Unexpected [2nd Chapter]

Unexpected 2

Title : Unexpected (Chapter 2)

Author : blackpearlnine

Length : Chaptered

Genre : School Life | Friendship | Comedy

Rating : PG15

Cast : Oh Sehun [EXO] | Song Jisun [OC] | Chen/Kim Jongdae [EXO]

Other Cast : Kim Hyungjun [SS501] as Headmaster and Jongdae’s Father | Kim Jaekyung [Rainbow] as Teacher Kim Jongin/Kai [EXO] as Sehun’s Roommate and Jongdae’s Brother | Byun Baekhyun [EXO] as Jongdae’s Friend | Park Chanyeol [EXO] as Song Family’s Secretary

Disclamer : FF ini datang dari otakku sendiri. Jika ada kesamaan hanya kebetulan semata. Semua cast milik orangtua dan agensi mereka, tapi OC is mine haha 😀

Happy reading 🙂

Intro+Preview

1st Chapter : I Hate This!

Chap 2 – First Day On Junsang    

Kediaman keluarga Song sudah ramai di pagi yang cerah ini. Terlihat seorang wanita berusia 40an tengah sibuk membantu seorang gadis memasukkan koper serta box-box ke bagasi mobil besar warna putih yang terparkir manis di depan pintu rumah.

“Berjuanglah, Nona Muda.”

Jisun tersenyum tipis lalu mengangguk pelan mengiyakan ucapan semangat dari wanita berusia 40an yang tak lain adalah ahjumma di rumahnya. Bisa dibilang Shin Ahjumma-lah yang tahu bagaimana dan seperti apa sosok Song Jisun.

Sementara di dalam mobil telah ada seorang pria muda yang rapi dengan setelan jasnya sedang menyalakan mobil. “Kita siap berangkat Nona?” tanya pria yang tak lain adalah sekretaris pribadi keluarga Song.

Ne, chankamanyo Sekretaris Park.”

Jisun menggendong ranselnya lalu menghampiri kedua orangtuanya yang berdiri di depan pintu. Untungnya tidak ada Song Wooyoung di sana. Kalau ada, mungkin Jisun sudah membuang ludah di wajah pria itu. Ya, memang keterlaluan. Tapi Jisun sama sekali tak peduli.

“Aku pergi dulu. Maaf sudah membuat kalian repot.” Jisun berucap dengan dingin tanpa menatap wajah ayah dan ibunya.

Arra. Ingat kata-kata Appa dan Eomma yang kemarin. Bersikaplah yang baik.”

*****

“Nona langsung menerima tawaran Presdir untuk sekolah di Junsang karena itu sekolah asrama? Bukankah Anda tidak suka sekolah yang banyak aturan? Anda tahu berapa banyak aturan yang harus Anda taati? Waa… bersyukurlah punya sekretaris seperti saya karena saya masih kuat setelah lulus dari sana. Bisakah Nona ceritakan pada saya?”

Suara ngebass Park Chanyeol memenuhi telinga Jisun. Ya meskipun ia duduk di kursi belakang tapi suara pria itu tetap membuat Jisun pusing. Apalagi pertanyaan yang banyak terlontar dari bibir Chanyeol terus berjalan tanpa henti di kedua telinganya.

Oppa! Tanyalah satu-satu. Aku hampir gila mendengar suaramu yang seperti suara gema di gua itu. Dan satu lagi, jangan panggil aku Nona selama kita hanya berdua. Arra?”

Chanyeol melirik Jisun melalui spion yang menggantung di atas lalu mengerlingkan sebelah matanya. “Baiklah, Jisun-ssi.”

“Baiklah, sebenarnya apa yang kaulontarkan pertama kali adalah salah satu jawaban. Alasanku yang lain adalah karena aku ingin mulai belajar disiplin agar bisa lulus dengan predikat terbaik. Dan kautahu apa yang terjadi jika aku lulus dengan predikat terbaik? Aku bisa kuliah di universitas paling bergengsi di Korea dan itu artinya apa? Aku bisa membeli apartemen dan hidup sendiri.”

Chanyeol menggeleng. “Sebenarnya kau hanya memiliki satu tujuan bukan? Kau hanya ingin memisahkan diri dari keluargamu.”

Ani. Alasanku adalah Wooyoung. Daripada aku jadi anak nakal demi mencari perhatian di depan Appa dan Eomma, lebih baik aku hidup jauh dari mereka untuk sementara dan jadi anak baik-baik. Aku tidak mau jadi orang gila karena menahan emosi terus-terusan.”

Akhirnya Chanyeol mengangguk mengerti. “Aku mengerti maksudmu. Tenang saja. Aku ada di pihakmu.”

Jisun menatap Chanyeol sinis. “Oh ya, bukankah kau mengabdi pada Appa? Kenapa harus ada di pihakku? Aku tidak menggajimu, Oppa. Cukup jadi tempat ceritaku dan jangan cerita pada siapapun. Itu sudah cukup. Tetaplah seperti ini saja, Oppa.”

“Baiklah. Kau tahu? Aku mulai menemukan sisi bijakmu sebagai seorang anak, Song Jisun.”

“Jangan mengagumiku? Kau baru tahu 10% saja. Kalau aku cerita tentang kebaikanku, perjalanan ke Junsang akan jadi perjalanan yang lama. Atau bahkan siang ini berubah jadi malam.”

“Jangan terlalu sombong, Nona Muda.”

OPPA!

*****

Sesampainya di depan gedung asrama wanita SMA Junsang, Chanyeol dan Jisun menurunkan barang-barang dari mobil lalu menaruhnya di troli yang tersedia di depan pintu masuk. Sebenarnya Jisun sangat ingin memasang wajah kagum ketika baru memasuki gerbang Junsang. Namun gengsinya yang lebih tinggi dari rasa kagumnya, sehingga ia hanya memasang wajah datar dan dinginnya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling Junsang.

