Nightmare [Part I] #Ńightmare

image

EXO’s Sehun & OC’s Mikyung

Angs | Sad | Life | Mature | Psychology (little) | Romance | Married Life

 [Rated Can Change Anytime!]

Disclaimer! The original results my imagination. NOT FOR PLAGIARISM OR COPY PASTE!!!

Previous || [Prolog] ||
“Menahan dendam adalah membiarkan seseorang hidup bebas mengoyak-ngoyak hidupmu di dalam pikiran dan hatimu.”

©2016.billhun94


Sebuah club terkenal di Gangnam street, terlihat sedikit ramai dari biasanya. Sekumpulan orang-orang mengerumuni sudut pojok ruangan, mereka sedang menyaksikan dua orang pria yang tengah mencengkeram kerah kemeja masing-masing dengan wajah yang babak belur. Sudah diduga sebelumnya jika mereka terlibat perkelahian yang mengakibatkan wajah tampan mereka harus tergores darah segar. Alasannya klasik, karena seorang wanita.

“Kau harus mati ditanganku, Oh Sehun!”

Pria yang disebutkan namanya tadi hanya tertawa pelan, setelahnya menyeringai licik.

“Bahkan aku tidak peduli jika kau akan membunuhku saat ini atau tidak.” Ujar Sehun dengan santai, tanpa peduli keadaan yang semakin mencekam.

Kim Taeyong—pria yang mencengkeram kerah kemeja Sehun itu—hanya menggertakkan giginya. Emosinya semakin memuncak, seiring dengan seringaian licik Sehun yang tidak lepas dari wajah tampannya.

“BRENGSEK KAU, OH SEHUN!!!”

Buk

Satu tinjuan berhasil mendarat di rahang Sehun, membuat pria itu tersungkur. Taeyong menghembuskan napasnya kasar, setelahnya senyum miring tersungging di paras menawannya tatkala melihat Sehun yang melemah. Tapi tidak berlangsung lama, Sehun kembali berdiri, dan membalas tinjuan Taeyong dengan kaki panjangnya yang menendang perut pria secepat kilat. Untuk apa Sehun belajar Taekwondo dari kecil jika masalah sepele menghadapi Kim Taeyong saja tidak bisa Ia lakukan.

Tangan kekar itu menghapus kasar darah yang mengalir disekitar bibirnya, Sehun melirik seorang wanita yang menjadi biang masalah antara pertengkarannya dengan Taeyong sekilas seraya berucap, “Kim Taeyong-ssi, kau bisa ambil wanita jalang itu, aku sudah tidak membutuhkannya lagi.” Yang mana langsung di sambut dengan mata melebar dari wanita ber-dress merah ketat tersebut.

Sepatu kets melangkah pergi bersamaan dengan Sehun yang mulai menghilangkan dirinya di balik pintu club.

“KEPARAT KAU OH SEHUNNN!!!”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Tenggelam dalam lamunan panjang tanpa arti yang jelas, kini sedang seorang gadis lakukan, sembari memandang sketsa wajah wanita yang dibubuhi pencil disebuah kertas A4. Iris kecoklatan miliknya memperhatikan sketsa itu dengan tatapan yang sulit diartikan, terlalu kelam untuk terlihat. Bibirnya menggumamkan sesuatu, tapi senyum tipis yang terjadi selanjutnya, senyum simpul yang terpetak di wajah cantiknya. Sangat bertolak belakang dengan keadaan hati saat ini, namun hanya senyum itu yang mampu untuk menggambarkan.

Gadis itu menaruh sketsa tadi di nakas, lalu menatap jemari tangannya, tanpa tahu apa yang sedang ia lakukan sekarang. Tetap, senyum itu tetap tersungging diwajahnya. Ia tidak punya pekerjaan lain selain melamunkan banyak hal, karena ia tidak bisa kemana-mana, dan terkurung didalam sini. Walaupun ia bisa melarikan diri sekalipun, tetap ia tidak ingin melakukannya. Ia merasa nyaman disini, di ruangan yang serba putih dengan satu ranjang berukuran single, nakas, kamar mandi, serta pintu masuk dan keluar, bahkan tidak ada jendela, hanya ada ventilasi kecil di atas pojok ruangan.

