[Vignette] I’m Sorry

00053487

I’m Sorry

Author :

Jinho48

Main Cast :

Im Siwan & Park Jiyeon

Summary :

“…Karena, sekeras apapun aku mencoba untuk mencintaimu sepenuhnya, semuanya akan tetap sama. Hatiku hanya untuknya. Maafkan aku, Jiyeon-ah…”

Spring 2014

Club Vera, Hongdae, Seoul, Korea Selatan

12.00 PM

Gemerlap lampu disko membuat suasana ramai di dalam klub semakin memanas. Para pengunjung asyik mengerakkan badan mereka mengikuti irama musik yang di putar oleh DJ. Mereka tampak menikmatinya sembari sesekali meneguk sampanye atau rum yang mereka pesan.

Beberapa dari mereka telah mabuk berat dan para wanita penghibur dengan sigap merayu mereka agar mau bermain bersama para wanita penghibur itu. Kelihatan menarik, bukan? Namun, seorang pria yang baru saja datang memilih duduk menjauhi keramaian.

Penampilanya cukup menarik. Dia hanya menggunakan kemeja abu-abu berkerah hitam dengan celana bahan berwarna senada dengan kerah bajunya. Kelihatan dari tampilannya, pria itu memiliki selera fashion yang cukup baik.

Tak lama, pesanannya pun tiba. Ia tersenyum sekilas pada sang pelayan kemudian mulai meneguk sparkling wine pesanannya. Matanya hanya terfokus pada botol wine yang ada di depannya. Sementara tangan kurusnya memainkan gelas winenya.

Tatapan matanya terlihat hampa nan sendu. Tidak ada senyuman di wajah tampannya. Sungguh di sayangkan, bukan? Tiba-tiba seorang gadis menghampirinya dengan segelas rose wine di tangannya. Dia langsung duduk di depan pria tadi dengan tatapan menggoda andalannya.

Pria itu hanya bergeming tanpa ada niat untuk menyapa gadis yang sebenarnya tak asing bagi sang pria. Gadis itu meraih dagu pria itu lalu mengamati wajah sang pria lamat-lamat. Karena risih, pria itu langsung menepis tangan gadis itu.

“Hanya sendiri saja, eoh? Kemana bodyguardmu itu? Mau ku temani, Siwan Oppa? Kau tampak kelelahan dan juga kesepian. Aku yakin kau butuh teman, Oppa.”

“Pergilah, Jiyeon-ah! Aku tak butuh kau temani. Dan, jangan sebut dia bodyguard. Dia bukan bodyguardku. Dia kekasihku, oke?”

“Oh, baiklah. Kau bisa memanggilku jika butuh ku temani, oke? Aku selalu siap 24 jam untukmu, Oppa. See you! Have fun tonight, babe!”

CUP

Sebuah kecupan singkat di hadiahkan Jiyeon ke bibir tebal pria tadi yang tak lain adalah Siwan. Sorot mata pria itu tetap menunjukkan kekosongan setelah Jiyeon pergi meninggalkannya. Sejenak, Siwan terdiam namun setelah ia kembali meneguk winenya. Malam ini dia butuh pelepas penat. Dan, inilah cara Siwan melepaskan seluruh penat yang ada di benaknya.

Mabuk seperti orang bodoh dengan tatapan hampa yang membuatnya semakin menyedihkan. Bahkan Jiyeon yang ternyata masih memperhatikannya, bisa melihat pancaran kesedihan dari ekspresi pria itu ketika ia mengecup bibirnya tadi. Gadis itu menghela napas sejenak kemudian pergi menuju tempat DJ.

Autumn 2013

Dumbarton Oaks, Washington DC, Amerika Serikat

10.00 AM

Suasana di tempat itu begitu tenang walau ada banyak orang yang mengunjungi taman ini. Semuanya sibuk menikmati keindahan alam yang tersaji di taman oak itu. Ada yang bersantai dengan keluarga, ada yang bercanda gurau bersama teman-teman mereka, dan ada pula yang tengah bermesraan. Tapi berbeda dengan gadis itu.

Seorang gadis hanya duduk sendirian di salah satu bangku yang ada di taman itu. Tampaknya dia tengah menunggu seseorang. Beberapa kali menghembuskan napas lelah. Tubuhnya agak menggigil karena tubuh ringkihnya hanya di balut kaus tipis berwarna biru muda serta skiny jeans berwarna biru tua.

“Jasmine!”