Memang mirip seperti SMA Genie yang pernah diceritakan Ahjumma padanya. SMA Genie, ya tahu ‘kan? Kalau tidak tahu sebaiknya tontonlah drama itu, itu saran dari Ahjumma. Genie adalah SMA yang jadi tempat Goo Jae Hee sekolah dalam drama To The Beautiful You. Aigoo… Ahjumma memang sangat senang nonton drama. Sampai drama anak sekolah pun dia tonton. Jisun hanya ber-iya-ria ketika diceritakan. Tapi ketika sampai di Junsang, semuanya sama persis.

“Aku belum pernah masuk ke asrama wanita sebelumnya.”

Jisun menoleh ke Chanyeol dan memberinya tatapan ngeri. “Oppa sudah gila ya? Asrama wanita tempat terlarang untuk siswa pria dan sebaliknya. Apa aturan se-sederhana itu tidak ada di buku aturan?” tanya Jisun.

“Tentu saja ada, anak kecil. Aku hanya penasaran. Di mana para siswa perempuan makan, di mana mereka mencuci baju.”

Oppa, pikiranmu sudah ke mana-mana sepertinya.”

[CTAAK]

Chanyeol menjitak kepala Jisun. “Memangnya ke mana? Dasar kau ini.” Mereka tertawa pelan lalu Chanyeol masuk ke dalam mobil. “Aku akan parkir. Kau langsung saja ke bagian administrasi untuk mencari kamarmu.”

Arrayo, Oppa.” Jisun mendorong trolinya masuk menuju gedung asrama lalu mencari ruangan administrasi.

Ketika masuk, Jisun langsung berhadapan dengan sebuah mesin minuman yang terisi penuh dengan minuman kaleng. Karena sejak tadi Jisun sarapannya hanya sedikit, akhirnya ia memilih untuk istirahat sebentar. Ia memasukkan koin ke mesin minuman dan memilih sekaleng cola.

Hey anak muda!”

Baru saja Jisun menunduk hendak mengambil cola-nya, seorang wanita berjalan mendekatinya dengan sebuah tongkat kayu sepanjang 30cm di tangannya. Jisun langsung mengambil ancang-ancang untuk lari, namun telinganya sudah dijewer duluan oleh wanita itu.

“Adddaaadduuuuduuu ahjumma! Lepaskan! Appoyo…

Mwo? Ahjumma? Ya, aku guru termuda di sini. Bagaimana bisa kau memanggilku ahjumma? Dan ini. Apa maksudmu berkeliaran dengan jumper dan jeans seperti ini? Mana seragammu? Dan kenapa rambutmu seperti orang habis mandi? Ikat yang rapi!”

“Ok! Ok! Ok! Lepaskan aku dulu!”

Akhirnya wanita itu melepaskan jewerannya dari telinga Jisun dan membiarkan Jisun memperbaiki penampilannya.

[CTAKK]

“Akkhh..”

Jisun mendapatkan pukulan kecil di keningnya. “Dasar anak nakal. Tunggu. Biarkan aku melihat buku peraturan dulu.” Wanita itu membuka buku saku kecil di tangannya sambil bergumam-gumam tak jelas. Jisun meniup poninya kesal sambil menaikkan satu kakinya ke atas kursi panjang di depannya.

[CTAKK]

Baiklah. Jisun menerima pukulan lagi di kakinya kali ini. “Baiklah! Apa aku harus berdiri tegak terus?”

“Peraturan nomor 130.”

Jisun mendelik.

“Bolos di jam pelajaran. Poin minus 10.”

Sial!

“Peraturan nomor 56.”

Lagi?

“Tidak memakai seragam. Poin minus 20.”

Ini gila!

“Peraturan nomor 250.”

Ya!!! Ahjumma!”

Memanggil guru dengan panggilan tidak sopan. Poin dikurangi 50 atau setengah.”

Ya!! Ahjumma!! Aku murid baru di sini!”

Wanita yang sejak tadi ber-koar-koar soal peraturan sekolah itu mengangkat wajahnya lalu menelisik wajah Jisun. “Omo. Kau siswi baru? Aigoo…pantas wajahmu asing.” Dan selanjutnya wanita bernama Kim Jaekyung itu tertawa pelan.

“Aku hampir gila memanggilmu sejak tadi, Seonsaengnim.

“Baiklah maafkan aku. Aku terlalu terobsesi dengan anak-anak zaman sekarang yang susah di atur.”

Jisun mendorong trolinya, berencana untuk mencari ruang administrasi. Namun Kim Jaekyung menghadangnya. “Kau mau ke mana? Anak baru harus ke ruang administrasi dulu.”

“Aku sedang mencarinya.”

“Kalau kau sedang mencarinya, seharusnya kau bukan kemari.”

“Jisun-ssi, kau sudah menemukannya?”

Jisun dan Jaekyung beralih pada asal suara yang berasal dari pintu masuk. Jaekyung mengerutkan keningnya sedangkan Jisun tetap dengan poker face-nya. Sementara Chanyeol menatap mereka dengan tatapan kagum—entah karena apa -___-

“Oh? Jaekyung Noona!”

Mwo?” Yang dipanggil Jaekyung Noona hanya bisa berkata apa. Sedangkan Jisun memandang Chanyeol dan Jaekyung bergantian.

*****

Kim Hyungjun menatap heran anak perempuan di hadapannya sambil menggelengkan kepalanya berulang-ulang.

“Song Jisun. Apa ini benar kau?”

“Benar, Pak.”

“Kau tidak terlihat seperti anak nakal.”

Jisun mengernyitkan dahi. Bagaimana bisa kepala sekolah di depannya ini berkata kalimat yang konyol seperti itu. Wajahnya yang tampan dan berwibawa sepertinya berbanding terbalik dengan sifatnya.

