Namja bermata sendu itu ingat sewaktu menghadiri ulang tahun ke sembilan anak pertama polisi yang sudah berumur lima puluh tahun itu. Rumahnya benar tidak di sini. Dia pasti sedang mengunjungi seseorang.

“Dia mengunjungi wanita itu.” ujar Jongup dengan sebuah senyuman. Itu hanya perkiraan.

“Siapa ?” Lirik Leo

”Mungkin selingkuhannya. Laki-laki biasa seperti itu. Apa kau pikir kalau dia seorang polisi hidupnya sudah benar?”

”Nobody is Perfect, Moon.”

”Yeah. Do you?”

”Shit! Joke another time, Moon!” Leo mengepalkan tinjunya. ”Damit. Senjataku disita. Aku sedang bebas tugas.”

”Aku bawa.” celetuk Jongup

”Jangan gunakan!” tegas Leo.

”Memangnya aku harus membunuh Polisi Jang.”

Leo hanya menatap sangar. Mereka akhirnya berhenti agak jauh dari Polisi Jang yang masih belum menyadari bahwa dirinya sedang dibuntuti.

“Hara,” bisik Jongup ketika dia melihat sosok wanita yang membukakan pintu untuk Polisi Jang.

“Kau tau ?”

“Aku selalu tau, Hyung.”

Leo menyeringai. ”Tapi apa hubungan Hara dengan Polisi Jang ?”

”Apa kau tidak tahu kalau Hara adalah kekasih N.”

”What?” Leo terkejut setengah mati. Dia bahkan melupakan kalau saat ini sedang bersembunyi dan melalukan pengintaian. ”Polisi Jang dan HAra?” lanjutnya dengan mulut menganga.

“Kalau untuk itu aku tidak tau. Mungkin mereka bekerja sama.”

“Lalu…N ?”

Leo masih terlihat berpikir. Dia mencoba untuk mereka-reka dan menghubungkan beberapa kejadian yang sudah terjadi.

.
.
.

”Oppa!” Hyuna berjalan dengan liukan indahnya, membuat Ravi mengeleng berulang-ulang. Gadis itu langsung melemparkan pantatnya di sebelah kakak tercintanya dan bergayut maja di lengannya.

”Oppa, kau makan banyak sekali.” Hyuna melihat beberapa porsi makanan yang terhidang di meja, sambil mengusap perut Ravi yang penuh.

Ravi mendengus. ”Aku baru saja menghajar orang.Perutku langsung lapar.”

”Oppa, mana Ken?” Hyuna menoleh ke segala arah.

”Sebentar lagi dia datang.” Ravi memandangi adiknya yang terlihat aneh.

”Kenapa kau merubah warna rambutmu menjadi merah?”

”Itu karena kesalahan Sungjae !” Hyuna mengraskan rahangnya dan menggeram kesal.

”Siapa Sungjae? Kenapa dai berani membuat masalah dengan adikku?”

”Oppa, hiks..hiks..hiks!”

”Aigoo, nae Hyuna. Apa yang sudah dia lakukan padamu?” Ravi mengusap rambut adiknya.

”Oppa, dia salah mencampur warna cat raqmbut untukku.” Rengek Hyuna dengan wajah memelas.

Ravi megambil senjatanya. ”Akan kubunuh dia!” ujarnya dengan lantang. Matanya menatap malas ke arah pengawalnya. Hal bodoh apalagi yang sedang dia lakukan bersama adiknya kali ini.

”Aku sudah melakukannya,Oppa. Kau jagan khawatir.”

”Mwo, kau sudah membunuhnya?”

”Ahni, aku hanya menggunduli kepalanya.” Hyuna tersenyum sambil mencubit pipi Ravi.

Untunglah. Batin Ravi lega. Dia sudah khawatir, Hyuna akan membunuh orang hanya karena salah mencampur warna cat rambut.

”Ken Oppa!” pekik Hyuna senang ketika melihat kehadiran Ken. Namja bertulang hidung bagus itu menyambut pelukan Hyuna yang langsung melingkarkan lengannya di leher sang namja tampan itu.

”Kau dari mana saja?” tanya Ken

”Jepang. Oppa, coba tebak, apa yang aku belikan untukmu?”

Ken melirik ke arah Ravi yang menutup wajahnya karena tidak kuasa menghadapi ulah adiknya.

”Apakah itu?” tanya Ken dengan mengangkat sebelah alisnya, dan tentu saja dia tidak lupa untuk tersenyum.

”Aku membelikan celana dalam untukmu.” ujar Hyuna dengan antusiasme yang tinggi. Di bahkan melebarkan senyumnya.

Ken tersenyum dalam keharuan.

”Oppa, kenapa kau tidak senang?”

”Aku senang.” Jawab Ken.

”Baguslah, karena menurut Ravi Oppa, kalian akan mencobanya bersama di depanku.”

Ravi segera melebarkan langkahnya untuk melarikan diri ketika mendengar adiknya mengulang perkataanya beberapa saat lalu.

”Ravi?” panggil Ken.

”Oppa, kau mau ke mana?” Hyuna mengejar kakaknya.

Sementara itu Jiyeon di dalam kamar yang terkunci seperti mendengar suara Ken.Dia belum melupakan suara mantan kekasihnya itu. Kenapa Ken bisa berada di sini. Apa yang dilakukannya bersama Ravi. Apakah Ken datang untuk menyelamatkannya. Lalu di mana Leo. Apakah dia bersama Ken?

Tebece

13 thoughts on “He Was Just The One [Chapter-5]

  1. Woaa bakal rumit tuh nanti.. jadi bingung siapa kerjasama sama siapa semua berasa pake topeng buat nyelamatin diri.. ckck ceritanya makin seruu thor.. kekeke ^^

  2. Hyuna kocak bgt ya ravi yg ‘jahat’ menurut jiyeon malah kelimpungan sendiri ngadepin hyuna wkwkwkwk
    Leo kapan selamatin jiyeon???
    Jiyeon juga ngegemesin pas bicara sama ravi

    Ff ini seru n bikin gemesssss ><

  3. kirain ravi bakal ngelakuin yg engga emgga ke jiyeon tapi untungnya engga hah haha ken ada disana misalkan dia ketemu jiyeon dia bakal ngebebasin jiyeon ngga ya? tapi nanti takut si hyuna ngambek ke ravi bahaya dong -_- N ternyata hahahaha leo fighting sayangku xD wkw wk

  4. Syukurlah ravi ga sampe melukai jiyeon tp malah sebalik’na meskipun jiyeon di culik dia berani menghadapi ravi
    Gimana kl ken smpe ketemu jiyeon apa dia berpura” ga mengenal atau akan membebaskan jiyeon,,apa leo dan joongup bisa ngebebasin jiyeon juga

  5. Hahahahaa kocak bgt kaka & adik na ini…
    Oleh2 na clana dlm, hihihiii
    Syukurlah ravi G̲̮̲̅͡å nyiksa jiyi scara fisik, sempet khawtir jiyi bakal ϑipukul,
    Hmm pa kh ravi G̲̮̲̅͡å naksir dg si cantik jiyi????
    Ayoo leo, lindungi jiyi (งˆ▽ˆ)ง

  6. Kenapa salelu pas tebece disitu.
    disaat lagi seru ..
    mungkin emang polisi jang yang sebenrnya jahat. Dya manfaatin
    hara. Hara manfaatin si N. N manfaatin si Ravi.haduh panjang banget dah.
    seru kali kalaw ravi rebutan jiyeon ama si leo. Si ken ngikut juga wkwkwk

Leave Your Comments Juseyo ^^