“Siwan Oppa?”

“Maaf membuatmu menunggu lama. Ada apa, Chagiya?”

Gwaenchana.“ balas Jasmine seraya meremas kedua telapaknya kemudian ia memberanikan diri untuk menatap Siwan.“Hm, let’s break up now, Oppa.” Lanjutnya lirih.

Ne? Apa maksudmu? Putus? Kenapa?”

“Aku hanya ingin kita mengakhiri hubungan kita, Oppa. Cinta pertamaku datang kembali untuk menepati janjinya. Maafkan aku, Oppa.”

“Maksudmu, Donggeun telah kembali? Dia sudah melamarmu ya? Jika itu alasannya, aku menerimanya dengan ikhlas, Jasmine-ya.”

“Maafkan aku, Oppa. Sepertinya aku harus pergi sekarang. Aku yakin Donggeun sudah menungguku di rumah. Sampai jumpa, Siwan Oppa! Semoga kau bahagia selalu!”

“Hm, ya, tak masalah. Pergilah! Jangan membuatnya menunggu terlalu lama! Sampai jumpa, Jasmine! Aku juga berharap kau selalu berbahagia.”

Setelah itu Jasmine melangkah menjauhi Siwan yang tengah tersenyum manis. Namun perlahan senyum itu memudar seiring dengan menghilangnya sosok gadis itu dari pandangannya. Berawal dari sinilah Siwan merubah kepribadiannya.

Sosoknya yang hangat, ramah, dan tenang menghilang secara perlahan layaknya karang yang tergerus air laut. Kini sosoknya berubah menjadi dingin, pendiam, dan sensitif.

Dirinya merasa hancur setiap kali mengingat tentang kenangannya bersama Jasmine dulu. Siwan hanya bisa tersenyum pahit kemudian merajut langkah meninggalkan salah satu tempat yang bersejarah baginya yaitu, Dumbarton Oaks.

Summer 2014

Pulau Jeju, Busan, Korea Selatan

21.00 KST

Debur ombak saling berkejaran untuk menyapu pasir putih yang tampak kecokelatan setelah di terpa air laut. Seorang pria menatap kosong hamparan laut di hadapannya. Dia duduk di bibir pantai. Membiarkan air laut membasahi kedua kakinya yang ia dekap erat.

Tak peduli dengan dinginnya air laut dan juga angin malam yang menyapa dirinya. Bibir mungilnya tampak membiru dan tubuhnya sedikit menggigil namun ia sama sekali tak ada niatan untuk beranjak dari tempatnya.

Pikirannya menerawang jauh entah kemana. Tiba-tiba sebuah jaket menutup bahunya. Pria itu menolehkan kepalanya ke kanan. Seorang gadis berjongkok di sebelahnya. Matanya terpejam menikmati semilir angin malam.

“Jiyeon? Apa yang kau lakukan disini? Masuklah! Kau bisa sakit nanti. Ini, pakai saja jaketmu. Aku baik-baik saja.” Ujar pria itu lalu menyampirkan jaket tadi ke bahu Jiyeon.

“Kau berbohong. Kau tidak baik-baik saja, Oppa. Jangan bersikap seperti itu padaku! Nanti aku bisa salah paham karenanya. Ayo masuk! Ayah menyuruhmu istirahat, Oppa. Bukankah kau baru keluar dari rumah sakit 2 hari yang lalu? Ayo! Aku tak ingin kau sakit lagi, Siwan Oppa.”

Jiyeon menarik kedua tangan Siwan agar pria itu mau berdiri namun ia menolak ajakkan Jiyeon tersebut. Gadis itu menghela napas lalu kembali berjongkok di samping Siwan yang kembali menatap hamparan air laut dengan tatapan sendu.

“Kenapa kau mencintaiku, Ji? Apa yang menarik dariku? Aku ini hanya pria lemah yang tak becus melindungi orang yang ku sayang. Kelak, aku pun tak akan bisa melindungimu, Ji. Kenapa kau masih bertahan di sisiku walau aku terus menyakitimu? Kenapa, huh?”

Siwan menatap Jiyeon dengan tatapan frustasi miliknya. Kemudian ia menunduk dalam. Jiyeon menatap Siwan lekat-lekat. Di angkatnya dagu pria itu kemudian ia menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Siwan.

