[Ficlet] The Story of Us

the-story-of-us


 The Story of Us by puchanli

Wu Yifan & Jung Sooyeon

{Ficlet | Romance, Fluff | Teen}

Disclaimer

I own nothing but the plot, poster, and the idea; any similarity is purely coincidental.

Author’s Note

Jujur, aku ngga tau ini termasuk fanfiction apa bukan.


  • Tidak pernah ada yang lebih dibenci Sooyeon daripada kehadiran Yifan di kehidupannya.

Yifan dan Sooyeon adalah teman satu kelas yang tidak pernah akrab, bahkan satu detik pun tidak. Semuanya dimulai ketika keduanya berada di lorong sekolah.

“Beri jalan!” Sebuah suara berat melengking memecah keheningan di koridor yang sepi, membuat Sooyeon memutar kepalanya ke belakang.

Seseorang berpostur tinggi menubruk badannya yang kecil, membuatnya jatuh tersungkur. Sooyeon bangkit dengan amarah yang meluap, “Yaa! Apa kau buta?!” Ia menyembur kepada siapa saja yang berani mengganggu seorang Jung Sooyeon yang tengah sendiri.

Lelaki tadi yang tidak lain adalah Wu Yifan, teman sekelasnya yang sangat menyebalkan, memandangnya heran, “Kau menghalangi jalanku, Pendek.”

“Koridor ini luas dan sepi dan kau— tunggu, kau bilang aku apa?!”

“Pen-dek,” Yifan menegaskan dengan gestur lengannya.

Sooyeon mengepalkan tangannya kuat-kuat, siap menghantam Yifan. Namun belum sempat ia mengayunkan kepalan tangannya, Yifan sudah berbalik dan berlalu menghilang di tikungan selanjutnya. Sooyeon mendengus, membuat catatan kecil di kepalanya untuk menghajar anak itu besok.

Bukan hanya itu saja, terkadang Yifan suka sekali menjahili Sooyeon yang dinilainya terlalu dingin terhadap orang-orang.

Sooyeon sedang berjalan cepat menyusuri jalanan yang basah setelah diguyur hujan. Latihan pianonya akan segera dimulai dan ia tidak ingin terlambat untuk itu. Namun sebuah kendala menghalangi niat baiknya untuk menimba ilmu. Yifan muncul seperti biasa, berlari dengan kecepatan tak wajar dan menabrak apapun di depannya. Termasuk Sooyeon yang tepat berada di depannya.

Sooyeon terjerembab, dengan celana jeans-nya yang mengenai kubangan air hujan. Ia segera bangkit dan didapatinya Yifan yang berdiri tak jauh darinya. Wajahnya merah padam seketika.

“Apa masalahmu?!” Ia mendorong Yifan kuat-kuat, namun sama sekali tak berpengaruh dengan posisi lelaki itu. “Apa salahku padamu, Yifan?!”

“Tidak ada,” Yifan mengangkat bahu tak peduli, seperti yang biasanya Sooyeon lakukan.

“Pergi dari hadapanku, aku sedang terburu-terburu!” Sooyeon mencoba mencari celah, tapi raga Yifan terus menghalangi. “Yifan!”

“Sooyeon!”

“Argh!”

  • Selalu ada hal sepele yang diributkan.

Pembagian kelompok pada pelajaran geografi yang dinilai kurang adil mengakibatkan Yifan dan Sooyeon harus duduk dalam satu kelompok, dengan Junmyeon sebagai ketua kelompok.

“Australia itu termasuk benua dan negara,” Sooyeon menyeletuk ketika Junmyeon menulis sesuatu di kertas jawabannya.

“Australia hanya negara,” sergah Yifan tak setuju.

Sooyeon menatapnya tajam seolah-olah sedang menantang. “Australia memang negara, tapi juga benua,” ia mengulang dengan nada tinggi membuat beberapa pasang kepala menoleh ke arahnya.

“Jung Sooyeon, Australia itu negara dan bukan benua!”

“Wu Yifan, Australia itu negara dan benua!”

“Kalau kau tetap berpendirian dengan pemikiranmu, sebaiknya kau keluar dari kelompok ini!” Yifan membalas dengan keputusan sepihak. “…Dasar Pendek!”

