[Ficlet] Headache

 4cc99423789f7baf72367bc883e080a1

H e a d a c h e

Red Scarlet story-line.

Starring Kim Jongin, and OC Crissabella Jo

PG-14 // Fluff, Romance, Drama, AU! //

Ficlet, 790w

Apart from the story-line and the OC, I own nothing more.

Got inspired by a real fact of Kai (but with a different style)

(also posted in here )

 

.

 

“Oh, man, ini sakit sekali.”

Suara itu membuatku menoleh, menatap Jongin yang masih mengobrak-abrik kotak obat. Setahuku, dia sudah minum dua pil pereda pusing. Aku masih diam, meski sekarang kepalaku tidak lagi fokus pada ratusan angka yang menantang perang, melainkan pada pemuda berkaus putih yang masih merengek itu.

“Kau mual?” Aku bersoal, ditanggapinya dengan kedikan bahu.

“Pusing.” jawabnya ringkas.

“Kau tidak ingin berbaring lagi? Kurasa obat sakit kepala selalu punya efek samping menyebabkan kantuk,” kataku, sedikit mengingat. Sudah lama sekali aku tidak memeriksa keterangan obat sakit kepala–karena aku tidak pernah mengeluhkan sakit, akhir-akhir ini.

“Tidak berhasil, rasa sakitnya masih sama dan kantukku belum datang.”

Aku mengangguk. Berpura-pura tahu padahal separuhnya omong kosong. Mungkin, dosis umum tidak bereaksi untuk Jongin. Atau, obatnya sudah kedaluarsa.

Oh, ya ampun.

Mulutku berdecak–mengetahui reaksiku yang cukup lama. Aku beranjak bangun dari kursi belajar dan berjalan ke arahnya, ikut memeriksa kumpulan pil warna-warni yang selalu disediakan ibuku setengah tahun yang lalu. Ya Tuhan, itu sudah lama sekali!

“Tapi belum kadaluarsa,” ucapku cukup keras, tanpa tahu jika kalimat itu benar-benar keluar dari mulutku. Aku menoleh padanya yang sulit kuakui jika kami terpaut enam belas senti dengan tingginya yang 184 cm. “Apa yang membuatmu sakit?”

Dua jam yang lalu, Jongin mendatangi apartemenku dengan tas kuliahnya dan wajah yg amat lelah. Kupikir Jongin tertinggal bus kota sehingga memilih berjalan kaki ke apartemenku yang dekat dengan kampusnya daripada harus menunggu taksi atau bus lebih lama untuk pulang ke rumahnya. Tapi kupikir dia memang selelah itu sampai meminjam kasurku untuk istirahat.

Masih pukul tujuh sore ketika dia datang, dan jam masih belum beranjak ke angka delapan saat ia merengek tak bisa terlelap. Aku menyarankannya untuk mandi, dan Jongin kembali dengan tampilan lebih segar namun rengekannya masih belum hilang saat dia kembali ke kasur. Sampai dia mengaku atas rasa sakitnya dan kusarankan untuk minum obat.

Wajahnya pucat dan sorot matanya meredup. Lelaki itu bahkan tak banyak bicara selain mengeluhkan sakitnya. Dan meski sudah kupinjami jaket kakakku yang tertinggal, dia masih kedinginan.

“Sup dan buburnya sudah kau makan?” Aku bertanya, dan dijawabnya dengan anggukan. “Teh panasnya?”

Aku bersungguh-sungguh soal teh panas; teh itu benar-benar panas; satu gelas penuh dengan air mendidih dengan teh kantung. Dan senyum miringnya membuatku yakin jika dia memang sudah menghabiskannya. Pasti membakar bibir dan lidahnya. Tapi itu baik untuk tubuh yang sedang sakit.

Aku menyentuh leher, lalu dahinya. Jongin menutup mata, meredam rasa sakitnya. Tanganku masih merasakan panasnya, namun tidak mennyentuh keringat apapun. Penyakitnya diluar kuasaku.

“Jadi, kita harus ke dokter sekarang.” Usulku akhirnya.

Lalu Jongin menggeleng. Sial, dia memang malas berjalan lagi. Lagipula jarak rumah sakit cukup jauh, dan dia tidak boleh lebih lama kedinginan.