“Alasan aku mencintaimu adalah dirimu. Aku suka semua yang ada padamu. Walau aura kesepian dan kepedihan terpancar jelas di matamu, Oppa. Aku tahu kau pria yang lemah, tapi aku juga tahu bahwa kau lemah bukan karena keinginanmu. Kau lemah karena ego ayahmu, kau lemah karena ambisi luar biasa milik ibumu, dan kau lemah karena gadis itu. Jika kau tak bisa melindungiku, biarkan aku yang melindungimu, Oppa. Aku masih bertahan karena aku yakin kau pasti bisa membuka hatimu untukku. Walau aku tak tahu itu kapan. Dan, kau tak pernah menyakitiku, Siwan Oppa.”

Siwan menatap Jiyeon dalam. Maniknya mencoba mencari kebohongan di iris gelap Jiyeon. Namun, yang ia lihat hanya ketulusan di dalam iris gelap gadis itu. Dadanya terasa sesak karenanya.

Selama ini ia sadar bahwa ia telah mengabaikan gadis sebaik Jiyeon. Walau penampilan gadis itu tampak seperti gadis liar yang licik dan angkuh. Siwan tak bisa menyangkal bahwa ia kagum terhadap gadis itu. Tapi di sisi lain, hatinya menolak untuk menerima kehadiran Jiyeon disini.

Hati pria itu masih terikat dengan cintanya pada Jasmine. Pria itu merasa bersalah terhadap Jiyeon karena tak bisa membalas perasaan gadis itu. Namun, Siwan tersenyum ke arah Jiyeon yang bingung karena melihat senyuman pria itu.

“Mulai sekarang, aku akan berusaha untuk melupakannya dan aku akan mencoba untuk mencintaimu, Jiyeon. Maukah kau memberiku kesempatan?”

Jiyeon membulatkan matanya karena terkejut namun ia tersenyum setelahnya. Ia mengecup bibir pria itu lama. Siwan hanya menutup matanya membiarkan Jiyeon melumat bibir bawahnya perlahan. Tapi, tiba-tiba gadis itu menjauhkan diri dari Siwan.

Oppa…”

Ne?”

“Kau tidak keberatan jika kita melakukannya malam ini?”

“Lakukan apapun yang kau mau! Aku tak akan menolak. Lagipula besok aku adalah milikmu begitu pula sebaliknya kan?”

“Hm, ya, aku tahu. Baiklah. Ayo kita lanjutkan di kamar saja, Oppa. Aku akan menjadikanmu milikku malam ini juga, Siwan Oppa. Ayo!” Siwan tersenyum lalu menerima uluran tangan Jiyeon. Keduanya berjalan ke arah penginapan dengan bergandengan tangan.

Winter 2020

Pemakaman Umum Seoul, Seoul, Korea Selatan

09.00 KST

Seorang gadis dengan pakaian serba hitam memasuki areal pemakaman bersama dua orang anaknya. Mereka menghentikan langkah tepat di hadapan batu nisan bertuliskan ‘Im Siwan’. Gadis itu membersihkan makam suaminya kemudian meletakkan sebuket bunga lily putih kesukaan pria itu.

Dia berdoa untuk suami tercintanya. Walau dia berdiri tegak, sesungguhnya pertahanannya telah runtuh. Ia ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya namun dia sadar, disini ada kedua anaknya.

Sebagai seorang ibu, ia harus terlihat kuat di hadapan anak-anaknya. Perlahan air mata yang di bendungnya turun mengaliri kedua pipi tirusnya. Gadis itu menangis dalam diam. Ia berjongkok di hadapan makam Siwan sembari memeluk kedua anaknya erat-erat.

“Jihwan, Shiyeon, beri salam pada ayah. Kita pulang setelah ini. Mengerti?” Kedua anaknya menuruti perkataan Jiyeon barusana. Keduanya berjalan mendekati batu nisan Siwan lalu mereka membungkuk 45 derajat.

“Ayah, apa kabar? Ini Jihwan. Apa ayah merindukan Jihwan? Sudah 2 tahun belakangan aku tidak bertemu ayah. Aku rindu sekali pada ayah. Tapi, aku tak akan menangis. Aku akan menepati janjiku pada ayah. Serahkan saja semua padaku. Aku akan menjaga ibu dan Shiyeon baik-baik. Semoga ayah bahagia di sana. Tunggu kami ya, Ayah? Saranghae…”

 

“Halo, Ayah. Shiyeon rindu pada ayah. Kapan ayah pulang? Shiyeon ingin tidur dengan ayah lagi. Shiyeon tidak bisa tidur nyenyak tanpa pelukkan ayah. Rasanya berbeda dengan pelukkan ibu. Tapi, Shiyeon janji tidak akan nakal selama ayah pergi. Jadi, ayah harus cepat pulang ya? Ayah juga jangan nakal di sana. Saranghae….”