“Yifan aku peringatkan kau—!”

“Diamlah kalian berdua!” Junmyeon memotong, merasa bosan dengan perselisihan tanpa ujung dari kedua temannya itu. Ia sama sekali tak tahu, ada masalah apa yang terjadi dengan mereka berdua. “Tidak bisakah kalian diam hanya untuk satu jam?”

Sooyeon mendengus dengan (masih) memberi tatapan tajamnya. Begitu pula Yifan.

  • Pertaruhan adalah jalan penyelesaian.

“Benda tidak memiliki kecepatan ketika sampai di tanah,” Yifan berkomentar setelah Sooyeon menyelesaikan presentasi fisikanya di depan kelas. Ia menyilangkan tangannya bak komentator profesional.

“Tentu saja ada,” Sooyeon mendengus lagi setelah tahu bahwa hanya Yifan yang mengacungkan tangan di sesi tanya-jawabnya.

“Tidak ada, ketika berhenti, kecepatan benda nol,” Yifan mengelak lagi.

“Kecepatannya tidak nol, Yifan…,” Sooyeon menekankan pada nama Yifan dengan kekesalan yang meletup. “Aku tidak sedang membahas tentang kecepatan benda ketika berhenti.”

“Tetap saja kecepatannya nol!” Kini Yifan berdiri. Beberapa murid mulai menganggap bahwa perdebatan yang mereka lakukan adalah hal biasa. “Kau berani bertaruh? Kalau aku benar kau harus membelikanku ramen di seberang jalan.”

Sooyeon menghela nafas panjang, ingin sekali menyingkirkan kutu kupret di hadapannya ini. “Kalau aku benar kau harus mengepel lantai rumahku sebulan penuh.”

Deal!” sahut Yifan tanpa pikir panjang.

“Tenang semuanya,” Mr. Kwon, guru fisika mereka, segera melerai sebelum Sooyeon mengamuk. Ia pernah melihat gadis itu mengamuk di taman ketika ada orang lain yang tidak sengaja menginjak kakinya. Dan ia tak ingin mengulang kejadian mengerikan itu di kelas, dimana semua muridnya sedang belajar. “Kita akan selesaikan ini nanti saja.”

  • Sampai kemudian ada hari dimana Yifan benar-benar menyelamatkan nyawa Sooyeon.

Hujan deras mengguyur kota Seoul dan meninggalkan banyak jejak basah di penjuru kota. Jung Sooyeon terjebak di perpustakaan yang sudah sepi tak ada satu pun murid atau guru. Petir menyambar di luar membuat bayangan di jendela perpustakaan. Getaran di kusen jendela berhasil membuat bulu kuduk Sooyeon berdiri. Jung Sooyeon adalah orang yang dingin, tapi sangat takut dengan petir.

Satu lagi yang bergemuruh hebat dari luar sana membuat Sooyeon meringkuk dan memeluk lututnya. “Tolong aku…,” desisnya.

Kilat menyambar dan diikuti gemuruh yang bersahut-sahutan di luar gedung sekolah. Dan juga padamnya lampu perpustakaan.

“AAAAAAAAHHHHH!!!” Dia menjerit sekeras mungkin, berusaha mengalahkan gemuruh petir dan ketakutannya.

Pintu terbuka dan seseorang segera memasuki ruangan, meraih kedua bahu Sooyeon dan mendekapnya erat. Sooyeon melingkarkan lengannya memeluk orang tadi. Bau parfum yang tak asing membelai batang hidungnya.

“Hei, tenanglah,” suara itu menenangkan. Tangannya mengelus punggung Sooyeon. “Sooyeon?!” Ia memekik ketika dilihatnya wajah Sooyeon yang memerah dan air mata mengalir di sudut matanya yang indah.

Yifan hampir tak percaya melihat gadis itu menangis di dalam perpustakaan yang gelap dan kosong. Dan kemudian ia menyimpulkan bahwa Sooyeon sedang ketakutan, atau mengalami trauma. Maka niatnya untuk menjahilinya segera dibuangnya jauh-jauh. Ia makin mendekap erat Sooyeon yang masih gemetar, tak sedikit pun menjauh, sampai hujan mulai mereda.