Ia terlalu takut untuk memandang dunia luar, ia lebih nyaman seperti ini, di dalam ruangan ini dengan buku-buku sketsa dan pencil yang cukup menjadi temannya.

“Nona Shin, waktunya makan siang.”

Seorang psikiater dan perawat masuk ke dalam ruangan yang saat ini si gadis tempati, senyum yang masih bertahan dibibirnya semakin lebar. Gadis itu sama sekali tidak takut tentang alibi yang mungkin akan orang-orang katakan jika melihat dirinya yang tampak menyedihkan sekarang. Di kurung di dalam ruangan, dan di beri suntikan pada bagian-bagian tertentu setiap harinya. Mungkin epidermis kulit dan pembuluhnya sudah kebal dengan jarum suntik.

Setelah memberikan suntikan dibagian lengan si gadis, psikiater pria yang menangani gadis itu, beralih padanya yang saat ini masih betah memandanginya dalam senyuman. “Apa kau masih merasa senang berada di sini, Mikyung-ssi?” Tanyanya.

Gadis yang disebutkan namanya tadi membuka bibirnya lebih lebar lagi, dan menampakkan deretan gigi putih yang berjejer rapih. “Iya, aku bahagia berada disini, dokter Kim.” Jawabnya.

Senyum tipis melengkung manis dibibir sang psikiater, “Sudah aku katakan sebelumnya, aku bukan seorang dokter, tapi aku seorang psikiater. Kenapa kau sangat keras kepala?”

Mikyung mendesis mendengar perkataan psikiater yang menanganinya saat pertama kali ia tinggal disini, bahkan sampai saat ini. Dulu, psikiater yang ia ketahui bernama Kim Jongin itu adalah seseorang yang dingin dan tertutup. Tapi seiring berjalannya waktu, psikiater muda tersebut dapat meluruh. Entah karena merasa kasian dengannya atau apa, yang jelas Mikyung merasa tidak terlalu kesepian jika berada di dekat Jongin. Waktu yang lama untuk berada di dalam ruangan ini, membuat Ia tabu guna mengenal dunia luar kembali.

“Psikiater Go berusaha untuk mengambil hak atas dirimu dariku, dan mungkin ini adalah terakhir kalinya kau melihatku…Mikyung-ssi.”

Penuturan Jongin membuat Mikyung membeku dalam tempatnya. Sempat terbayang dalam dirinya saat ingatan lampau kembali menyerang benaknya. Kala itu, semua psikiater beranggapan jika ia mengidap “Skizofrenia”, gangguan jiwa akibat fungsi otak terganggu. Sampai sekarang, menit ini, dan detik ini, ia sama sekali tidak pernah merasakan gejala apapun yang seharusnya dialami oleh para penderita “Skizofrenia”; misalnya seperti percobaan bunuh diri atau menyakiti orang lain. Mikyung pernah mencoba untuk bertanya pada Jongin tentang mengapa ia harus berada di dalam ruangan ini, tapi pria itu hanya bungkam.

“Tidak apa-apa, lain kali kau bisa mengunjungiku lagi, ‘kan?” Mikyung tersenyum, walau hatinya mengatakan jika ia sedih dengan kepergian Jongin.

Pria Kim itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis, secara tidak langsung, ia sudah meng’iya’kan pertanyaan Mikyung; walau sebenarnya ia tahu betul jika itu tidak akan pernah terjadi.

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Sehun mengayunkan stik golf-nya, lalu memukul bola golf untuk masuk ke dalam hole dengan menggunakan teknik putting; adalah pukulan yang dilakukan di atas green dan menggunakan putter (jenis stik yang biasa digunakan untuk pukulan melambung diatas green). Bola golf perlahan mulai memasuki hole dengan sempurna, bahkan sejauh ini, Sehun hanya memukul 3 kali pada permainannya. Dalam permainan golf, bila mana pemain memukul bola yang paling sedikit dengan hasil bola tersebut masuk ke dalam hole, pemain itu dinyatakan menang.

Tepuk tangan dari seorang pria paruh baya dan dua wanita caddy terdengar, Sehun membalikkan tubuhnya menghadap mereka, lalu membungkuk sopan pada pria paruh baya tadi.

“Kemampuan bermain golf mu sudah banyak berkembang, Sehun.” Puji pria paruh baya itu, mendekat kearah Sehun.