Setelah itu Jiyeon mengajak kedua anaknya pergi dari area pemakaman. Dari jauh, Siwan memperhatikan keluarga kecilnya dengan senyuman sendu khasnya. Jiyeon menoleh ke arahnya dan membalas senyuman suaminya dengan senyuman lembut. Perlahan sosok Siwan menghilang dari pandangan gadis itu dan senyumannya juga ikut memudar seiring dengan menghilangnya bayangan suaminya.

Sampai di mobil, Jiyeon menempatkan kedua anaknya di kursi belakang. Ia duduk di samping adiknya sepupunya yang duduk di balik kemudi. Adiknya menatap Jiyeon yang sedikit kacau kemudian ia menghela napas sejenak. Tangannya mengambil sebuah kotak berwarna merah muda yang sudah dua tahun belakangan ia simpan di dalam dashboard mobilnya.

“Untukmu. Siwan Hyung memberikan kotak ini dua hari sebelum dia meninggal. Bukalah, Noona! Maaf baru memberikannya sekarang. Karena itu permintaan dari Siwan Hyung sendiri.” Jiyeon menerima kotak itu dengan ragu namun ia memeluk kotak itu setelahnya.

“Terima kasih. Aku akan membukanya di rumah nanti, Seok Jin-ah. Ah, bisa kau ajak Shiyeon dan Jihwan pergi jalan-jalan? Hari ini aku sedang ingin sendiri di rumah. Tak keberatankan?”

“Sama-sama. Ya, bukan masalah, Jiyeon Noona. Aku yakin Minah pasti senang jika mereka berdua ikut denganku.”

Setelah itu, suasana hening menyelimuti mereka. Jiyeon hanya menatap kosong kotak yang kini ada di pangkuannya. Sementara Seok Jin terfokus pada jalanan. Tak butuh waktu lama, kini sedan hitam itu telah tiba di perkarangan rumah mewah keluarga Im.

“Nah, sudah sampai. Berhati-hatilah, Noona.”ujar Seok Jin lembut seraya menatap Jiyeon dengan tatapan sendu.

Jiyeon tersenyum ke arah Seok Jin kemudian ia turun dari mobil Seok Jin meninggalkan kedua anaknya yang sudah mengerti apa yang terjadi pada ibunya. Jihwan yang sudah berumur 6 tahun telah paham dengan kondisi ibunya saat ini. Ia berusaha memberi pengertian pada adiknya yang baru berusia 4 tahun itu.

Mansion Keluarga Im, Cheongdam-dong, Seoul, Korea Selatan

23.00 KST

Setelah kedua anaknya tidur, Jiyeon memutuskan untuk bersantai di balkon kamarnya bersama Siwan. Tubuhnya hanya terbalut celana jins pendek di atas lutut dan sweater tipis berwarna biru muda pemberian Siwan saat ulang tahunnya 3 tahun lalu. Ia duduk di kursi yang ada di balkon dengan di temani secangkir moccalatte kesukaannya.

Dulu, ia dan Siwan sering menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama di balkon dengan di temani dua cangkir moccalatte kesukaan Jiyeon. Ya, sebagai pria, Siwan mengalah. Jadi, setiap mereka mengobrol di balkon, pasti ada dua cangkir moccalatte dan sepiring kentang goreng yang menjadi teman mereka.

Jiyeon menatap kursi di sebelahnya. Kursi yang biasa di pakai oleh Siwan. Sekarang kursi itu kosong dan Jiyeon hanya bisa tersenyum getir.

 

Matanya melirik kotak berwarna merah muda yang ada di kursi itu. Kotak yang di berikan Seok Jin tadi pagi. Dia belum sempat membukanya karena harus membantu ibu mertuanya memasak makan malam untuk keluarga besar Siwan juga Jiyeon.

Setiap tahun memang keluarga Siwan selalu mengadakan acara seperti ini. Tapi dua tahun belakangan mereka melewatinya tanpa Siwan.

Dua tahun yang lalu, Siwan mengalami sebuah kecelakaan mobil ketika pulang kerja. Ia mengalami koma selama seminggu dan sempat sadar sebentar namun ia meninggal setelahnya.