  • Dan bahkan mereka berkencan.

“Makan malam?” Sooyeon tampak menimbang-nimbang.

Yifan menaikkan alisnya, menunggu jawaban. Hubungannya dengan Sooyeon mulai membaik sejak penyelamatannya di perpustakaan beberapa hari lalu. Dan Sooyeon mulai berubah akhir-akhir ini.

“Bagaimana mungkin makan malamnya bisa berjalan lancar jika kau terus menjahiliku tiap detik,” Sooyeon menyilangkan lengannya. “Kau senang sekali membuatku malu, bukan?”

Yifan tertawa pelan. “Bagaimana kalau kita berdamai?” Ia mengulurkan tangannya.

“Damai?” Sooyeon memasang tampang memangnya kau siapa. “Tidak akan pernah ada kata damai.”

“Baiklah,” Yifan menarik kembali lengannya. “Jadi bagaimana dengan malam ini?”

“Aku akan memikirkannya, karena apapun itu pasti akan berakhir buruk,” Sooyeon memutuskan.

Malam itu Yifan tetap menjemput Sooyeon meskipun Sooyeon sudah menolaknya secara tidak langsung. Yifan tahu bahwa Sooyeon tidak mengatakan sesungguhnya, karena ketika mobil Audi-nya berhenti di depan rumahnya, Sooyeon muncul dengan balutan dress merah. Tampak sangat anggun dan elegan, tak berbeda jauh dengan model Victoria’s Secret. Saat itulah, Yifan nyaris tak berkedip dengan degupan jantungnya yang makin cepat.

  • Hari kian berganti, cinta makin bersemi. Tapi tak ada perbedaan sama sekali.

Sooyeon melahap lagi kudapan di atas meja sementara Yifan membuka satu kaleng lagi Cola. Keduanya sedang menghabiskan waktu akhir pekan dengan satu pertaruhan kecil; uji adrenalin dengan menonton film horror. Peraturannya cukup sederhana, siapapun yang menjerit lebih dulu dan lebih keras, dialah yang kalah. Dan siapapun yang kalah, harus mencuci pakaian pemenang selama seminggu penuh. Yifan yakin lebih dari seratus persen bahwa dirinya akan menang, karena ia tahu Sooyeon sangat takut dengan petir. Maka ia pasti akan lebih takut dengan hantu.

Sooyeon menyandarkan kepalanya di bahu Yifan setelah menguap beberapa kali. “Aku mulai bosan. Hantunya tidak segera muncul.” Ia mulai memejamkan matanya.

Yifan hanya menghela nafas.

Beberapa menit kemudian,

“WHOAAAAAAA!!!” Yifan memekik keras dengan suara husky-nya yang terdengar seperti seorang pembunuh.

“Ada apa?!” Sooyeon segera membuka matanya, terkejut. “Apa yang terjadi?!”

“Hantunya baru saja keluar,” Yifan berbisik dengan mengelus dadanya, dan merasakan jantungnya nyaris copot.

“Benarkah? Bagaimana rupa—hei, kau menjerit lebih dulu,” seulas senyum puas terlukis di wajah Sooyeon. “Peraturan tetap peraturan, Yifan. Ingat?”

“Hei, tapi kau tertidur, seharusnya kau tidak tidur,” Yifan mengelak.

“Aku tidak peduli. Tertidur tidak ada di peraturan,” Sooyeon menjulurkan lidahnya dengan sangat puas. “Cuci pakaianku selama seminggu, okay?”

Yifan mendengus, kemudian berlalu setelah Sooyeon terbahak tanpa henti di ruang tengah. Setelah itu ia kembali. Kali ini seulas seringai puas terlukis di bibirnya.

“Mau apa kau?” Sooyeon meliriknya waspada. Jika Yifan mulai menyeringai, ada baiknya untuk segera berlindung, atau hal buruk akan terjadi.

Yifan menggeleng dan mendekat, dengan lengannya yang terlipat ke belakang. Ia makin berdiri di dekat Sooyeon dan mengeluarkan lengannya. Segenggam kecoa plastik mainan berjatuhan di pangkuan Sooyeon.

“AAAAAAAHHHHH!!!”

Selain petir, satu hal kecil yang menganggu dan sangat Sooyeon benci adalah kecoa.