“Maafkan saya, Pak. Tapi bolehkah saya langsung ke kelas?”

“Oh tentu saja. Dan kelasmu adalah XI-1. Dan wali kelasmu adalah Kim Jaekyung.”

Mwo? Ahjumma yang jadi idola Chanyeol Oppa saat SMA? Whoaa! Daebak!

“Baiklah, Pak. Gamsahamnida.”

Jisun keluar dari ruang kepala sekolah dan ia langsung dikejutkan oleh kehadiran Jaekyung dan Chanyeol yang menunggu di depan ruang guru. “Kalian mengejutkanku.”

“Wajahmu saat terkejut tidak berbeda dengan wajahmu saat tidur. Dasar anak kecil,” kata Chanyeol sambil memberi jitakan di kepala Jisun.

Noona, anak ini kuserahkan padamu. Aku berhutang padamu Noona.”

Jaekyung bergidik ngeri melihat Chanyeol yang langsung pergi meninggalkan mereka. Bukannya Chanyeol jelek, bukan. Justru tampan malahan. Namun panggilan noona di telinga Jaekyung terasa seperti bisikan setan—ya karena ia tidak suka dipanggil noona ataupun ahjumma. Lalu apa? Halmoni? Konyol memang.

“Ayo kita ke kamarmu. Kau perlu mengganti pakaianmu.”

*****

[TUK]

Sehun merasakan sakit di kepalanya ketika sebuah gumpalan kertas melayang ke kepalanya. Ia menoleh ke asal suara dan menemukan Jongin yang sedang duduk lesu di kursinya.

“Ada apa?” tanya Sehun pelan.

“Kim Saem ke mana? Aku bosan.”

Sehun mendengus pelan. “Untuk pertama kalinya kau tertarik dengan Biologi. Ini karena kita sedang belajar reproduksi bukan?”

Jongin nyengir kuda lalu mengacungkan ibu jarinya. “Wah kau sangat mengerti diriku, Sehun-ahLove you.. XOXO muaahh muaahh.” Jongin berdiri dari kursinya lalu merentangkan kedua tangannya dan mendekati Sehun, bermaksud memeluk pria itu. Namun Sehun sudah meninju perut Jongin duluan hingga ia kesakitan.

“Akhh….aku ‘kan hanya bercanda, Oh Sehun. Kau selalu saja serius. Santailah sedikit,” oceh Jongin sambil kembali ke tempatnya yang tepat berada di belakang Sehun.

“Saat suasana belajar begini mana bisa bercanda,” gerutu Sehun pelan lalu kembali membaca bukunya.

Guru Biologi yang Jongin tunggu-tunggu katanya sedang patrol di asrama wanita. Itu karena beberapa hari yang lalu ada dua siswi yang membolos dan kabur ke asrama untuk curi-curi waktu tidur. Setidaknya itu yang Sehun tahu dari para guru ketika ia pergi ke ruang guru bermaksud mencari Kim Jaekyung—guru yang dimaksud.

Annyeonghasimnika…”

Suara khas Kim Saem mengalihkan pandangan Sehun dari gambar-gambar alat reproduksi di bukunya—agak wow memang tapi ini untuk ilmu pengetahuan bukan?

“Siapa gadis manis yang ada di samping Anda, Saem?”

Jongin berceletuk ria tiba-tiba dan para laki-laki di kelas XI-1 pun bersiul pelan dan bahkan ada yang berkata, “Boleh aku jadi namching-nya?”. Sehingga menimbulkan gelak tawa dari seisi kelas. Terkecuali Sehun yang tidak ikut-ikutan seperti yang lain, ia hanya tetap fokus pada gadis yang ada di sebelah Kim Saem.

Dari ujung kepala hingga ujung kaki, gadis itu memang lumayan. Cantik, manis, matanya sama seperti dirinya—tak terlalu sipit dan tak terlalu besar—dan kulit putih pucat. Aigoo..kenapa gadis itu tidak membubuhkan lipgloss atau pelembut bibir? Bibirnya terlihat seperti orang sakit. Eh tunggu, kenapa Sehun jadi sangat jeli pada wanita? Jangan bilang nanti dia akan melirik lingkar dada yeoja itu—oh tidak otaknya mulai terkontaminasi karena Jongin.

“Song Jisun imnida.

Singkat. Sangat singkat. Bahkan pembawa acara pun tidak se-singkat itu saat membuka acara. Astaga, gadis ini terlihat dingin dan terkesan cuek—seperti dirinya. Dan hey! Sehun merasa telah menemukan dirinya di dalam yeoja ini.

“Kalian jadilah teman yang baik untuk Jisun. Ok? Dan Song Jisun Haksaeng, kau bisa duduk di bangku yang kosong di dekat jendela sana.” Kim Saem menunjuk tempat duduk yang menempel dengan jendela. Tepat di sebelah Sehun. Di kelas ini semua siswa duduk sendiri-sendiri, tapi tetap saja jarak antara meja satu dengan yang lain tetap berdekatan.

Baiklah, Oh Sehun masih normal. Matanya akan berbinar-binar jika melihat penyegar yang bisa jadi pencuci mata, misalnya gadis manis seperti Song Jisun. Setidaknya hari ini lumayan menyenangkan. Meskipun kata ‘lumayan’ untuk Sehun itu adalah baru 0,01% dari moodnya. Ck, namja yang dingin dan batu memang.

*****

Perut Jisun berdemo keras sejak tadi. Sepertinya sejak tadi jam di pergelangan tangannya tetap berputar di situ-situ saja, atau mungkin tidak bergerak. Ya waktu terasa begitu lama jika kau tidak menikmati saat-saat itu.