Sebenarnya Siwan bisa saja di selamatkan namun luka yang di alaminya cukup parah. Apalagi Siwan memiliki masalah dengan jantungnya. Dia mengidap penyakit jantung bawaan yaitu, Ventricle Septal Defect atau VSD.

Jiyeon membuka kotak itu perlahan. Di dalam kotak tersebut dia menemukan sebuah syal berwarna biru –warna favorit Jiyeon. Gadis itu mengambil syal itu lalu menaruhnya di meja.

Barang kedua yang ia temukan adalah sebuah buku. Itu terlihat seperti album foto. Perlahan ia membuka album foto itu. Dia tersenyum melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Ternyata album itu berisi foto Jiyeon yang di ambil Siwan secara diam-diam. Setelah puas, Jiyeon meletakkannya di meja kemudian ia mengambil barang lainnya.

Barang yang terakhir yang ada di dalam kotak itu adalah sebuah amplop. Gadis itu membuka amplop itu perlahan dan mengambil isinya. Ada kalung berbandul bintang dan sebuah surat. Jiyeon meletakkan kalungnya lalu membuka suratnya terlebih dahulu.

Gadis itu membacanya perlahan dan ia menangis tersedu-sedu setelahnya. Dia tak menyangka bahwa selama ini Siwan masih belum bisa mencintai dirinya sepenuhnya. Terselip rasa sakit di hatinya namun ia juga senang karena Siwan memberi Jiyeon sedikit tempat di hatinya.

Jiyeon memeluk surat itu erat-erat sembari menatap bintang-bintang di langit. Seperti kata Siwan, jika ia merindukan suaminya, tataplah bintang yang paling terang di langit. Gadis itu berdoa di dalam hatinya.

Ia mengharapkan yang terbaik untuk keluarga kecilnya. Dia selalu berharap Siwan berbahagia di atas sana. Bersama gadis itu. Gadis yang ada di hati pria itu yaitu, Jasmine.

Ya, Jasmine juga meninggal karena kecelakaan. Gadis itu meninggal saat perjalanan kembali ke Seoul untuk mengunjungi keluarga kecil Siwan. Jiyeon mengusap air matanya perlahan kemudian ia membereskan balkon kamar dan segera masuk ke dalam. Malam ini dia ingin tidur bersama kedua anaknya. Dia berharap yang terbaik untuk suaminya dan Jasmine di sana.

#

Dear my wife,

Jiyeon, ketika kau membaca surat ini berarti aku sudah tidak ada di sisimu lagi. Sebelumnya aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah menemaniku menghabiskan seluruh sisa hidupku.

Terima kasih karena telah memberiku dua malaikat kecil yang membuat hari-hariku lebih berwarna. Dan aku berterima kasih karena kau telah menjadi istri yang baik untukku dan ibu yang baik untuk anak-anak kita.

Jiyeon, maafkan aku. Selama ini aku mungkin banyak melakukan kesalahan padamu. Tapi, sungguh, jauh di lubuk hatiku aku merasa menyesal dan tidak ada niatan untuk menyakitimu. Aku menyayangimu namun aku rasa aku bukan suami yang baik untukmu.Aku tak bisa mencintaimu sepenuhnya, Ji.

Karena, sekeras apapun aku mencoba untuk mencintaimu sepenuhnya, semuanya akan tetap sama. Hatiku hanya untuknya. Maafkan aku, Jiyeon-ah. Walapun begitu kau tetaplah istriku. Kau memiliki sedikit ruang di hatiku. Terima kasih Jiyeon-ah. Saranghae

With love,

Im Siwan

#

Annyeong! Gimana nih sama FF pertama yang aku pos? Tolong berikan tanggapan ya! Maafkan atas typo yang ada dan terima kasih karena telah membaca FF ku. Sampai jumpa di FF ku selanjutnya! Saranghae~ ^^

34 thoughts on “[Vignette] I’m Sorry

  1. sampai akhir hayatnya siwan tetap cinta mati ama jasmine,raga boleh ama jiyeon tapi hatinya tetap jasmine,matinya pun nyusul jasmine…lol

  2. Walau smpat senang klo siwan n jiyi bersatu tapi knpa smpai akhirnya jg mrk hrs terpisah oleh maut…. n smpai akhir hayat siwan jg Ъќ bisa suka ma jiyi.. omo sad bgt klo ℑαϑɪ jiyi.. nice ff

Leave a reply to dyah babydino Cancel reply