Menghembuskan napas, aku berucap lagi padanya. “Kau istirahat sekarang. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin akan kukompres sebentar lagi, jika pekerjaanku sudah selesai.” Janjiku.

Dan Jongin, seperti bocah berusia lima tahun yang kesakitan, membalikkan badannya menuju kamar dan beranjak tidur. Aku menghela napas.

.

 

.

37.28 derajat. Suhu tubuhnya setidaknya sudah turun satu derajat celcius. Kalau tidak, maka usahaku merawatnya dengan baik, tentu sia-sia saja. Rasanya ikut pusing memikirkan tamuku dalam keadaan yang buruk. Seharusnya Jongin datang dengan seluruh gombalannya, cengiran menyebalkan, senyum miring paling mematikan, dan hal-hal yang mampu membuatku naik pitam. Tapi kedatangannya dalam keadaan seperti ini ternyata mampu membuatku trenyuh, bahkan menghawatirkannya.

Sekarang bahkan sudah pukul sepuluh malam, dan dia masih setengah terjaga dalam sakitnya.

“Masih sakit?”

Jongin mengangguk pelan.

Aku menghela napas. “Apa yang biasa kaulakukan agar rasa sakitnya reda?”

Jongin menggeleng. Lelaki itu tidak tahu. “Baekhyun-Hyung.” jawabnya setelah setengah menit terdiam.

“Kau ingin Baekhyun menjemputmu atau apa?”

“Tidak,” ucapnya dengan suara serak dan lemah. “Baekhyun biasanya memelukku agar rasa sakitnya hilang. Metode itu cukup berhasil.”

Aku berpikir. “Kau ingin Baekhyun datang dan memelukmu?”

Jongin membuka matanya, wajahnya masih cokelat dan bibirnya yang nyaris putih masih berucap, “Bagaimana kalau kau saja?”

Tanganku berhenti di udara, cukup memakan sekon sebelum aku kembali mencelupkan kain ke dalam mangkuk air hangat untuk mengganti air kompresan.

“Really, its painful. I’m begging you, please, Bella.”

Aku seharusnya menolaknya, tapi separuh tubuhku menolak untuk datang. Dan suaranya merasuk separuh keyakinanku yang tersisa, sampai akhirnya aku berakhir berada di ranjang yang sama dengannya.

Jongin terkekeh pelan, kemudian membenamkan dirinya pada pelukanku. “Kenapa kau malu seperti itu? Bukankah kita kekasih?”

Bukan tentang malu, sebenarnya.

“Ahh… rasanya sangat nyaman, seperti pelukan Eomma. Rasanya aku mulai mengantuk.” katanya. “Mungkin aku harus sakit supaya kau bisa memelukku seperti ini?”

Kini aku balas tertawa. “Tentu saja kau harus sembuh.” ucapku serius. “Kau tidak perlu memintaku memelukmu hanya karena kau sakit, Jongin. Aku akan memberikannya kapanpun kau minta.”

“Crissabella Jo, ku anggap itu tiket gratis, oke?”

Aku mengelus kepalanya ringan, tanda persetujuan. Lalu sebelum benar-benar terlelap, Jongin sempat berucap, “Gomawo.”

Sama-sama. Karena memperbolehkanku memelukmu, dan membantumu meredakan rasa sakitmu.

Get well soon, Kim Jongin.

.

.

fin.

A/N:

Tidaaakkkkkk aku nulis apaan ini? YAAAMPUN SUMPAH INI CHESSY… iya cheesy banget sampe akhirnya mau gigit aja si crissabella!

Ah coba Kai bilang itu ke aku aja, pasti aku bakal peluk sampe besok, atau kalo nggak sampe akhir hayat (if its possible HAHA)

How your response, guys? Let me see ur review *winkeu

4 thoughts on “[Ficlet] Headache

  1. Jongin here, Jongin there, my husband is everywhere hehe :)) Peluknya sama yang ini aja deh ya, Bella suruh jauh-jauh aja 😉

    Kenalin, author baru. Nabil 99line

Leave Your Comments Juseyo ^^