Jisun memang belum bisa beradaptasi dengan sekolah ini. Jika biasanya Jisun akan makan permen karet dan membaca novel kesukaannya ketika pelajaran, kini ia harus memperhatikan materi di depan. Tentu saja karena dia sudah diwanti-wanti oleh Kim Saem ketika perjalanan menuju kelas. Bahkan Saem memberinya buku saku yang tebalnya menyaingi kamus Bahasa Inggris 200 Miliar.

Flashback

Makan permen karet di kelas. Minus 2 poin.

Makan dan minum. Minus 2 poin

Menguap. Minus 2 poin.

Tidur selama pelajaran. Minus 5 poin.

Baca buku selain buku pelajaran. Minus 10. Jika buku yadong. Minus 20 poin.

Menjatuhkan pensil dengan modus mengintip rok perempuan. Minus 20 poin.

“Ini gila! Sampai hal sekecil ini pun main poin. Pantas saja bukunya tebal. Whooaa daebak!”

Jisun bergumam tak jelas di bilik wc sambil duduk di closet. Yah, dia memang modus pergi ke wc untuk membaca buku saku pemberian Kim Saem. Tapi begitu tahu setebal ini, Jisun hanya membaca peraturan di kelas.

[TOK TOK]

“Jisun Haksaeng, apa sakit perutmu sangat mengerikan? Kenapa lama sekali?”

Sial!

Jisun berpura-pura meringis dan memeluk perutnya. “Ne, Saem. Saya salah makan tadi pagi. Sebentar lagi Saem…”

End of Flashback

[KRIINGGG]

Jisun langsung menutup buku Biologinya dan bangkit dari kursinya. Namun, baru saja ia akan keluar dari tempat duduknya, kakinya bersentuhan dengan sosok namja dingin yang duduk di sebelahnya. Yeah, namja ini memang misterius di mata Jisun. Tatapan matanya sangat tajam dan dia satu-satunya yang tidak bersiul-siul atau ikut menggodanya tadi.

Ah ya, soal menggoda tadi Jisun sebenarnya tidak sadar. Yang ia lamunkan adalah masih soal peraturan konyol yang ia baca di wc tadi.

“Minggir,” kata pria itu dingin.

Jisun tentu saja tidak mau kalah. Mengalah bukanlah gaya Song Jisun. Dia semakin memajukan dirinya, alhasil wajahnya kini setara dengan dada pria itu. Oh damn! Ia merasa kecil dan pendek di depan pria ini.

“Aku yang duluan,” kata Jisun tak mau kalah.

Bukannya mundur, pria itu justru semakin maju hingga membuat Jisun menelan ludahnya sendiri.

“Aku ada urusan mendadak. Aku takkan mundur. Kalau kau masih memaksa maju, dadamu mungkin sudah menempel denganku. Tapi tak masalah, ‘kan lumayan kena yang empuk-empuk,” kata pria itu dengan evil smirk-nya.

[DEG]

Sial! Namja bernama Oh Sehun ini sudah membuatnya membatu. Mau tak mau ia kembali mundur dan duduk lalu membiarkan Sehun berjalan mendahuluinya. Jisun menatap dadanya dan menyilangkan tangannya di dada.

“Sialan! Hari pertama sudah begini. Bagaimana jika minggu pertama, bulan pertama, semester pertama, tahun pertama? Aku hampir gila!”

*****

Jisun melahap makanannya tanpa henti. Sarapannya di rumah tadi tidak terlalu banyak, mengingat nafsu makannya yang langsung hilang karena ada Song Wooyoung menyebalkan.

Untuk hari ini, Jisun memang belum memiliki teman dekat. Bisa dibilang satu-satunya orang yang ia kenal di sini hanyalah Kim Jaekyung Saem. Akhirnya ia memilih untuk makan sendirian di meja paling ujung di cafeteria ini.

Sudah lima menit berlalu dan makan siangnya pun habis. Jisun menuju mesin kopi untuk membeli latte. Setelah itu ia berencana untuk berkeliling sekolah. Namun entah ini firasat atau apa, sepertinya sebentar lagi ada sesuatu yang…

[BYURRR]

*****

Gelak tawa memenuhi kantin begitu Kim Jongdae datang bersama Byun Baekhyun. Duo senior paling heboh yang pernah dimiliki Junsang setelah lima tahun lalu ada Park Chanyeol dan Kim Junmyeon yang jadi duo senior heboh.

“Bagaimana tadi kau mengucapkannya di depan kelas?” tanya Jongdae masih tertawa terbahak-bahak.

“Yang mana? Oh ya kkaebsong~….

“WAHAHAHA!!!”

“Aku jadi ingin menjadikannya alarm di ponselku.”

“Seperti apa? IreokeKkaebsong ireona kkaebsong..”

BWAHAHAHAH!!”

[BYUUURRR]

Sialnya, Baekhyun yang saat itu berjalan mundur tak sengaja menabrak seorang gadis di belakangnya ketika baru saja akan berbalik. Dan parahnya latte yang gadis itu bawa tersiram ke seragam Baekhyun.

Omo…jwesonghaminda..aku tidak sengaja. Sumpah!” Gadis berikat rambut seperti ekor kuda itu membungkuk beberapa kali dan berusaha mengelap bagian yang kena tumpahan kopi tadi.

“Kau tahu berapa harga seragam ini?” Baekhyun mengomel-omel bak ahjumma cerewet sambil menunjuk jasseragamnya.

“Biar aku cucikan jasmu,” kata gadis itu.

Shireo!”

Jongdae menatap gadis di depannya yang terlihat sudah jengkel setengah mati menahan amarahnya. Gadis itu mengeluarkan dompetnya—yang tampak seperti dompet preman—lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dan menempelkannya di bahu Baekhyun secara kasar.