“Terima kasih tuan Li,” balas Sehun.

Pria paruh baya yang disebutkan namanya tadi tertawa pelan, sebelum meraih tangan Sehun dan menyalaminya. “Aku setuju dengan pembangunan resort di pulau Jeju,” ujarnya dengan senyum diwajahnya yang menua.

Sehun tersenyum tipis, seraya berucap. “Sekali lagi terima kasih tuan Li.”

Tuan Li melepaskan tangannya dari Sehun, dan memberikan intruksi pada para caddy yang memperhatikan mereka—ah tidak, maksudnya memperhatikan Sehun—untuk pergi dari padang golf karena permainan telah selesai. Sehun berniat untuk pergi dari sana juga, tapi ia membiarkan tuan Li berlalu lebih dulu darinya tatkala netranya menangkap seseorang yang kini tengah berlari kearahnya berada. Dia—asisten pribadi Sehun—datang dengan napas yang tersengal karena berlari mengitari padang golf yang terbilang cukup luas ini.

“Ada apa?” Tanya Sehun membuka suara saat sang asisten sudah berada dihadapannya.

“Gadis itu, gadis yang Anda cari, dia sudah berhasil ditemukan.”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Senyum manis terukir diwajahnya begitu hasil sketsa yang selesai ia gambar. Sketsa seorang pria yang muncul ke dalam mimpinya kemarin malam, dan ia mencurahkannya dengan sketsa. Rambut hitam pekat, hidung mancung, dagu runcing, bibir tipis, alis tebal, dan bulu mata lentik; semuanya seakan menjadi suatu masterpiece yang tidak ada duanya.

Mimpi yang berlangsung itu cukup singkat, hanya 5 menit. Dan Mikyung sangat berharap jika mimpi itu kembali hadir dalam mimpinya nanti malam.

Mimpi itu berisi tentang memori indah tentang musim semi dengan banyaknya bunga yang berjatuhan dengan berbagai macam variasi, dan aroma rerumputan yang mengisi sebagian oksigennya. Hanya mereka berdua, Mikyung dan pria itu. Mereka tersenyum dan tertawa bersama, tanpa beban yang memayungi mereka.

Tangan Mikyung terulur untuk mengelus lembut pipi sketsa pria itu tanpa melepas senyum yang terukir cantik diwajahnya. Mikyung sangat berharap jika di dunia nyata, ia bisa bertemu dengan pria ini. Tapi, ia takut untuk kembali ke dunia nyata. Ia tidak ingin merasakan kembali siksaan duniawi yang terus menghantuinya. Ia tidak ingin itu terjadi lagi padanya. Cukup orang tuanya saja yang menjadi korban.

Tapi…ini bukan seperti dirinya, seorang Shin Mikyung tidak boleh mengambil opini buruk tentang orang-orang. Hiduplah seperti apa adanya, jangan pedulikan perkataan orang lain; itu barulah seorang Shin Mikyung.

“Bagaimana kabarmu?”

Lamunan Mikyung buyar tatkala seseorang memasuki ruangannya, ia menoleh kearah suara, dan sedikit terkejut dengan kehadiran seorang pria dengan snelli itu. Mikyung tersenyum ramah pada pria awal 50-an tadi, lalu menggantungkan kakinya di sisi ranjang.

“Apa Anda kesini untuk menyuntik-ku lagi, psikiater Go?”

Benar apa yang dikatakan Jongin kemarin, jika pria itu akan pergi. Mikyung tidak terlalu terkejut, karena ia sudah seperti biasa kehilangan atau ditinggal pergi oleh seseorang yang berpengaruh dalam hidupnya. Tidak masalah jika Jongin pergi, Mikyung merasa baik-baik saja, hanya merasakan kesedihan kecil di sudut hatinya karena secara tidak langsung, ia sudah menganggap Jongin seperti teman.

“Tidak. Ada yang ingin bertemu denganmu,” jawab psikiater Go.

Alis Mikyung terangkat satu, membentuk guratan heran di paras cantiknya. “Siapa?” Tanyanya, selama ia berada disini, selama ia di kurung ditempat ini, tidak ada satupun orang asing yang masuk, hanya ada para psikiater dan perawat.