Reaksi Sooyeon membuat Yifan tertawa amat puas, bahkan sampai ia berlutut karena tak kuat menahan badannya.

“Siapa yang menjerit lebih keras sekarang, Sooyeon?”

  • Pada akhirnya semuanya kembali ke perasaan masing-masing.

Yifan berlari secepat angin menaiki anak tangga dan langkahnya yang panjang berhenti di depan pintu kamar. Ia membukanya setelah mengatur nafas dan seorang gadis menghampirinya.

“Dia kelelahan, Yifan,” Yuri, teman dekat Sooyeon, melirik Sooyeon yang berbaring di atas tempat tidur rumah sakit. “Akhir-akhir ini sering lembur untuk menyelesaikan laporan biologi yang menumpuk.”

Yifan mengangguk paham, didekatinya tempat Sooyeon berbaring. Ia meraih tangannya yang kecil dan lemah. Yifan duduk di kursi di sebelahnya dan perlahan tangannya menyusuri wajah Sooyeon yang pucat.

“Kenapa kau selalu memaksakan diri?” Ia berbisik lirih. “Jangan memikul bebanmu sendirian, kau bisa berbagi denganku, aku akan sangat senang membantumu.” Ia menghela nafas untuk menahan air matanya yang nyaris menitik. “Sooyeon… .”

Di akhir tahun ajaran seperti ini, masa dimana semua tugas harus segera diselesaikan membuat waktu tidur murid-murid berkurang. Dan begitu juga Sooyeon. Ia lebih sering sendirian akhir-akhir ini, tak banyak menghabiskan waktu bersama Yifan—yang kini sudah menjadi pacarnya—seperti sebelumnya. Itulah yang membuat pikiran Yifan terbebani.

Yifan mengelus lembut pipi Sooyeon yang hangat, “kau tahu kau tampak ratusan kali lebih cantik jika kau tidur.” Ia tersenyum. “Dan tugasku adalah untuk menjaganya tetap aman.” Ia membaringkan kepalanya di sebelah kepala Sooyeon. Kini tampaklah paras ayu itu lebih dekat, Yifan tersenyum lagi. “Bangunlah untukku, Sayang.”

  • “I love you, Sooyeon.” “And so do I.”

Sooyeon membuka matanya yang terasa berat. Langit-langit putih polos bukanlah langit-langit kamarnya dan bau obat bukanlah aroma rumahnya. Ia memiringkan kepalanya ke kanan dan nyaris menjerit terkejut ketika wajah rupawan Yifan berada beberapa inci dari hidungnya. Sooyeon mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan apakah yang berbaring di sebelahnya itu memang Yifan atau hanya halusinasi. Dan dia memang Wu Yifan pacarnya yang menyebalkan.

Sooyeon tersenyum geli, ia harus akui bahwa Yifan memiliki wajah polos seperti anak kecil ketika ia tertidur. Ia mendapati tangan lelaki itu menggenggam erat lengan kirinya. “Kau sudah di sini semalaman?” Ia berbisik pelan, mengelus lembut alisnya yang tebal dan turun ke mata dan hidungnya.

Perlahan mata Yifan terbuka, dan kini tampaklah matanya yang merah. “Hei.” Ia tersenyum menawan.

“Hei,” Sooyeon membalasnya dengan senyum manisnya.

“Bagaimana keadaamu?”

“Jauh lebih baik,” Sooyeon menggeser tubuhnya lebih dekat. “Jauh lebih hangat.”

Yifan tersenyum (lagi), tersanjung. “I love you, Sooyeon.”

Sooyeon mencondongkan kepalanya dan mencium pipi Yifan. “And so do I.”

11 thoughts on “[Ficlet] The Story of Us

  1. sumpah ni kren bget critanya,simple gk ribet tp ckup pdat & jelas… akhir2 stelah moment krissica mncul. q jdi pgin bc ff krissica gk sgja nemu ff author. bgus bget dehc pkonya.