“Kau puas? Aku sudah bersedia membawakannya ke laundry. Tapi kau terlalu gengsi untuk melepas jasmu. Kaupikir kau saja orang kaya di dunia ini? Meskipun kau anak konglomerat, anak menteri, atau bahkan anak presiden, setidaknya sikapmu harus sebijak mereka. Tapi sikapmu sama saja seperti preman.”

Jongdae mangap bak ikan koi mendengarkan kalimat demi kalimat menusuk yang keluar dari mulut gadis bernama Song Jisun—dia lihat dari nametag di seragam gadis itu—itu. Dan lihat! Bahkan Baekhyun tergagap-gagap dan sepertinya bingung harus bicara apa.

Tunggu. Namanya Song Jisun? Ah~ dia baru ingat. Ayahnya bilang jika murid baru yang merupakan anak dari teman ayahnya bernama Song Jisun. Jongdae langsung bergegas mengejar Jisun dan meninggalkan Baekhyun sendirian di cafeteria.

“Aku akan menyampaikan maafmu padanya,” kata Jongdae sesaat sebelum ia pergi.

Sementara Baekhyun hanya bisa mematung di tempatnya berdiri menyaksikan kepergian Jongdae.

*****

“Song Jisun?”

“Hah! Siapa lagi yang memanggilku? Jangan bilang namja bernama Oh Sehun yang tadi bicara soal dada di kelas tadi. Apa dia tidak tahu betapa malunya aku?”

“Song Jisun!”

“Ah! Menyebalkan! Kenapa hari ini semua orang memanggilku sekencang itu?”

YaSong Joongki’s daughter!”

Oh shit man! Siapa yang berani menyebut nama Appa? Akan kubanting dia!”

Jisun berhenti melangkah lalu berdiri diam di taman sekolah. Menunggu orang yang tadi memanggilnya—bahkan menyebut nama ayahnya. Eh tunggu? Bagaimana bisa orang itu tahu nama ayahnya? Jangan bilang kalau orang itu adalah stalker? Memikirkannya saja sudah membuat Jisun merinding.

Jisun merasakan sebuah tangan menyentuh bahunya, reflek ia langsung mengambil tangan itu dan memelintirnya hingga si empunya tangan mengaduh kesakitan.

“Aaaddddaaadaaduuu… ya! Lepaskan tanganku.”

Begitu melihat siapa yang memanggilnya, Jisun melepaskan pelintiran di tangan pria itu lalu berdiri dengan santai.

Ternyata teman dari si mulut besar yang sombong tadi.

Neo nuguya? Aku hampir membantingmu karena sudah menyebut nama ayahku. Aku bahkan tak mengenalmu. Tapi bagaimana bisa…”

“Maafkan aku sebelumnya. Aku Kim Jongdae, anak dari Kepala Sekolah Kim Hyungjun.”

Jisun menganga. Dia baru saja nyaris mematahkan tangan anak kepala sekolah. Apa itu termasuk ke dalam aturan sekolah? Berapa poin yang dikurangi? Hari ini dia sudah kehilangan 4 poin karena ketahuan menguap sebanyak 2 kali. Oh tolong! Dia tidak mau berurusan dengan hal seperti ini!

Mwo? Kau anak dari Kepala Sekolah Kim? Omo, jwesonghamnida. Aku bahkan hampir saja mematahkan lenganmu. Syukurlah aku tidak jadi membantingmu.”

Jongdae tersenyum manis lalu mengulurkan tangan kanannya, mengajak Jisun bersalaman. “Awal pertemuan kita konyol sekali bukan? Mannaseobangapta.”

Jisun menyalami Jongdae dengan canggung dan memasang wajah tanpa dosanya. “Hehe..ne. Maafkan aku soal yang tadi ne?”

Jongdae mengerutkan dahinya. “Aku baru memaafkanmu jika kau mengizinkanku jadi guide-mu untuk hari ini.”

Mwo? Kenapa begitu?”

“Ayahku bilang kalau aku harus bersikap baik pada siapapun yang bergabung di keluarga Junsang. Jam istirahat 10 menit lagi. Kau mau kita mulai dari mana?”

Jisun memutar bola matanya. Dia menatap ke sekelilingnya. Di sisi kiri adalah lapangan sepak bola. Di sisi kiri ada gedung olahraga. Di depannya ada air mancur serta lobi sekolah. Di belakangnya tangga menuju gedung asrama.

“Aku penasaran dengan gedung olahraga. Bisa temani aku ke sana, Jongdae-ssi?”

Jongdae mengangguk lalu berjalan ke depan memimpin jalan. “Panggil aku Sunbae saja. Kau masih kelas XI ‘kan?”

Mwo? Kau SunbaeYa! Tadi aku menggunakan banmal padamu. Maafkan aku sekali lagi. Astaga kebiasaanku tak pernah hilang.” Jongdae tertawa pelan lalu mereka lanjut berjalan ke gedung olahraga.

Jisun hanya bisa menganga melihat gedung olahraga yang begitu luas. Bahkan di dalam gedung ini terdapat lapangan basket, lapangan bulutangkis, bahkan kolam renang yang terletak diujung gedung. Sekolahnya yang dulu memang memiliki gedung olahraga yang luas, tapi entah apa yang membuat ia begitu kagum dengan Junsang kali ini.

Lanjut ke gedung yang dinamakan gedung ekskul. Di dalamnya terdapat ruang musik yang biasanya dipakai untuk ekskul paduan suara dan ekskul musikruang dance, laboratorium untuk ekskul science club, dan bahkan ruang latihan bela diri yang terdiri dari Judo, Karate dan Taekwondo.

Belum puas dengan gedung ekskul, Jisun dan Jongdae berjalan menuju kebun buah-buahan milik sekolah yang berada di belakang gedung ekskul. Mereka memanen beberapa apel dan memakannya bersama. Jisun yang notabene sangat menyukai apel sudah menghabiskan 3 buah dan Jongdae baru 1 buah. Ya, sepertinya hari pertama di Junsang tak terlalu buruk juga bagi Jisun.