“Mimpi burukmu semakin rumit, nona Shin. Hidupmu sungguh rumit,” psikiater Go berucap santai—mengindahkan pertanyaan Mikyung—dengan seringaian yang menghiasi wajahnya yang mulai keriput.

Mikyung terdiam cukup lama, masih mencerna apa maksud dari perkataan psikiater Go. Mimpi buruk? Apa ini mimpi buruk untuknya? Jika iya, bahkan ia sama sekali tidak pernah berpikir seperti itu. Tidak, ini bukan mimpi buruk. Bibirnya melengkung sedikit, tersenyum getir seraya menatap psikiater Go.

“Jika benar ini mimpi, aku tidak ingin terbangun. Walaupun aku bisa, aku tetap tidak ingin terbangun dari mimpi ini.”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Cukup lama bagi Sehun memandangi sebuah gedung dengan tulisan ‘Rumah Sakit Jiwa Hangsa’. Gayanya yang terlihat modis; membuat pasang mata yang melewatinya mengutarakan rasa kagum mereka. Tapi tidak jika mereka mungkin tahu bagaimana sikap angkuh seorang Oh Sehun. Badan atletis yang dibalut kemeja berwarna cream yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam, dan rambut hitam pekatnya yang di beri pomate, semakin membuat ia seperti seorang selebriti yang menjadi perbincangan sana-sini.

Setelah berdiri cukup lama, Sehun akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Mendapat pandangan kagum sudah menjadi rutinitas, mayoritasnya adalah kaum hawa. Sehun mendatangi meja resepsionis yang berada di lobi, wajahnya yang datar bercampur dingin bahkan tidak membuat wanita berhenti menjerit menyatakan menyukai dirinya dengan cara yang berlebihan.

Seorang wanita berpakaian formal yang berada di meja resepsionis hanya dapat tergugu saat Sehun sudah berada dihadapannya, dalam hatinya ia mengumpat bagaimana tampannya seorang Oh Sehun. “A-ada yang bisa sa-saya bantu?” Tanyanya gugup.

Sehun tampak berpikir, mengingat nama seseorang yang ingin ia temui saat ini. Sedetik kemudian, ia dapat mengingat nama itu. “Go Jin Ki, aku ingin menemuinya. Apa dia ada?”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

“Kau putra Oh Kun Hee, bukan?”

Sehun melirik Jin Ki sekilas, lalu bersedekap dada—mulai menampilkan sikap angkuhnya. “Iya, kau benar.” Balasnya dengan menggunakan banmal (kasual), melupakan adat istiadat yang diajarkan sejak ia kecil.

“Mengapa kau datang ke sini? Apa kau gila atau stres?”

Satu lirikan lagi Sehun berikan untuk Jin Ki saat mendengar pertanyaan pria itu. Sudut bibirnya terangkat naik, “Aku sedikit meragukan jika kau benar-benar seorang psikiater,” ujar Sehun. Secara tidak langsung sudah mengejek Jin Ki.

Tangan Jin Ki yang sedang memegang sebuah bolpoin meradang, ia semakin menggenggam bolpoin itu erat-erat. Berbicara dengan Oh Sehun hanya membuat emosinya naik, ditambah lagi dengan gaya sok angkuh dari anak pemilik perusahaan paling berpengaruh di Korea Selatan itu sudah cukup membuatnya muak.

“Jadi, apa alasan sebenarnya kau datang ke sini?” Tanya Jin Ki, berusaha untuk tidak terbawa emosi.

Sehun mendelik, merubah posisinya dengan tidak bersedekap dada lagi, dan juga merubah wajahnya menjadi sangat serius.

“Aku menginginkan Shin Mikyung.”

Jin Ki terkejut bukan main saat mendengar jawaban Sehun, matanya membulat—pasalnya selama ini, tidak ada orang yang berani untuk menyinggung tentang gadis itu. Hanya orang-orang berpengaruh yang berani membahas Shin Mikyung, dan sebagai seorang psikiater senior, Jin Ki merasa terhormat bisa ditunjuk sebagai psikiater pribadi Mikyung.

Sehun sendiri sudah menduga sebelumnya jika Jin Ki akan terkejut seperti ini, dan ia hanya mengerling ditempat, sedangkan netranya menangkap pergerakan Jin Ki yang gusar dalam duduknya. Sehun hanya terkekeh dalam hati, melihat wajah terkejut pria itu.