  2. CIE HAHAHAHAHA KAK HANA CIE ❤ MUANISSS ZEKALEEEEHHH ❤ ❤ ❤

    Emang genre love/hate gitu pasaran tapi kak Hana bisa bikin gimana caranya biar alur gak pasaran, keren bet! Tapi tapi aku ga ngefeel sama kapelnya coba 😦 i think KrisxTao much better /jiwa yaoi mulai keluar/. Hahaha tapi gapapa kok aku nganggep Jess itu Tao disini

    Kak Hana bikin fic Sehun gitu dong ._. jadi castnya Hana-Sehun-Bekey-Jinwoo gitu ._. /INIAPAH/

    Hehehehehehe pokoknya ditunggu karya keren lainnya ya kak! ❤ tetep semangaat! ❤

    /geret jinwoo&sehun ke kasur/

    • aku dari dulu emang dah manis kok bek *angkat tangan pamerin bulu ketek* ~\o/~

      lah ini alurnya kayak ngisi lembar jawaban ujian pake poin2 :”””D harus segera buang bayang2 uas :””D makasih lho bebekeyy btw
      hayo bebekey suka yaoi suka yadong kan hayoo aku bilangin mama kamu biar kamu ngga boleh makan bebek goreng (lah ngga nyambung)

      oke yuk bikin fic sehun tapi… *CORET NAMA BEKEY PAKE SPIDOL PERMANEN* nah kalo cast nya Hana-Sehun-Jinwoo kan asik gitu dapet cowo2 ganteng B^) *jalan bareng Sehun-Jinwoo like a boss*

      okaayy you too bebekey<3<3<3

      HEIIIIII TUNGGU, SEHUN KU MAU DIBAWA KEMANA???!!!!

      • Jan geer. Yang manis fictnya bukan orangnya ~’3′)~ /kemudian disumpel pake sempak sehun/

        Buahahaha kan keren pake poin2 /?/. Iyaw aku suka yaoi mama pun udah tau tapi ya dibiarin aja mungkin lelah punya anak kayak gini X”D masang wallpaper komputer pake kiss scene fanart Hunhan cuma di respon “gambar opo toh iki nduk” XD XD XD AAAAHH BEBEK BEBEKKUUUUU

        Kok ngukuk. Saya rela dicoret asalkan nama Jinwoo juga dicoret /nyolong spidol permanen/ /coret nama jinwoo/ /pergi bikin ff nc Jinwoo-Taehyun-Bekey-Mino-Seughoon-Seungyoon/ /plus bikin ff Sehun-Hana yang endingnya Sehun selingkuh sama bule prancis bernama Bekey/

        CUMA DIBAWA KE KASUR BESOK DIBALIKIN KOK. MAKASIH SEHUNNYA! ❤ ❤

        • kalo fict nya manis, orangnya lebih manis *gegoleran di kasur bareng sehun*

          laahh berarti kamu ketularan yaoi dari mama kamu, atau kamu yang nularin yaoi ke mama kamuu anak macam apa kamu bebekkkkk *bom meledak* *backsound petir menyambar nyambar*

          BEK KAMU MAU BIKIN FF APA MAU JADI MAKELAR COWO GANTENG SIH, PAKE BAWA BAWA COWO COWO GUE SEGALA
          NOOOOOO JANGAN SAD ENDING!!!!!! SEHUN TETEP PUNYAKU!!!! APAAN DAH BULE PRANCIS BERNAMA BEKEYYYYY
          ngga laku ntar ff kamu bekkk

          HEH KAMU APAIN SEHUN KU KOK BERDARAH DARAH???!!! *lah* *APA INI* *LUPAKAN*

  3. Hai kak, masih inget aku ga :””””””””””””)

    Yaampun ini manis manis gimana gitu ceritanya:”) aku gatau mau komen apalagi :””3

    Keep writing and good luck ka’-‘b
    Athens

    • masih donggg athena yang di atas televisi kan (antena) (lagi) (jayus) (badumtss) *ngumpet di keteknya chanyeol*

      aih kamu lebih manis dari permen termanis kok de kkkk xD (eaaa) *buru buru ngumpet ke keteknya tao*

      eaahh maqazeah eaahhh qamoe jugaahh gudlakk adee athenssss *habis keluar dari keteknya tao langsung jadi alay*

      btw benerin antena di rumahku dong tipinya ngga nyala nih heuheu

Leave a reply to ATHENA Cancel reply