Gamsahamnida, Sunbaenim. Sepertinya aku takkan tersesat lagi jika mencari ruang bela diri,” kata Jisun ketika mereka dalam perjalanan menuju ruangan kelas masing-masing.

“Kau mau masuk ekskul bela diri?” tanya Jongdae.

Jisun mengangguk. “Ne. Sejak kelas 5 SD aku sudah ikut Judo. Aku ingin melanjutkannya.”

“Waa..bagus kalau begitu. Oh iya, kapan-kapan mainlah ke ruang musik, aku akan mengajarimu bernyanyi.”

“Wah. Baiklah, Sunbae. Senang bisa berteman denganmu, Sunbae.”

“Tidak usah sungkan. Toh kedua orangtua kita berteman baik, maka kita pun harus bisa jadi teman.”

Geurom. Aku duluan ya, Sunbae.”

*****

Sehun merobek-robek undangan yang ia pegang sejak tadi. Rasanya ia menyesal karena harus berjalan buru-buru ketika istirahat tadi, sampai ia merelakan makan siangnya terlewat.

Ayahnya memang sangat pintar. Memanipulasi undangan pertunangan dengan mengirimkan paket berisi tuxedo mahal dan menyelipkan undangannya di dalam baju itu. Bahkan nama pengirimnya tidak ada. Sehun ingin tertawa rasanya.

Mood Sehun untuk kembali ke kelas hilang begitu saja. Dan pelajaran terakhir nanti adalah Bahasa Inggris. Oh ya ampun. Itu pelajaran yang Sehun tidak terlalu sukai. Haruskah ia membolos? Ah! Konyol! Tidak mungkin!

“Kau berpikir untuk bolos?”

Tubuh Sehun menegang. Ditolehkan kepalanya ke samping dan ia mendapati Song Jisun sedang menatapnya begitu dalam.

“Apa kau sedang sok-sok jadi cenayang?” tanya Sehun.

Ani. Hanya saja, di wajahmu tertulis jelas ‘haruskah aku membolos?’. Aku sudah terlalu bosan melihat orang-orang yang memiliki niat bolos di dalam hatinya. Meskipun aku dulu anak bandel di sekolah yang lama, tapi aku tidak pernah bolos.”

Cih. Angkuh sekali gadis ini. Dia memang manis tapi menyebalkan!

“Dan kau bangga? Gadis macam apa kau?” balas Sehun sinis.

“Aku? Yah mungkin semacam bad girl.”

Sehun membulatkan matanya. Sementara gadis itu memamerkan senyum miringnya lalu kembali duduk menghadap ke depan. Sehun hanya bisa geleng-geleng kepala lalu mengeluarkan buku Fisika-nya.

“Baiklah, hari ini kita akan membahas tentang asas Bernoulli. Buka buku kalian dan ayo berkonsentrasi.”

Guru di depan kelas mulai bermain dengan spidol dan menjelaskan salah satu materi fluida tersebut. Baiklah, Sehun harus bisa stay cool meskipun di dalam hatinya mulai panas dan frustasi karena undangan tadi.

[SREETT]

Jisun tiba-tiba merampas pensil yang Sehun pakai.

Hey! Kembalikan pensilku, gadis nakal.”

*****

“Sial! Aku terlambat!”

Sesampainya di kamarnya, Sehun langsung naik ke lantai 2 dan menaruh tasnya. Setelah itu mengganti bajunya secara kilat dengan jeansT-Shirt, dan jaket kulit. Setelah itu diraihnya kunci motor serta helmnya dan ia langsung pergi begitu saja tanpa mempedulikan Jongin yang baru datang dari latihan dance-nya.

Ya! Oh Sehun! Ke mana kau?”

Tidak sampai di situ saja, Sehun kembali di hadang seorang pria di pintu keluar asrama. “Mau ke mana malam-malam begini, Oh Sehun Haksaeng?” tanya pria yang tak lain adalah salah satu guru piket yang berjaga di asrama pria.

“Aku ada urusan mendadak, Saem. Tolong beri aku izin. Aku mohon.”

“Urusan apa?”

“Iissshh! Haruskah aku memberitahumu? Ini privasi, Saem!”

“Aku harus mengetahui alasanmu keluar dari asrama.”

“Bibiku sedang menunggu di rumah sakit, Saem! Aku harus cepat-cepat!”

Sehun sudah frustasi dengan kelakuan guru keras kepala di depannya ini. Sebenarnya Sehun berjanji menemani bibinya untuk beli buku, tapi ini sudah melewati jam yang dijanjikan sehingga Sehun buru-buru bak orang gila. Ya, konyol memang. Tapi memang ada benarnya. Toko buku itu ada di sebelah rumah sakit. Jadi apa salahnya memperpendek kalimatnya menjadi pergi ke rumah sakit?

“Baiklah.”

*****

Ya! Kenapa buku-buku di sini mahal semua harganya? Meskipun Appa memberiku kartu kredit tapi tetap saja aku akan kena hantam kalau boros.”

Jisun bicara sendiri di depan buku tebal yang ia pegang. Dia tak peduli meskipun ia disebut orang gila, tapi harga buku ini sungguh mencekik leher Jisun. Harganya sebanding dengan uang saku Jisun seminggu. Sebenarnya tidak apa-apa jika ia membelinya, tapi karena ayahnya yang terlalu perhitungan itu, Jisun harus membatasi keinginannya untuk berbelanja menggunakan kartu kredit.

Dengan berat hati Jisun menaruh kembali buku novel tebal itu dan memilih untuk mencari komik Saint Seiya favoritnya. Ya memang komik lama, tapi Jisun menyukainya. Setelah mendapatkannya, Jisun langsung membawanya ke kasir dan setelah itu bergegas keluar dari toko buku.