“Jadi, bagaimana? Apa aku bisa mendapatkannya?” Tanya Sehun, santai.

Jin Ki menelan salivanya dengan susah payah, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Sehun. “Ini bukan wewenangku. Aku tidak bisa membiarkanmu untuk mengambilnya, begitu saja jadi silakan bicara dengan ketua.” Jawabnya dengan setenang mungkin untuk menutupi rasa gugupnya.

“Ketua? Bukankah ketua rumah sakit jiwa ini adalah tuan Shin?” Sehun bertanya, sedikit menyinggung dalam nada bicaranya.

“Kau tidak tahu? Tuan Shin sudah meninggal 3 tahun yang lalu, dan jabatan sebagai ketua sudah diganti.”

Sehun menyeringai, memilah jawaban Jin Ki. Ia menyadari sesuatu yang tidak beres disini. Persaingan dalam bisnis memang terkadang sangat sulit, bukan terkadang, malah selalu. Sehun adalah lulusan terbaik universitas ternama di Jerman fakultas bisnis, tidak dapat dipungkiri, mengenyam pendidikan bisnis selama lebih dari 4 tahun membuatnya tahu apa arti persaingan bisnis yang sebenarnya. Dan ditambah dengan basik keluarganya yang berperan penting dalam jajaran pebisnis ternama Korea Selatan.

“Persaingan bisnis? Aku benar, bukan?”

Jin Ki sedikit tidak mengerti dengan maksud Sehun, “Maksudmu?”

“Rumah sakit jiwa ini sudah berubah menjadi ladang bisnis, dan ketua yang baru memanfaatkannya sebagai penghasil uang yang empuk. Lee Seunghyun memang pintar memanfaatkan keadaan,” Sehun mengakhiri perkataannya dengan senyuman yang sulit untuk diartikan.

“Dari mana kau tahu?” Tanya Jin Ki. Pria itu merasa jika Sehun bukanlah orang yang sembarangan, bahkan perkataannya tadi 99% benar adanya.

“Aku tidak perlu memberitahumu dari mana aku mengetahuinya, itu tidak penting. Jadi, dimana ruangan ketua? Aku ingin bertemu dengannya.”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Ceklek

Pintu ruangan terbuka, menampakkan seorang pria yang melangkah masuk kedalam ruangan itu. Tidak ada yang membuka suara, Mikyung dan psikiater Go hanya memandang diam kehadiran pria tadi.

“Aku tinggal dulu,” pada akhirnya psikiater Go yang membuka suara, ia perlahan menghilang dibalik pintu.

Mikyung sama sekali tidak mengindahkan perkataan psikiater Go barusan, irisnya hanya terpaku pada satu titik yang membuat dunianya terguncang. Perlahan, kaki yang tergantung di sisi ranjang mulai melangkah dengan sendirinya. Bahkan Mikyung juga tidak tahu sejak kapan ia sudah berada di hadapan pria itu.

“Apa kau—”

Mikyung tidak sempat untuk melanjutkan perkataannya karena terpotong oleh Sehun.

“Oh Sehun.”

“Sehun?” Bibir gadis itu menggumamkan nama pria tadi, selepasnya, bibir manis yang tampak pucat itu melengkung membentuk senyuman manis. “Kau sangat mirip dengan pria itu,” ujarnya, dan guratan bingung tercetak diwajah Sehun.

“Pria yang ada dalam mimpiku,” jelas Mikyung, semakin memangkas jaraknya dengan Sehun.

Refleks, Sehun memundurkan kepalanya tatkala Mikyung semakin mendekat, mungkin jarak mereka hanya 5 cm saja. Gadis itu terus memperhatikan wajah Sehun, meneliti setiap inci wajahnya dalam penglihatan. Dan Sehun dapat bernapas lega karena Mikyung menjauhkan jarak mereka.

“Mau apa kau ke sini?” Tanya Mikyung, tanpa melepas senyumnya sebab kelewat senang. “Ah, pasti kau ingin menemaniku disini, ya?” Tanyanya lagi.

Sehun menggeleng, “Aku akan mengeluarkanmu dari sini, Mikyung-ssi.” Jawabnya.