“Heh! Kau lagi?”

Jisun mengernyitkan dahinya. Sosok dingin Oh Sehun ada di hadapannya dan kini di sebelah pria itu berdiri seorang wanita yang kelihatannya seusia Kim Jaekyung Saem—guru mereka.

“Oh kau bersama bibimu?”

“Cih? Sok-sok cenayangmu kambuh lagi, Song Jisun.”

Jisun melempar tatapan sinis pada Sehun sementara ia memberi senyuman paling manis pada bibi Sehun. “Kalian terlihat mirip.”

Jisun melengos begitu saja dan pergi meninggalkan Sehun. Namun belum sempat ia berjalan menuju stasiun bawah tanah, Sehun menghadangnya dengan lengannya.

Hey. Kuberitahu kau, harga pensil itu memang tidak seberapa. Tapi kau sudah membuyarkan konsentrasiku saat mengerjakan soal tadi.”

Jisun tertawa meremehkan. “Ya, tadi itu Jung Seonsaengnim baru saja menjelaskan asas Bernoulli, bukannya ke soal. Kalau kau mau menuduhku, beri aku tuduhan yang benar. Jangan sekedar menuduh yang tidak-tidak. Tadi aku hanya pinjam sebentar untuk mencatat nomor telepon.”

[GREEB]

Hey!!!!! Copet!!!!”

Sehun dan Jisun sama-sama termangap melihat kejadian tadi yang sangat cepat. Tas bibi Sehun dicopet oleh dua orang dan mereka sudah lari dengan motor. Sial memang.

“Waktunya aku mengganti kesalahanku tadi.”

Jisun berlari kencang mengejar motor pencopet tadi, sementara Sehun masih berusaha menenangkan bibinya.

Imo, tenangkan dirimu…”

Ya, sebaiknya kau ikut mencari pencopet itu. Kau mau membiarkan perempuan itu mengejarnya sendirian?”

Imo..”

“Aku akan menunggu di sini..”

*****

Dengan kecepatan tinggi, Sehun melaju di jalan raya dengan motornya untuk mencari keberadaan Jisun. Kalau dipikir-pikir, gadis itu sama konyolnya dengan Pink Panther. Bagaimana bisa dia mengejar pencopet yang memakai motor sedangkan dia hanya dengan modal dua kaki mungil itu.

Jackpot! Sehun menemukan gadis itu sedang menunduk di trotoar, berusaha mengambil napas. Dengan gerakan cepat Sehun langsung menarik Jisun ke dekatnya dan menyuruhnya untuk naik ke motor bersamanya. Selama perjalanan gadis itu mengoceh tidak jelas sehingga semakin melajukan motornya.

[PLAK]

Ya! Aku masih mau hidup, Oh Sehun!”

“Tutup mulutmu kalau masih mau hidup, Song Jisun! Dasar bodoh.”

Mereka berhasil menemukan pencopet tadi. Jisun langsung turun dari motor dan langsung berlari menuju gang sempit tempat dua pencopet itu lari diikuti Sehun di belakangnya. Belum sempat orang itu menyerangnya, Jisun sudah memberikan tendangan di selangkangannya lalu memanfaatkannya untuk membanting pria itu.

Sehun memang sempat termangap melihat kejadian itu. Tapi menyadari keadaan akan kacau jika Jisun menghadapi mereka sendirian, Sehun langsung merebut tas bibinya begitu pencopet yang lainnya lengah.

Dengan gaya berkelahi seorang laki-laki, Sehun memberikan tendangan memutar ke kepala pria yang jadi bagiannya itu. Lalu mendorongnya ke dinding dan memukul lehernya hingga pingsan.

Hey! Kenapa tidak langsung kaubunuh saja?” celetuk Jisun setelah mereka selesai dengan urusan mereka.

Sehun mendelik menatap Jisun. “Kita tidak berhak. Biarkan polisi yang mengurusnya. Kau sudah menelepon polisi?”

Jisun tertawa kencang dan tak sadar ia menendang motor sport Sehun. Untungnya tidak jatuh, hanya bergerak sedikit. “Ya. Gaya bicaramu sangat mirip jaksa. Waa tak kusangka kau keren sekali, Oh Sehun.”

[BRUK]

Ding….dong…motor Sehun langsung rebah begitu Jisun meletakkan tangannya di body motor Sehun. Jisun menutup mulutnya lalu menatap Sehun dan motor bergantian. Sementara Sehun sudah tak bisa berkata apa-apa. Ia seperti membatu melihat motor barunya jatuh begitu saja. Dan yang gilanya, motor itu jatuh hanya karena ditendang dan didorong seorang wanita. Hey listenread, and write. Wanita! Yeoja! Harus dengan kata apalagi Sehun mendiskripsikan Song Jisun yang menyebalkan itu?

“Sehun-ahmian…”

“Mian? Apa dengan kata maaf motorku bisa berdiri kembali? Cepat berdirikan!”

Ya! Aku perempuan! Seharusnya namja yang mendirikannya!”

Sehun mendengus kesal. “Kau? Perempuan? Barusan aku seperti melihat namja. Bukan yeoja!”

Oh damn!

Jisun tak ada pilihan lain. Akhirnya ia mendirikan motor besar milik Sehun dan memasang dongkraknya kembali. Sehun yang sedang panic mode on mengecek motornya apakah ada yang rusak atau le…

“Lecet!!” seru Sehun heboh.

“Mana?” Jisun ikut nimbrung melihat body motor Sehun.

“Kau tahu berapa biaya yang harus kukeluarkan untuk mengecat ulang motor ini?”

“Mana kutahu. Aku tidak pernah mengendarai motor sport sebelumnya.”

“Dasar gadis bodoh.”

Mwo? Kau menyebutku bodoh? Ya! Oh Sehun!”