Seketika senyum Mikyung hilang, berganti dengan wajah tanpa ekspresi. “Keluar? Tapi kenapa?” Langkahnya membawa ia mundur menjauh dari Sehun.

“Karena ini bukan tempatmu.”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Rasa dendam sejatinya ada dalam setiap diri manusia, se-sabar apapun manusia itu, pasti dia pernah memiliki rasa dendam. Menahan dendam adalah membiarkan seseorang hidup bebas mengoyak-ngoyak hidupmu di dalam pikiran dan hatimu.

Mikyung tidak tahu sejak kapan rasa dendam itu mulai muncul, rasa dendam terhadap semua pihak yang sudah menghancurkan keluarganya. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui semuanya. Bahkan ia tahu siapa saja pihak-pihak yang sudah membuat orangtuanya berada dalam gundukan tanah. Tapi, karena ia lemah, ia tidak bisa melawan mereka semua, dan akhirnya jatuh dalam permainan mereka. Mikyung menikmati semuanya, menikmati permainan mereka—di kurung didalam ruangan terisolasi membuatnya merasa senang. Senang karena tidak harus berurusan dengan para tua bangka yang sudah membuatnya dalam mimpi buruk ini.

Walau Mikyung sudah mencoba untuk tidak menganggapnya sebagai mimpi buruk, tapi semuanya seakan mengatakan yang sebaliknya, membuat ia menciut.

Pada akhirnya, kini Mikyung dapat menghirup udara bebas. Rasanya sudah lama sekali ia tidak seperti ini. Tidak tahu harus senang atau sedih. Mikyung tetap menikmatinya, biarlah waktu yang menjawab. Walaupun ia merasa takut untuk memandang dunia luar kembali, tapi ia tidak bisa terus menerus hidup didalam ruangan itu, ia tidak ingin mati di sana, dan ia tidak ingin berakhir mengenaskan seperti orangtuanya. Seorang Shin Mikyung sudah memikirkan ini selama sisa hidupnya di dalam kurungan, bahwa ia akan membalas dendam pada mereka yang sudah berbuat jahat pada keluarganya. Sebaik-baiknya satu individu, pasti ada sisi jahat di dalam dirinya.

Kaki yang beralaskan flat shoes itu melangkah pelan, irisnya mencoba untuk merekam setiap celah cahaya matahari yang masuk ke dalam retinanya. Kulit putih pucat yang membungkus tubuhnya yang ringkih, terasa begitu hangat terkena sinar matahari.

Gadis itu menoleh kearah Sehun yang mulai memasuki rumah besar bergaya modern, ia tidak tahu ini rumah siapa, tapi yang pasti, Mikyung menatap kagum pada rumah tersebut.

image

Setiap detail yang tercipta dalam rumah besar ini selalu menarik perhatian Mikyung, apalagi saat ia melihat terdapat kolam renang disisi kiri. Matanya berbinar, dulu ia sangat jago berenang, bahkan mendapatkan mendali emas dalam kejuaraan tingkat nasional di sekolah menengah atasnya.

“Sehun-ssi, apa aku akan tinggal disini?” Tanya Mikyung, mengejar langkahnya mendekat kearah pria itu.

Sehun tidak peduli, acuh kata lainnya. Kaki panjang itu membawa ia menuju sebuah kamar tamu, ia menoleh kearah Mikyung yang berada dibelakangnya. “Ini kamarmu,” ujarnya. Lalu berniat untuk pergi dari sana, sebelum tangan Mikyung menahan lengannya.

Tatapan gadis itu seperti menerawang, menatap Sehun dalam. Ada satu hal yang terus mengganggunya, mencoba untuk diabaikan malah semakin gencar.

“Apa kau punya maksud lain untuk membuatku keluar dari sana?”

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

To Be Continue

TINGGALKAN JEJAK SETELAH MEMBACA!!!

#Thanks
.

P.s :

Mungkin di chp ini masih banyak teka-teki yang belum terjawab (?) *ini apa??? Tapi aku bakal jelasin lebih detail lg di chp selanjutnya, dan bad boy-nya Sehun juga akan ditujukan di next chp wkwkwk😂😂

Mudah2an chp ini gk ngebosenin ya. Soalnya aku kira ini bakal ngebosenin:v

51 thoughts on “Nightmare [Part I] #Ńightmare

Leave a reply to Della Cancel reply