Percekcokan antara Sehun dan Jisun terus saja berlanjut hanya karena kata ‘bodoh’. Konyol memang -___-

Hey! Aku belum tuli!”

“Kau menyebutku bodoh! Tentu saja aku tidak terima.”

“Memang kenyataannya kau bodoh. Ceroboh. Menyebalkan.”

Okay fine! Terserah kau. Sekarang, apa yang harus kulakukan agar aku impas denganmu?”

Sehun berpikir keras sambil memutar balik arah motornya. Setelah dipikir-pikir, percuma rasanya jika ia menyuruh Jisun untuk menggantinya dengan uang. Toh dia tak punya waktu untuk membawanya ke bengkel. Tapi jika ia membiarkan Jisun lepas begitu saja, rasanya tidak mungkin. Sebuah bohlam muncul di kepala Sehun dan akhirnya….

“Kau harus berangkat lebih pagi mulai besok.”

Mwo? Apa hubungannya dengan motormu? Kau mau membawanya pagi-pagi?”

Sehun menoyor kepala Jisun. “Kau protes kusebut bodoh. Padahal sudah nyata-nyata kau itu bodoh dan konyol.”

Jisun balas menoyor kepala Sehun dan menendang betis Sehun hingga pria itu mengaduh kesakitan. “Konyol? Kaupikir aku Mr. Bean?”

“Akkhh…kau gila ya? Mr. Bean? Ani. Pink Panther.”

“Pink Panther? Ck…assshhhh! Sudahlah langsung saja!”

Jisun sudah tak tahan dengan pria di hadapannya ini. Rasanya ia ingin segera kabur setelah urusan dengan pencopet tadi selesai. Tapi karena dengan cerobohnya ia menjatuhkan motor pria ini, mau tak mau ia tidak boleh melangkah pergi dulu.

“Bawakan aku sandwich dan kopi setiap pagi.”

Ini gila! Apa dia pikir Jisun adalah pembantunya? Jisun menganga tak percaya dan langsung mengangkat tangannya untuk menjitak Sehun, namun pria itu sudah menepisnya duluan.

Mwo?”

“Mana ponselmu?”

Jisun memberikan ponselnya pada Sehun dan dilliriknya Sehun sedang mengetikkan nomor teleponnya di sana lalu me-missed call-nya ke nomor Sehun. Jisun menautkan kedua alisnya. Heran, jengkel, kesal. Ah! Sudahlah. Ia benci dan menyesal kenapa tadi dia jadi orang pertama yang berlari mengejar pencopet demi tas milik bibi Sehun.

“Nah, ada saatnya tiba-tiba aku ingin bubble tea. Kaubelikan juga ya? Yang rasa choco.” Sehun mengoceh-ria soal bubble tea ketika Jisun memandangi nomor ponsel Sehun yang tertampil di layar ponselnya. Mau tak mau akhirnya Jisun menyimpannya lalu memasukkan ponselnya kembali ke saku jeans-nya.

TBC

Next => 3rd Chapter : Mr. Annoying and Mr. Counselor

PREVIEW

[PRIIIIIITTTTT]

[TOK TOK TOK]

[KRIIIINGGGGG]

“Sekolah kita terkenal dengan kedisiplinannya. Kau tahu? Setiap pagi kami biasa melakukan senam. Dan itu dimulai dari jam 5 pagi.

“Dalam hitungan 5 sudah ada di depan kamar!!! 1…..2……”

“Maaf, Sunbae. Aku baru bangun.”

“Hoooaaaahhmmm…”

“Sedang cuci mata huh?”

“Kalau aku memanggilnya dengan panggilan itu, hukuman apa yang akan kudapat?”

“Poin berkurang setengah. Atau bahkan dipecat jadi murid.”

“Sepertinya ia belum berpengalaman bangun pagi.”

“Siapa?”

“Kau lagi?”

“Aku tak sengaja dapat tempat ini. Jadi jangan salah paham.”

“Merasa aneh mendengar lagu ini?”

I told you, Song Jisun. Kenapa hanya mengangguk?”

“Kau jangan sombong dulu, Song Jisun.”

“Hmmm…”

“Bisakah kau menambahkan ayam di sandwich-nya? Kalau perlu kau bisa memberikan daging sapi sebagai isinya.”

“Daging sapi? Kau kira beli daging sapi itu sama dengan beli kacang tanah, eo?!! Aku bisa bangkrut demi membuatkanmu sarapan, Oh Sehun!!”

Ok, Chef!”

“Grrr..dasar Oh Sehun.”

Stay tune~ ^^

 

Aloha~ I’m back again haha 😀 bagaimana part 2nya? Mian kalo mungkin menurut kalian garing dan kurang seru v^^v

Ok RCLnya jangan lupa ya ^^ makasi

 

16 thoughts on “Unexpected [2nd Chapter]

  1. Pingback: Unexpected [10th Chapter] | INDO FANFICTIONS

  2. Pingback: Unexpected [9th Chapter] | INDO FANFICTIONS

  3. Pingback: Unexpected [7th Chapter] | INDO FANFICTIONS

  4. min sebenarnya jisun itu masuk sma junsang? sma junsang itu utk laki-laki atau perempuan? di chapt 1 katanya utk anak laki-laki -_- jadi bingung nih bacanyaa

  5. Pingback: Unexpected [6th Chapter] | INDO FANFICTIONS

  6. Pingback: Unexpected [5th Chapter] | INDO FANFICTIONS

  7. Pingback: Unexpected [4th Chapter] | INDO FANFICTIONS

    • Mksdnya, kepribadian si jisun yg ribut, jd bawaannya pengen ngajak kelahi gtu (?)
      Mian kalo kurang gmana gitu ya v^^v tapi makasi buat komentarnya 🙂

  8. Pingback: Unexpected [3rd Chapter] | INDO FANFICTIONS

Leave Your Comments Juseyo ^^